BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiTafsir Tarbawi: Jangan Bandingkan Kemampuan Murid!

Tafsir Tarbawi: Jangan Bandingkan Kemampuan Murid!

Tidak ada satupun orang di dunia mau untuk dibanding-bandingkan, termasuk membandingkan kemampuan murid. Bahkan, Allah swt sekalipun sangat mengutuk dan melabeli syirik akbar bagi hamba-Nya yang menyekutukan-Nya. Membandingkan pun termasuk dalam kategori ini. Karenanya, Allah swt mengingatkan persoalan ini dalam firman-Nya Q.S. An-Nur [24]: 41 di bawah ini,

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يُسَبِّحُ لَهٗ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالطَّيْرُ صٰۤفّٰتٍۗ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهٗ وَتَسْبِيْحَهٗۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌۢ بِمَا يَفْعَلُوْنَ

“Tidakkah engkau (Muhammad) tahu bahwa kepada Allah-lah bertasbih apa yang di langit dan di bumi, dan juga burung yang mengembangkan sayapnya. Masing-masing sungguh, telah mengetahui (cara) berdoa dan bertasbih. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan” (Q.S. An-Nur [24]: 41)

Tafsir surat An-Nur ayat 41

Al-Tabari dalam Jami’ul Bayan, menafsirkan ayat di atas dengan Allah swt berfirman kepada Nabi Muhammad saw. Tidakkah Engkau Muhammad melihat dengan mata hatimu bahwa sesungguhnya Aku telah mengetahui cara makhluk-Ku memuji nama-Ku. Sedangkan wa thairu shaffat bermakna yushalli (mereka berdoa) dan tasbih (memuji), yaitu semua yang ada di langit dan bumi baik raja, manusia maupun jin semuanya berdoa dan memuji namanya.

Adapun redaksi kullun qad ‘alima shalatahu wa tasbihah bermakna klasifikasi ibadah masing-masing makhluk. Jika manusia maka dengan shalat atau berdoa, sedangkan makhluk selain manusia seperti malaikat, hewan, jin, tumbuhan, air, dan sebagainya dengan bertasbih.

Penafsiran al-Tabary kemudian diperkuat dengan qaul sahabat, yaitu diceritakan dari Muhammad bin ‘Amr berkata Abu ‘Ashim, ‘Isa dan al-Harits, al-Hasan, Waraqa’ dan semuanya dari Ibn Abi Najih, dari Mujahid berkata, bahwa shalat hanya untuk manusia, sedangkan selain manusia dengan bertasbih kepada-Nya.

Baca juga: Meramahkan Metode Hikmah Kepada Peserta Didik

Tidak jauh berbeda, Ibnu Katsir menafsirkan redaksi wa thairu shaffat dengan tatkala burung-burung itu mengepakkan sayapnya, itulah caranya bertasbih kepada Allah swt, sebagaimana yang telah diilhamkan kepadanya serta dibimbing oleh Allah swt kepadanya, dan hanya Allah swt sajalah yang mengetahui apa yang sedang dilakukannya.

Sedangkan kullun qad ‘alima shalatahu wa tasbihah, artinya masing-masing makhluk telah mendapat bimbingan dari Allah swt tentang bagaimana caranya berdzikir, beribadah kepada Allah swt. Selama makhluk itu berpegang teguh kepada Allah swt dan beribadah kepada-Nya, maka ia tidak akan sesat. Selain itu, ayat ini menyiratkan bentuk ta’dzim (pengagungan) kepada Allah swt atas yang dilakukan oleh bumi dan langit seisinya.

Di lain itu, al-Baghawy misalnya, menafsirkan redaksi alam tara-anna… wa thairu shaffat bahwa rentangan sayap burung-burung itu adalah bagian dari salah satu bentuk memuji nama Allah swt. Sedangkan lafadz kullun qad ‘alima, bermakna كل مصل ومسبح علم الله  صلاته وتسبيحه  (setiap ciptaannya telah mengetahui bagaimana cara berdoa dan memuji nama Allah swt).

Baca juga: Tafsir Tarbawi: Inilah Tujuan Pendidikan Islam

Lebih jauh, Muhammad Jamaluddin al-Qasimy dalam Mahasin at-Ta’wil mengartikan lafal alam tara annallaha dengan bentuk penyucian dan pengagungan kepada Allah swt bahwa Ia telah menetapkan tiap-tiap makhluk-Nya untuk beribadah sesuai cara mereka masing-masing, seperti burung yang mengembangkan sayapnya juga bagian dari bentuk ibadah kepada-Nya. Berkatalah al-Zamakhsyari,

ولا يبعد أن يلهم الله الطير دعاءه وتسبيحه، كما ألهمها سائر العلوم الدقيقة التي لا يكاد العقلاء يهتدون إليها

“Dan tidaklah terlalu berlebihan bagi Allah swt untuk mengilhamkan burung itu untuk berdoa dan memujinya, sama seperti Allah swt menganugerahkan semua ilmu kepada burung itu yang di mana sulit ditemukan rasionalisasinya”

Artinya, perkataan al-Zamakshyari menegaskan bahwa Allah swt telah menetapkan masing-masing ciptaan-Nya untuk berdzikir, beribadah, dan bertasbih sesuai cara yang dikehendaki-Nya.

Jangan bandingkan kemampuan murid!

Ayat di atas memberi satu pesan kepada kita, hendaknya tidak membandingkan kemampuan murid atau siapapun dengan yang lain. Setiap manusia mempunyai keunikannya sendiri. Tidak mungkin kita membandingkan kemampuan terbang burung dengan burung yang lain, atau kemampuan berlari macan dengan singa. Begitupun, sangat tidak etis apabila membandingkan kemampuan matematika murid misalnya, dengan keahlian keagamaan murid yang lain.

Sungguh, Allah swt telah menetapkan masing-masing makhluk untuk berdoa dan bertasbih kepada-Nya. Karena itu, kewajiban seorang pendidik hanyalah mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan murid sesuai fitrahnya. Bukan malah membanding-bandingkan. Adanya pendidikan tidak untuk membanding-membandingkan, saling mengalahkan, saling pandai-pandaian, saling benar-benaran, melainkan pendidikan ada untuk mengembangkan potensi manusia menuju taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).

Sebagai penutup, kami mengutip dawuh Gus Mus, kiranya dapat menjadi refleksi kita bersama,

“Tidak ada amal shalih yang lebih baik bagi orang tua melebihi mengasihi dan mengasuh anak-anaknya dengan keteladanan. Tidak ada amal yang lebih baik bagi pelajar/ santri melebihi belajar dengan rajin dan sungguh-sungguh. Tidak ada amal yang lebih baik bagi pengajar melebihi mengajar dengan tulus dan ikhlas”

Baca juga: Hari Guru Sedunia: Inilah 3 Artikel Serial Tafsir Tarbawi Tentang Guru dan Pendidik

Tidak ada amal yang lebih baik bagi pendidik melebihi mendidik dengan penuh kasih sayang. Tidak ada amal yang lebih baik bagi pekerja melebihi bekerja dengan kesungguhan dan tanggungjawab. Tidak ada amal yang lebih baik bagi petani melebihi bertani dengan giat dan tekun.

Tidak ada amal yang lebih baik bagi pejabat melebihi melaksanakan amanat dengan amanah. Tidak ada amal yang lebih baik bagi pemimpin melebihi memimpin dengan cinta dan kepedulian. Tidak ada amal yang lebih baik bagi hamba Allah melebihi menghamba (beribadah) semata-mata kepada-Nya.”

Wallahu a’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....