BerandaTafsir TahliliTafsir Surah An-Naml ayat 61-64

Tafsir Surah An-Naml ayat 61-64

Tafsir Surah An-Naml ayat 61-64 ini mengulas tentang keEsaan Allah swt. Allah yang telah menciptakan alam semesta dan juga manfaatnya bagi makhluk hidup. Oleh sebab itu dalam Tafsir Surah An-Naml ayat 61-64 ini manusia harus merenungi alasan apalagi yang membuat mereka berpaling dari Allah.

Selengkapnya Tafsir Surah An-Naml ayat 61-64 di bawah ini….


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah An-Naml ayat 59-60


Ayat 61

Pada ayat ini, Allah mengemukakan pertanyaan yang kedua dalam rangka mengungkapkan kesesatan penyembah-penyembah berhala. Ditanyakan bahwa apakah yang layak disembah itu berhala-berhala yang tidak memberi manfaat dan mudarat, ataukah Tuhan yang telah menjadikan bumi sebagai tempat kediaman bagi manusia dan hewan-hewan, Tuhan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya untuk menjadi sumber minuman manusia dan hewan peliharaan, serta untuk menyiram tanaman, Tuhan yang menjadikan gunung-gunung untuk mengokohkan bumi yang banyak mengandung manfaat dengan adanya hutan-hutan di atasnya dan berbagai logam dan mineral di dalamnya, dan Tuhan yang menjadikan pemisah antara air laut yang asin dengan sungai yang membawa air tawar ke muaranya.

Air sungai yang tawar itu setelah sampai di laut tidak langsung menjadi asin. Dalam merenungkan semua kejadian alam itu apakah masih ada terbesit pikiran adanya tuhan selain Allah? Sebenarnya mereka itu tidak mengetahui nilai keagungan Allah Maha Pencipta, sehingga menyamakan-Nya dengan berhala-berhala yang sama sekali tidak memberi manfaat dan mudarat itu.

Menurut kajian ilmiah, bumi pada ayat ini dapat dipahami sebagai daratan. Secara umum, daratan merupakan tempat berdiam manusia. Sungai-sungai yang ada di daratan selalu terletak pada bagian terendah permukaan bumi, yang merupakan celah antara gunung-gunung dan dataran-dataran yang lebih tinggi.

Kemudian, laut-laut terpisah antara satu dengan yang lain karena adanya daratan pemisah seperti semenanjung, pulau-pulau, atau karena sebaran geografis benua-benua. Penyebaran dan bentuk daratan serta pulau-pulau di muka bumi ini umumnya dianggap terjadi dengan sendirinya yang merupakan bagian atau akibat dari proses alam, pada hakikatnya adalah atas kehendak Allah.

Ayat ini menjelaskan mengenai keadaan bumi yang layak untuk dihuni oleh makhluk manusia. Tentunya ini berhubungan erat dengan penciptaan langit dan bumi yang begitu sempurna. Seandainya sedikit saja terjadi perubahan pada “lintasan” matahari dan bulan terhadap bumi, atau berubah bentuknya, atau berubah salah satu unsurnya, atau berubah kecepatan berputar pada porosnya, atau berubah perputarannya mengelilingi matahari, atau berubahnya perputaran bulan di sekelilingnya, maka bumi ini pasti tidak akan kokoh dan tidak akan layak dihuni untuk suatu kehidupan.

Ayat 62

Pada ayat ini, Allah mengemukakan pertanyaan yang ketiga dalam rangka menyingkapkan tabir kesesatan penyembah berhala. Kedua pertanyaan sebelumnya mengenai bidang materi, sedang pertanyaan ketiga ini menyangkut kerohanian. Pertanyaan ini berkisar pada siapakah yang mengabulkan permohonan orang yang berada dalam kesulitan, apabila ia berdoa kepada-Nya.

Seperti penumpang sebuah kapal di tengah laut yang sedang diserang badai angin topan yang dahsyat, yang hampir tenggelam, kemudian ia berdoa memohon keselamatan kepada Allah. Apakah berhala yang dapat menyelamatkannya dari bahaya maut, ataukah Allah sendiri? Lalu siapakah yang menjadikan manusia sebagai seorang khalifah di muka bumi? Adakah tuhan selain Allah yang dapat mengemudikan dan mengatur segala sesuatu di muka bumi ini? Hanya sedikit sekali manusia yang mau mengingat-Nya.

Ayat 63

Pada ayat ini, Allah mengemukakan pertanyaan keempat dalam rangka mengungkapkan tabir kesesatan penyembah berhala. Pertanyaan ini berkisar tentang siapakah yang memimpin manusia dalam perjalanan yang gelap di daratan dan lautan ketika mereka tersesat dari jalan yang benar? Bukankah Allah yang menciptakan bintang-bintang di langit yang dijadikan petunjuk jalan, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ النُّجُوْمَ لِتَهْتَدُوْا بِهَا فِيْ ظُلُمٰتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ

Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut.(al-An’am/6: 97)

Dapatkah berhala-berhala yang mereka sembah itu memberi petunjuk kepada mereka dalam kegelapan di darat dan di laut? Tentunya tidak. Kalau begitu, mengapa mereka disembah? Siapa pulakah yang mendatangkan angin pembawa kabar gembira bagi para petani sebelum turun hujan yang merupakan rahmat besar dari Tuhan?

Dapatkah berhala-berhala itu berbuat seperti demikian? Apakah di samping Allah ada tuhan yang lain? Mahasuci lagi Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan dengan-Nya.

Ayat 64

Pada ayat ini, Allah mengemukakan pertanyaan yang kelima dalam rangka memperlihatkan keadilan dan keesaan-Nya, yaitu siapakah yang menciptakan manusia dari awal sampai terciptanya bentuk yang seindah-indahnya, kemudian mematikannya bila Dia kehendaki, lalu menghidupkannya kembali pada hari Kiamat setelah menjadi tulang-belulang?

Siapakah yang memberikan rezeki kepada manusia dari langit dan bumi dengan menurunkan air hujan dari langit yang menyebabkan kesuburan tanah yang menumbuhkan tanam-tanaman yang buahnya bisa dimakan oleh manusia dan binatang ternak? Apakah di samping Allah ada lagi tuhan yang lain?

Setelah mengemukakan lima pertanyaan di atas, yang seharusnya dipikirkan secara mendalam hingga menjadi bukti tentang kekuasaan dan keesaan-Nya, Allah menyuruh Nabi Muhammad supaya menanyakan kepada orang-orang penyembah berhala itu alasan dan bukti-bukti kebenaran sesembahan mereka, “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu memang orang yang beriman.”

Demikian cara Al-Qur’an mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya harus dicari sendiri oleh manusia.

Pertama, air yang turun ke bumi sehingga timbul kehidupan berupa kebun-kebun yang indah.

Kedua, menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang menyenangkan dengan adanya sungai, gunung, danau, dan laut.

Ketiga, manusia dijadikan khalifah di bumi, yaitu sebagai penguasa dan wakil Tuhan untuk melaksanakan hukum-Nya di muka bumi. Manusia sebagai makhluk yang paling tinggi yang diciptakan Allah melakukan perjalanan di darat maupun pelayaran di laut untuk menyebarkan dakwah hukum-hukum Tuhan.

Yang terakhir yaitu meskipun manusia jika sampai pada waktunya meninggal dunia dan dikubur di bumi sehingga jasadnya hancur dan menjadi tanah, tetapi pada hari Kiamat ia dibangkitkan kembali. Demikianlah kekuasaan Allah.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah An-Naml ayat 65-66


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...