Tafsir Ahkam: Berwudhu dengan Air Sabun dan Air Kopi, Sah kah?

Tafsir Ahkam: Hukum Berwudhu dengan Air Sabun dan Air Kopi, Sah kah?
Berwudhu dengan Air Sabun dan Air Kopi, Sah kah?

Ulama’ telah memutuskan bahwa dalam bersuci terdapat perbedaan antara air mutlak dan benda cair. Benda cair meski memiliki sifat yang sama dengan air mutlak, namun ia tidak dapat dibuat bersuci. Entah itu wudhu, mandi besar maupun menghilangkan najis. Tidak ada perbedaan soal ini kecuali dari ulama’ yang menyatakan sebaliknya, dan dasarnya ditolak oleh mayoritas ulama’.

Lalu bagaimana dengan air mutlak yang sudah bercampur dengan benda lain? Seperti air sabun (air biasa yang dicampur sabun), air teh atau air kopi? Bukankah ia sebenarnya air mutlak, hanya saja sudah berubah sifat aslinya? Berikut penjelasan ulama’ tafsir dan pakar hukum fikih tentang hukum berwudhu dengan air sabun dan air kopi.

Keharusan Memakai Air Mutlak dalam Bersuci

Permasalahan boleh tidaknya memakai air yang sudah bercampur dengan benda lain untuk bersuci seperti berwudhu dengan air sabun berkaitan dengan firman Allah yang berbuyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. (QS. Al-Ma’idah [5]: 6).

Baca juga: Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 6: Hukum Wudhu Perempuan yang Memakai Kuteks

Ulama’ berbeda pemahaman mengenai redaksi “lalu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah” dalam ayat di atas. Apa maksud dari “air” dalam redaksi tersebut? Apakah air murni sehingga tayamum baru diperbolehkan bila tidak ada air murni, alias bila ada air yang sebelumnya murni namun sudah bercampur dengan benda lain, maka tetap boleh tayamum? Atau yang dimaksud adalah yang terpenting ada air murninya, sehingga tidak adanya air murni yang sudah bercampur sabun juga menjadi syarat bolehnya tayamum?

Jawaban atas pertanyaan di atas akan menjadi kunci penentu bolehnya bersuci dengan air murni yang sudah dicampur dengan sabun semisal. Karena kalau memang ketiadaan air yang sudah dicampur juga menjadi syarat bolehnya tayamum, berarti menunjukkan bahwa air dengan jenis tersebut masih boleh untuk digunakan bersuci.

Imam Ar-Razi menjelaskan, Imam As-Syafi’i menyatakan bahwa air murni yang bercampur dengan minyak za’faron sehingga memunculkan perubahan kuat, tidak boleh digunakan untuk berwudhu. Hal ini disebabkan air yang berubah tersebut tidak dapat disebut air mutlak. Mutlak yang dimaksud adalah air murni (Tafsir Mafatihul Ghaib/5/495).

Pendapat yang berbeda diutarakan oleh Imam Abu Hanifah. Ia berpendapat bahwa air yang bercampur minyak za’faran tersebut tetap bisa digunakan bersuci. Sebab bagaimanapun juga ada unsur air di dalamnya. Selain itu, redaksi air dalam ayat di atas dalam tinjauan perbendaharaan Bahasa Arab bersifat nakirah (umum). Sehingga seharusnya yang penting ada unsur air, sudah bisa disebut air dan boleh digunakan berwudhu. Entah unsur air itu berdiri sendiri (murni), atau sudah bercampur dengan hal lain (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an/5/230 dan Tafsir al-Munir li Wahbah Az-Zuhaili/5/85).

Kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah menguraikan, ulama’ bersepakat bahwa air yang bercampur dengan benda lain sehingga terjadi perubahan pada nama dan salah satu dari tiga sifatnya, seperti bercampur dengan minyak za’faran, hukumnya tetap suci. Namun masalah apakah bisa dibuat bersuci atau tidaknya, terjadi perbedaan pendapat. Mayoritas ulama’ menyatakan tidak bisa dibuat bersuci. Namun Imam Abu Hanifah menyatakan sebaliknya, selama tidak melewati proses dimasak (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah/2/8150).

Baca juga: Tafsir Ahkam: Bolehkah Berwudhu dengan Cairan Lain Selain Air Mutlak?

Penutup

Uraian di atas adalah soal air yang sudah bercampur dengan hal lain sehingga menyebabkan perubahan pada nama dan sifatnya. Ini berarti berwudhu dengan air sabun dan air kopi menurut mayoritas ulama’ tidak sah. Perlulah diketahui bahwa tidak setiap perubahan pada air menyebabkan air menjadi tidak bisa dibuat bersuci. Misalnya air yang berubah warna, bau dan rasanya sebab berdiam lama pada sebuah tempat. Air jenis ini tetap suci dan mensucikan atau dapat dibuat bersuci (Al-Hawi Al-Kabir/1/70). Wallahu a’lam bish shawab.

Baca juga: Ketahui Fungsi-Fungsi Air dalam Al-Quran, Inilah Penjelasannya