Sejatinya hakikat pendidikan Islam adalah proses menyucikan diri manusia untuk kembali kepada fitrahnya. Proses ini kita kenal dengan tazkiyatun nafs.
Kata tazkiyah sering kali “terabaikan” ketika mendefinisikan pendidikan Islam. Sebagaimana penjelasan pada artikel sebelumnya, kata yang sering digunakan dan dirujuk dalam pendidikan Islam adalah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Namun demikian, ketiga term tersebut hakikatnya menuju pada tazkiyatun nafs. Oleh karenanya, artikel ini akan menilik bagaimana makna tazkiyah dalam pendidikan Islam.
Pengertian Tazkiyah
Ibn Mandzur dalam Lisan al-‘Arab menjelaskan, kata tazkiyah berasal dari zakka-yuzakki-tazkiyatan, yang berarti menyucikan. Dalam gramatika bahasa Arab, kata tazkiyah adalah bentuk fi’il tsulasi mujarrad dari kata zaka-yazku-zakaan.
Dalam Kamus al-Munjid, kata tazkiyah diidentikkan dengan kata zakat,
الزكاة ما تقدمه من مالك لتطهره به أى الصدقة، الطهارة: صفوة الشئ
“Zakat artinya mengeluarkan hartamu untuk membersihkannya atau bersedekah. Zakat juga disebut dengan membersihkan sesuatu”.
Di samping lafadz tazkiyah dan zakah, ada juga lafadz-lafadz yang semakna dengannya semisal thahara, dan sabaha. Lebih jauh, kata tazkiyah, sebagaimana dikemukakan Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus al-Munawwir, mengandung makna al-nama’ (tumbuh) dan al-ziyadah (bertambah) seperti yang dijelaskan Inayatul Mas’adah dalam Konsep Tazkiyah dalam Al-Quran.
Lafal ini juga bisa bermakna al-thaharah (suci), al-barakah (berkah), dan al-madh (pujian). Namun dari sekian penjelasan para ulama, kata tazkiyah lebih banyak merujuk pada makna thaharah (bersuci).
Selain itu, kata tazkiyah juga, demikian kata Sugiyono dalam Lisan dan Kalam: Kajian Semantik Al-Quran, tidak hanya mengandung makna denotasi (makna dasar), melainkan juga makna konotasi (makna relasi) yang berkaitan dengan proses penyucian diri manusia (tazkiyatun nafs). Jadi, makna tazkiyah, seperti yang disampaikan Mutawalli al-Sya’rawi dalam Tafsir al-Sya’rawi, adalah upaya untuk membersihkan diri atau jiwa manusia dari hal-hal yang dapat mengotori hati seperti kefasikan dan menyekutukan Allah, yang dilakukan secara terus-menerus.
Baca juga: Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 222: Ikhtiar Menyucikan Diri Lahir dan Batin
Terminologi Tazkiyah dalam Al-Quran
Di dalam Al-Quran, kata tazkiyah dan berbagai bentuk derivasinya, baik dalam bentuk isim maupun fi’il, disebutkan sebanyak 59 kali dalam 29 surah. Adapun dalam bentuk kata zakah, hanya terdapat pada dua ayat yang dimaknai dengan makna tazkiyah, yaitu Q.S. al-Kahfi [18}: 81 dan Q.S. Maryam [19]: 31.
Ibn Mandzur dalam Lisan al-‘Arab, seperti yang dikutip Ahmad Munir dalam Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan Al-Quran tentang Pendidikan menjelaskan, kata tazkiyah berasal dari kata zakah yang bermakna tumbuh dan berkembang berdasarkan berkah dari Allah.
Makna tersebut dapat digunakan dalam konteks duniawi maupun ukhrawi sebagaimana difirmankan oleh-Nya dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 43,
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ
Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk. (Q.S. al-Baqarah [2]: 43).
Masih menurut Ahmad Munir, kata tazkiyah yang berubah menjadi zakah yang dikaitkan dengan nafs terulang sebanyak 26 kali, di mana 24 kali dalam bentuk fi’il (kata kerja) dan 2 kali dalam bentuk masdar yang dinisbahkan kepada manusia. Hal ini termaktub dalam Q.S. al-A’la [87]: 14,
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكّٰىۙ
Sungguh, beruntung orang yang menyucikan diri (dari kekafiran). (Q.S. al-A’la [87]: 14).
Selain itu, kata tazkiyah juga dinisbahkan kepada Allah, yaitu dalam Q.S. al-Nisa [4]: 49,
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ يُزَكُّوْنَ اَنْفُسَهُمْ ۗ بَلِ اللّٰهُ يُزَكِّيْ مَنْ يَّشَاۤءُ وَلَا يُظْلَمُوْنَ فَتِيْلًا
Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci? Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang Dia kehendaki dan mereka tidak dizalimi sedikit pun. (Q.S. al-Nisa’ [4]: 49).
Baca juga: Tafsir Surah Ali Imran Ayat 42: Meneladani Kebersihan dan Kesucian Diri Siti Maryam
Kata tazkiyah juga dinisbatkan kepada Nabi, sebab ia menjadi wasilah (perantara) untuk memperoleh kesucian diri atau jiwa sebagaimana termaklumatkan dalam Q.S. al-Taubah [9]: 103,
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Taubah [9]: 103).
Dan terkadang juga disematkan kepada peribadatan sebagaimana dalam firman-Nya Q.S. Maryam [19]: 13,
وَّحَنَانًا مِّنْ لَّدُنَّا وَزَكٰوةً ۗوَكَانَ تَقِيًّا ۙ
(Kami anugerahkan juga kepadanya) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dia pun adalah seorang yang bertakwa. (Q.S. Maryam [19]: 13).
Proses penyucian diri (tazkiyatun nafs) seseorang tidak didapat dari hanya proses belajar secara kasat mata, melainkan melalui bimbingan ilahi sebagaimana yang dialami oleh para nabi dan rasul. Dalam konteks pendidikan Islam, tazkiyah menjadi ruh dalam proses belajar mengajar, sebab hakikat pendidikan Islam adalah proses penyucian jiwa manusia untuk kembali kepada fitrahnya.
Artinya, serangkaian proses pendidikan dan aktivitas belajar mengajar harus diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin. Penyucian ini dimulai dari hal-hal yang kecil seperti menanggalkan sifat-sifat buruk atau dalam bahasa tasawuf disebut takhalli (penyucian diri dari sifat-sifat yang buruk) kemudian menuju tahalli (menghiasi diri dengan sifat terpuji), yang puncaknya adalah tajalli (mengalami kenyataan ketuhanan/sampai kepada Allah swt). Wallahu A’lam.
Baca juga: Tuntunan Membersihkan Mulut Sebelum Membaca Al-Qur’an Berdasarkan Kitab At-Tibyan