Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur’anul Adhim menyinggung perihal kesunnahan membasuh telapak tangan saat hendak wudhu, sebelum memasukkan keduanya ke wadah air. Kesunnahan tersebut didasarkan oleh sebuah hadis yang menyatakan, apabila bangun tidur dan akan wudhu hendaknya ia membasuh tangannya terlebih dahulu. Sebab ia tidak tahu kemana arah tangannya saat tidur.
Ada anggapan bahwa hadis di atas adalah dasar kesunnahan membasuh tangan saat hendak wudhu. Sehingga ada yang merasa janggal, bukankah hadis di atas berbicara tentang saat bangun dari tidur, lalu kenapa membasuh tangan di sunnahkan sebelum wudhu meski saat tidak sedang bangun dari tidur? Faktanya hadis tentang membasuh tangan sebelum wudhu tidak hanya satu. Lebih lengkapnya, simak penjelasan para pakar tafsir dan fikih berikut ini:
Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukum Membaca Basmalah Sebelum Wudhu
Membasuh Tangan Sebelum Wudhu
Imam Ibn Katsir tatkala menguraikan tafsir Surat Al-Maidah ayat 6 menyebutkan salah satu kesunnahan dalam berwudhu, yaitu disunnahkan membasuh kedua tangan tatkala hendak memasukkannya ke wadah air. Terlebih saat bangun dari tidur. Kesunnahan ini didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah dan berbunyi (Tafsir Ibn Katsir/3/47):
وَإِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهَا فِى وَضُوئِهِ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
Dan Ketika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, hendaknya ia membasuh tangannya sebelum memasukkannya ke air wudhunya. Sesungguhnya salah seorang kalian tidak mengerti kemana semalam tangannya berada (HR. Bukhari).
Bila menyimak hadis di atas, sekilas dapat diperoleh kesimpulan bahwa kesunnahan membasuh tangan sebelum wudhu hanya berlaku saat bangun dari tidur dan hendak memasukkan tangannya ke wadah air saat hendak wudhu. Beberapa kitab syarah hadis memang menyatakan demikian. Imam Syaukani di dalam Subulus Salam tatkala mengulas hadis di atas menjelaskan, bahwa hadis tersebut hanya menyinggung orang yang dalam wudhunya hendak mencelupkan tangannya ke sebuah wadah air untuk wudhu. Bukan mengambil airnya lewat gayung semisal, atau orang yang wudhunya pada kolam besar.
Imam Syaukani juga menjelaskan, bahwa membasuh tangan sebelum memasukkannya ke wadah air tatkala bangun dari tidur, baik di malam atau siang hari, menurut Imam Ahmad hukumnya wajib. Sedang selain Imam Ahmad memandangnya sebagai kesunnahan belaka yang apabila meninggalkannya hanya menyebabkan hukum makruh (Subulus Salam/1/124).
Baca juga: Keutamaan dan Perintah Memberi dalam al-Quran
Meski penjelasan di atas sekilas menunjukkan kesunnahan membasuh tangan di luar keadaan tersebut hukumnya tidak sunnah, tapi Imam Syaukani juga menjelaskan bahwa membasuh tangan selain keadaan di atas hukumnnya sunnah berdasar hadis lain. Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ syarah Muhadzdzab juga mengingatkan bahwa hadis di atas hanya menyinggung anjuran membasuh telapak tangan tatkala bangun dari tidur. Bukan dasar kesunnahan membasuh tangan sebelum wudhu pada setiap keadaan. Sebab membasuh tangan tatkala hendak wudhu disunnahkan dalam segala keadaan berdasar hadis sahih yang diriwayatkan oleh sahabat Utsman dan Ali tentang sifat wudhu Nabi (Al-Majmu’/1/347).
Dari berbagai uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya ada dua macam redaksi hadis tentang kesunnahan membasuh tangan sebelum wudhu yang sekilas tampak bertentangan, tapi sebenarnya tidak. Beberapa ulama’ seperti Imam Mawardi kemudian memberi kesimpulan bahwa dianjurkan membasuh tangan sebelum wudhu dalam semua keadaan. Hanya saja, ada perdebatan cukup panjang pada kasus orang yang bangun dari tidur dan hendak wudhu dengan mencelupkan tangannya pada sebuah wadah yang airnya sedikit.
Mayoritas ulama’ menganggap hukum mencuci tangan sebelum memasukkannya ke wadah dalam kasus di atas hukumnya tetap sunnah. Sedang Imam Hasan Al-Basri, Dawud serta Ahmad ibn Hanbal menganggapnya sebagai sebuah kewajiban. Perbedaan pendapat ini dipengaruhi adanya kemungkinan tangan menyentuh najis, sebab umum ditemui di masa Nabi orang yang bercebok atau istinja’ sebatas menggunakan batu (Al-Hawi Al-Kabir/1/160). Wallahu a’lam bish showab[].
Baca juga: Berbagai Alasan Memilih Childfree dan Pertimbangannya Menurut Tafsir