BerandaTafsir TematikTafsir AhkamGadai dan Legalitasnya dalam Alquran dan Hadis

Gadai dan Legalitasnya dalam Alquran dan Hadis

Dalam bahasa arab, istilah gadai sepadan dengan kata rahn yang merupakan derivasi dari kata رهن – يرهن – رهنا. Secara bahasa, rahn berarti menahan, sebagaimana disebutkan oleh al-Syarif al-Jurjani dalam kitab ­al-Ta’rifat. penggunaan term rahn untuk makna ‘menahan’ terkonfirmasi dalam Alquran surah Almuddatstsir ayat 38:

 { كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ }

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya

Kata رهينة dalam ayat di atas bermakna مرهونة yang berarti ditahan atau tertahan. Ayat di atas mengandung pengertian bahwa di hari kiamat nanti, setiap jiwa akan tertahan di padang mahsyar untuk mempertanggung jawabkan amal perbuatannya di dunia. (Marah Labid li Kasyfi Makna al-Quran al-Majid, Juz 2, 582)

Baca Juga: Tafsir Surah Al Muddassir Ayat 32-41

Secara terminologi, rahn adalah suatu akad atau kontrak dengan menjadikan barang tertentu sebagai jaminan atas hutang atau tanggungan. Jika pada akhirnya, ketika pihak penerima hutang tidak mampu membayar tanggungannya, maka barang jaminan tersebut harus dijual untuk melunasi hutang tersebut. (Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, Juz 5, 50)

Secara umum, ulama sepakat bahwa akad rahn dilegalkan dalam syariat. Dalam Alquran, legalitas akad rahn atau gadai termaktub dalam Q.S. Albaqarah ayat 283, Allah Swt berfirman:

{وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ}

Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang.

Ayat di atas berikut ayat sebelumnya sama-sama menjelaskan bagaimana tata cara bermuamalah supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari. Ketika ayat ke 282 dari surat Albaqarah berisi anjuran untuk mencatat atau mempersaksikan akad hutang-piutang, maka ayat ke 283 berbicara tentang gadai yang kesemuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu menjaga hak pemberi hutang agar orang yang berhutang tidak lalai dalam membayar hutang, apalagi sampai ingkar. (Tafsir al-Maturidi, Juz 2, 287)

Menurut para ulama, kondisi safar (berpergian) bukan menjadi syarat keabsahan akad rahn. Sebab, telah disepakati bahwa rahn dilegalkan, baik dalam kondisi safar maupun mukim. Namun, penyebutan safar dalam ayat di atas menunjukkan bahwa pada biasanya ketika akad hutang piutang dilakukan ketika di perjalanan, ada potensi besar terjadi penyelewengan. Dan lumrahnya lagi, dalam perjalanan, jarang menemukan notaris yang bisa mencatat bahwa seseorang punya piutang pada seseorang. (Tafsir al-Wasith, Juz 1, 653)

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Baqarah 280: Lebih Bersabar dalam Menunggu Pembayaran Hutang

Berbeda dengan mayoritas ulama, Imam Mujahid berpendapat bahwa rahn hanya dilegalkan pada saat bepergian. Pemahaman ini berangkat dari makna verbalis dari ayat tersebut yang hanya menyebutkan dalam kondisi safar. Namun, pendapat ini bertentangan dengan konsensus ulama bahwa gadai itu diperbolehkan baik dalam keadaan mukim atau musafir.

Selain ayat di atas, ada beberapa hadis Nabi Muhammad Saw yang dapat dijadikan landasan untuk menjustifikasi legalitas akad rahn. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘A’isyah ra. yang termaktub dalam Sahih al-Bukhari:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ، وَرَهَنَهُ دِرْع

“Sesungguhnya Rasulullah Saw pernah membeli makanan kepada orang Yahudi (yang akan dibayar) sampai batas waktu tertentu (hutang), dan Rasulullah Saw menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut.”

Riwayat lain dari Anas bin Malik ra., beliau berkata:

رَهَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِرْعًا لَهُ بِالْمَدِينَةِ عِنْدَ يَهُودِيٍّ، وَأَخَذَ مِنْهُ شَعِيرًا لِأَهْلِهِ

“Rasulullah Saw telah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi dan meminjam gandum untuk kebutuhan keluarga beliau.” (H.R. Bukhari, Ahmad dan al-Nasa’i)

Baca Juga: Surah Al-Baqarah Ayat 282: dari Pencatatan Manual ke Aplikasi Pengelola Keuangan

Demikianlah penjelasan singkat mengenai akad rahn dan legalitasnya dalam Alquran dan hadis. Rahn atau gadai dilegalkan dalam syariat Islam dengan tujuan sebagai penjamin atas hutang atau suatu tanggungan. Hukum melaksanakannya adalah mubah, tidak sampai wajib. Meski demikian, akad rahn atau gadai sangat dianjurkan oleh syariat demi menjamin hak serta menimbulkan perasaan tenang kepada pemilik piutang.

Wallahu a’lam.

Muhammad Zainul Mujahid
Muhammad Zainul Mujahid
Mahasantri Mahad Aly Situbondo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Potret al-Dakhīl dalam Tafsir al-Baiḍāwī

0
Para ulama merumuskan dasar-dasar dan kaidah tafsir, termasuk juga syarat dan adab mufassir agar tidak melampai batasan-batasan tafsir. Sebagian dari mereka menyimpang dari kaidah...