Alquran merupakan kitab suci yang diproyeksikan untuk menebar petunjuk dan kemaslahatan untuk seluruh alam. Isi kandungannya sarat dengan ajaran-ajaran dan tuntunan-tuntunan agar manusia hidup dalam keselamatan dan kebahagiaan. Salah satu misi Alquran untuk menciptakan kenyamanan hidup bagi setiap manusia adalah membebaskan kaum mustadh’afin dari belenggu penindasan dan kesengsaraan.
Istilah mustadh’afin dapat diartikan dengan orang-orang tertindas dan lemah, baik lemah dari segi ekonomi, fisik maupun mental. Ia berasal dari akar kata yang sama dengan term dhu’afa, yakni dari kata ضعف yang berarti lemah.
Risalah ketuhanan yang diemban oleh para utusan Allah, selain untuk menyebar tauhid, juga bertujuan untuk membebaskan kaum lemah dan tertindas dari kekejaman raja yang berkuasa kala itu. Bahkan ada semacam keyakinan bahwa setiap agama pasti pro terhadap kaum lemah. Pemberdayaan kaum-kaum lemah dan tertindas memang menjadi agenda utama agama-agama di dunia termasuk agama Islam.
Baca Juga: Pembelaan Al-Quran terhadap Dhu’afa dan Mustadh’afin
Dalam Alquran, ditemukan beberapa kisah para nabi terdahulu dalam upaya membebaskan kaum mustadh’afin dari penindasan penguasa zalim pada saat itu. Misalnya kisah Nabi Musa as. yang diutus untuk membebaskan Bani Israil dari kekejaman raja Fir’aun yang menindas dan mempekerjakan Bani Israil dengan tidak manusiawi.
Lantas kemudian Alquran mengisahkan keberpihakan Tuhan kepada kaum mustadh’afin dengan menjadikan mereka sebagai penghuni ujung barat dan timur dari bumi yang telah diberkahi. Dalam Q.S. Ala’raf [7]: 137, Allah Swt. berfirman:
وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ [الأعراف: 137]
Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir‘aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun.
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman,
وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ [القصص: 5]
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).
Baca Juga: Wahyu Al-Quran dan Keteladanan Nabi Muhammad Saw Sebagai Pejuang Kemanusiaan
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Bani Israil memang merupakan kaum terpilih pada masanya. Oleh rezim raja Fir’aun, mereka mendapatkan penyiksaan dengan dipaksa bekerja tanpa pernah mendapatkan hak yang layak dari pekerjaannya. Bahkan sadisnya lagi, setiap anak laki-laki yang lahir dari keluarga Bani Israil harus dibunuh. Atas kesabaran mereka, akhirnya Allah Swt. mengutus Nabi Musa as. untuk membebaskan mereka dari belenggu kekejaman. (Tafsir Ibnu al-Katsir, Juz 6, 220)
Menurut Syekh Mutawali Sya’rawi, kenikmatan yang dijanjikan kepada kaum mustadh’afin bukan hanya pembebasan dari belenggu ketidakadilan. Akan tetapi, Allah Swt. akan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin di muka bumi atas kesabaran dan ketabahannya menghadapi cobaan. (Tafsir al-Sya’rawi, Juz 17, 10876)
Selain kisah-kisah pembebasan kaum mustadh’afin yang dilakukan oleh nabi-nabi terdahulu, dalam Alquran juga terdapat aturan-aturan atau hukum-hukum yang diproyeksikan untuk membebaskan kaum mustadh’afin. Di antaranya, Allah Swt. memerintahkan umat Islam untuk berjihad melawan orang-orang Kafir Quraish guna membebaskan kaum Islam yang tertindas di Mekkah. Dalam Q.S. Alnisa’ [4]: 75, Allah Swt. berfirman:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا [النساء: 75]
Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.
Baca Juga: Kritik Alquran Terhadap Kesenjangan Sosial
Imam Fakhruddin al-Razi menjelaskan bahwa alasan utama perintah jihad dalam ayat di atas, selain untuk menjunjung tinggi agama Allah, adalah untuk membebaskan kaum mustadh’afin yang masih tinggal di Mekkah. Mereka adalah kaum muslim yang masih tinggal di Mekah dan tidak bisa ikut hijrah ke Madinah bersama Rasulullah Saw. Mereka terdiri dari anak-anak, wanita-wanita dan laki-laki yang tidak punya daya untuk hijrah bersama Nabi Saw. karena suatu alasan. (Mafatih al-Ghaib, Juz 10, 141)
Terlihat jelas bagaimana keberpihakan Alquran kepada kaum lemah dalam ayat di atas. Guna membebaskan mereka, Allah Swt sampai memerintahkan perang yang sejatinya berat untuk dilakukan. Akan tetapi, Allah Swt menegaskan bahwa kali ini kaum muslim tidak punya alasan untuk enggan berjihad sebab saudara sesama muslim yang masih tinggal di Mekah ditindas oleh Kafir Quraish.
Dua ayat di atas secara tegas menyebutkan nomenklatur mustadh’afin dengan berbagai derivasinya. Mereka adalah kaum lemah dan tertindas yang harus ditolong dan diselamatkan dari kesengsaraan dan penindasan. Dan, Alquran telah memberikan pelajaran untuk memerdekakan kaum mustadh’afin dari ketertindasan.