BerandaTafsir TematikPeran Nabi Saw Sebagai Agen Sosial: Memupus Kesenjangan Antar Kelas

Peran Nabi Saw Sebagai Agen Sosial: Memupus Kesenjangan Antar Kelas

Sayidah ‘Aisyah dalam satu riwayat menyebut bahwa akhlak Nabi Saw adalah Alquran. Pernyataan beliau ini menegaskan bahwa Nabi Saw sebagai penyampai risalah Allah bukan hanya menyebutkan ayat-ayat Alquran, tetapi juga mengamalkannya, memberikan contoh kepada umat. Termasuk dalam hal keberpihakan kepada kaum marjinal, kaum miskin, Rasulullah Saw bukan hanya berucap, tetapi juga bertindak. Perintah akan keberpihakan terhadap kaum lemah ini salah satunya termaktub dalam surah Alkahfi [18]: 28.

وَاصْبِرْ ‌نَفْسَكَ ‌مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَداةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْناكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَياةِ الدُّنْيا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنا وَاتَّبَعَ هَواهُ وَكانَ أَمْرُهُ فُرُطاً (28)

Dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang memohon kepada Tuhan mereka di pagi dan malam hari, mengharapkan ridho-Nya, dan janganlah engkau memalingkan pandanganmu dari mereka demi menginginkan perhiasan kehidupan dunia dan jangan engkau taat kepada orang yang kami lalaikan hatinya dari zikir kepada kami, mengikuti nafsunya, dan ia dengan perkaranya yang berlebihan.

Sebab Turunnya Ayat: Para Elit yang Enggan dengan Kaum Miskin

Imam al-Baghawi dalam tafsirnya, Ma‘alim al-Tanzil fi Tafsir al-Qur’an, menyebutkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan Uyainan bin Hishn al-Fazari yang datang kepada Nabi Saw sebelum masuk Islam. Saat itu, di samping Rasulullah Saw terdapat beberapa orang dari kalangan fuqara’ yang berjubah lusuh, bau keringat, beberapa juga membawa dedaunan untuk ditenun.

Uyainan pun berkata kepada Nabi Saw, “Tidakkah engkau terganggu dengan bau mereka? Kami ini pemuka suku Mudhar, elitnya, jika kami masuk Islam maka masyarakat juga akan jadi Muslim. Tiada yang menghalangi kami untuk mengikutimu, kecuali ya mereka ini. Jadi, usirlah mereka hingga kami bisa mengikutimu atau buatkan untuk kami forum majelis dan mereka juga, secara terpisah.” Oleh karenanya turunlah ayat 28 ini.

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Kahfi ayat 27-28

Mayoritas mufasir termasuk al-Razi hanya menyebut bahwa tokoh yang dimaksud adalah elit Quraisy. Beliau juga menyebutkan bahwa para elit Quraisy tersebut meminta kepada Nabi agar beliau mengusir orang-orang fakir yang ada disekelilingnya. Mereka juga meminta agar Nabi mengatur jadwal supaya para elit ini tidak dibarengkan dengan kaum tidak berada. Peristiwa ini pula yang menjadi sebab turunnya surah Alkahfi [18]: 28, selain juga surah Alan‘am [6]: 52.

Secara garis besar, Nabi Saw dilarang untuk mengusir kaum fakir yang ada di sekelilingnya. Beliau juga diperintahkan untuk tetap menghormati kaum yang seringkali tidak mendapatkan penghormatan dari yang lain ini. Terlebih lagi beliau dihimbau agar tidak menuruti keinginan para elit yang hendak menyingkirkan mereka dari sisi Nabi, ingin lebih dimuliakan dari sesama manusia.

Pengamalan Nabi Saw: Upaya Memupus Kesenjangan Kaya dan Miskin

Salah satu hadis yang masyhur terkait dengan kemiskinan adalah yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam al-Mustadraknya

«اللَّهُمَّ ‌أَحْيِنِي ‌مِسْكِينًا وَتَوَفَّنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ، وَإِنَّ أَشْقَى الِأَشْقِيَاءِ مَنِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِ فَقْرُ الدُّنْيَا وَعَذَابُ الْآخِرَةِ»

Wahai Allah, hidupkanlah saya dalam keadaan miskin, satukanlah saya dalam perkumpulan orang-orang miskin. Adapun sesungguhnya yang paling celaka dari orang-orang yang celaka ialah seorang yang terkumpul atasnya kefakiran di dunia dan azab di akhirat.

Baca Juga: Ketika Alquran Berbicara tentang Miskin dan Kaya

Menurut al-Hakim, hadis di atas memliki sanad sahih berdasarkan syarat dari al-Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak mengeluarkan riwayat tersebut dalam kitab sahih mereka. Selain al-Hakim ahli hadis lain yang mengeluarkan riwayat ini adalah Ibn Majah dan al-Tirmidzi. Demikian hadis doa ini juga dicantumkan dalam beberapa kitab di antaranya al-Du‘a’­ karya al-Thabrani dan al-Tarikh karya al-Bukhari.

Al-Dainuri dalam kitabnya Ta’wil Mukhtalif al-Hadits mencantumkan hadis di atas yang menurut sebagian kalangan katanya bertentangan dengan doa Nabi,

أَسْأَلُكَ غِنَايَ، وَغِنَى مَوْلَايَ

Al-Dainuri juga mengutip pernyataan Mujahid yang menyatakan bahwa kedua hadis di atas tidak bertentangan. Mujahid menggarisbawahi bahwa terdapat berbedaan antara miskin dan fakir, jadi sah saja bila kedua doa tersebut wujud, meskipun terlihat berbeda tujuan, namun menurutnya tidak dapat dikatakan bertentangan. Kecuali jika redaksi doa Nabi adalah meminta kefakiran, maka hadis di atas masuk dalam kategori mukhtalif.

Makna miskin dalam hadis ini adalah tawadhu’ atau kerendahhatian. Menurutnya, seakan Nabi meminta perlindungan agar tidak berlaku sombong dan agar tidak dikumpulkan bersama golongan mereka. Adapun al-maskanah menurutnya adalah kata yang berasal dari al-sukun yakni tawadhu’, khusyuk, dan khudhu’, merendah. Beberapa kitab terkini selain al-Dainuri, Yusuf al-Qardhawi misalnya dalam Kaifa Nata‘ammal ma‘a al-Sunnah, menerangkan hal yang sama.

Baca Juga: Al-Quran dan Upaya Pengentasan Kemiskinan

Jika dikaitkan dengan ayat di atas, terdapat misi sosial yang hendak dibangun Nabi. Beliau sebelum menjadi Nabi merupakan bagian dari elit Quraisy, yang juga dikenal dengan the ruling class di kalangan Arab. Doa beliau agar dikumpulkan bersama kaum miskin merupakan narasi bagaimana beliau sebagai agen sosial mencoba menata struktur masyarakatnya. Salah satu hal yang jelas terlihat dalam struktur kelas sosial adalah adanya kesenjangan di antara kelas yang ada seperti terlihat dalam kasus para elit di atas.

Beliau ada dalam posisi sebagai jembatan atara kaum kaya dan miskin. Doa beliau adalah jalan kesabaran bagi kaum kaya berlapang memberi kepada yang miskin serta menghormati mereka. Di samping juga sebagai rasa syukur untuk yang miskin menerima sesuatu dari yang kaya. Melalui doa ini, umat Islam dapat menjadi sosialis tanpa perlu jadi komunis dan dapat mengumpulkan harta sebanyak mungkin tanpa perlu dilabeli kapitalis karena senantiasa berbagi kepada kaum miskin yang membutuhkan.

Muhammad Fathur Rozaq
Muhammad Fathur Rozaq
Mahasiswa Doktoral Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...