BerandaTafsir TematikMenyongsong Lailatulqadar: Malam Turunnya Alquran

Menyongsong Lailatulqadar: Malam Turunnya Alquran

Lailatulqadar yang diartikan sebagai malam paling mulia merupakan malam turunnya Alquran dan titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat dicapai. Malam tersebut sangat dinanti-nantikan oleh orang-orang yang beriman untuk berbondong-bondong mengerjakan amalan dan mengharapkan pahala serta keberkahan darinya.

Harapan munculnya keberkahan pada malam mulia ini dikarenakan para malaikat turun ke bumi hingga dikatakan oleh para mufasir bahwa keadaan bumi ketika itu dipenuhi malaikat. Mereka menyaksikan aktifitas manusia dan melaporkan amal kebaikan yang dilakukan hamba-hamba tersebut kepada Allah.

Tafsir Surah Al-Qadr: Alquran dan Malam Kemuliaan

Kemuliaan terkait malam Lailatulqadar ini diterangkan dalam Surah Al-Qadr bahwa malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. Penyebutan kata seribu dalam Tafsir al-Baidhawi (5/327) diartikan dengan banyak (bukan menunjukkan bilangan angka). Menurut asy-Syawkani dalam Tafsir Fath al-Qadir (5/575), seribu bulan maknanya sepanjang masa karena kebiasaan bangsa Arab ketika itu selalu memakai angka seribu untuk menunjukkan jumlah yang paling banyak. Sebab, Alquran diturunkan pada malam itu sebagai kitab suci terakhir yang berlaku sampai akhir masa.

Pendapat yang sama dikemukakan dalam Tafsir al-Maraghi (10/361) bahwa malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan, sebab pada malam itu awal terbitnya cahaya hidayah dan permulaan syariat baru yang diturunkan demi kemaslahatan umat manusia. Malam itu merupakan malam peletakan batu pertama bagi agama baru, yang merupakan penutup bagi seluruh agama samawi di setiap tempat dan zaman.

Pendapat ini juga didukung Q.S. al-Qadr itu sendiri yang menegaskan bahwa Alquran diturunkan pada malam tersebut. Dalam Tafsir al-Khazin (876) diterangkan Allah menurunkan Alquran sekaligus dari Lawh al-Mahfudz menuju Bait al-Izzah di langit dunia pada Lailatulqadar. Imam at-Thabari menambahkan bahwa malam Alquran diturunkan dengan cara sekaligus ke langit dunia adalah pada 24 Ramadan.

Baca juga: Tiga Peristiwa Bersejarah di Bulan Ramadan

Ayat pertama yang menjelaskan tentang turunnya kitab bagi umat manusia tersebut, Allah tidak menyebutkan Alquran secara eksplisit kecuali hanya kata ganti (dhamir) “hu”. Penggunaan kata ganti di ayat tersebut memberikan petunjuk kekhususan dan keagungan yang dimiliki sehingga tak perlu lagi penyebutan kata Alquran secara eksplisit (al-Asas Fi al-Tafsir, 6/615).

Hal itu juga mengisyaratkan bahwa Alquran yang mulia selalu hadir dalam benak manusia karena ayat-ayatnya memberi pengaruh luar biasa di tengah masyarakat muslim maupun nonmuslim (Tafsir al-Misbah, 15/424).

Baca juga: Tips Mendapat Malam Lailatulqadar Ala M. Quraish Shihab

Ada hal yang sangat menarik dari pernyataan Lailatulqadar sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa lantaran Alquran diturunkan pada malam itu ditambah lagi ikutnya para malaikat berparade sebagai rasa kagum terhadap peristiwa agung ini. Isyarat yang dapat dipahami dari peristiwa ini adalah agar manusia mengagungkan Alquran dan menjadikannya sebagai pedoman dan petunjuk dalam segala lini kehidupan.

Q.S. al-Qadr yang mengabarkan berita tersebut sejatinya hendak memberikan sugesti dan motivasi bagi manusia untuk menjadikan Alquran sebagai imam yang dapat membimbing dan menentukan arah serta tujuan hidupnya. Dalam konteks inilah manusia akan dinilai dengan berbagai-bagai atribut kebaikan yang paradigmanya sudah tertera secara jelas dalam Alquran.

Orang-Orang yang Mendapatkan Lailatulqadar

Sebagian ulama berpendapat bahwa Lailatulqadar hanya terjadi sekali dan tidak akan ada lagi sesudahnya. Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan alasan ulama, itu antara lain sebuah riwayat yang dinisbahkan kepada Nabi saw. yang menyatakan “Innaha Rufiat”; sesungguhnya Lailatulqadar telah terangkat, dalam arti sudah tidak akan datang lagi. Pendapat tersebut tidak dapat diterima kecuali jika yang dimaksud dengannya adalah hari pertama turunnya Alquran.

Sedang mayoritas ulama berpendapat bahwa setiap tahun terjadi Lailatulqadar berdasarkan isyarat dalam ayat “tanazzalul al-malaikatu” (Q.S. al-Qadr, 97: 4). Kata tersebut berbentuk kata kerja yang maknanya terjadi masa kini dan akan datang (mudhari). Itu artinya turunnya malaikat itu bersinambung secara terus-menerus (Tafsir al-Misbah, 15/425). Karenanya, ulama bersepakat bahwa Lailatulqadar akan terus berlangsung pada setiap bulan Ramadan untuk maslahat umat Nabi Muhammad sampai datangnya hari kiamat.

Adapun tentang penentuan waktu terjadinya, tidak ada yang dapat memprediksi secara pasti kapan terjadinya Lailatulqadar ini. Allah sengaja merahasiakannya agar hambanya mau berlomba-lomba mempersiapkan diri dan mencari keutamaan malam yang misterius ini (Menuai Hikmah Ramadhan dan Keistimewaan Lailatulqadar: 249).

Baca juga: Lailatulqadar dan Sa’atul Ijabah

Yang menjadi pertanyaan, apakah ketika Lailatulqadar datang akan menemui setiap orang yang terjaga pada malam kehadirannya itu? tidak sedikit umat Islam yang menduganya demikian. Namun, menurut Quraish Shihab dugaan itu keliru, karena hal itu dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak. Di sisi lain berarti bahwa kehadirannya ditandai oleh hal-hal yang bersifat fisik material, sedangkan riwayat-riwayat demikian tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya (Sketsa Alquran, 337).

Berdasarkan hal itu boleh jadi pahala dan keutamaan yang disediakan pada Lailatulqadar tidak akan pernah tersentuh kalau seseorang belum mempersiapkan dirinya dari jauh hari dengan segala bentuk ibadah. Salah satunya dengan mengagungkan Alquran dan menjadikannya pedoman dalam setiap tindak-lakunya.

Dengan demikian, prinsip aji mumpung dengan memacu diri untuk beribadah yang mengkhususkan hanya pada Lailatulqadar saja agaknya sangat jauh dari harapan. Bahkan sebaliknya, orang-orang yang taat jauh hari sebelumnya boleh jadi akan mendapatkan bonus tersebut meskipun pada malam itu berhalangan untuk melakukan ibadah seperti wanita yang sedang haid ataupun nifas. []

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...