BerandaKisah Al QuranKisah Hijrah Shuhaib bin Sinan yang Disinggung dalam Alquran

Kisah Hijrah Shuhaib bin Sinan yang Disinggung dalam Alquran

Dalam surah Al-Baqarah ayat 207, Allah memuji orang yang mengorbankan segala sesuatu demi mengamankan jiwanya supaya tetap beriman. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ayat ini berkenaan dengan sahabat yang terkenal pemberani dan selalu setia mendampingi Nabi Muhammad, yaitu Shuhaib bin Sinan ar-Rumi yang hendak melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah.

وَمِنَ النَّاسِ مَنۡ يَّشۡرِىۡ نَفۡسَهُ ابۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ اللّٰهِ‌ؕ وَ اللّٰهُ رَءُوۡفٌ ۢ بِالۡعِبَادِ

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya (Q.S. Al-Baqarah: 207).

Ayat ini turun menjelaskan orang yang rela menyerahkan dirinya kepada Allah dengan tujuan mencari rida-Nya. Ibnu Abbas, Anas bin Musayyab, Abu Utsman an-Nahdiy, Ikrimah, dan yang lain mengatakan ayat ini diturunkan Allah sebab peristiwa yang menimpa Shuhaib bin Sinan ar-Rumi.

Biografi Shuhaib bin Sinan

Shuhaib bin Sinan ar-Rumi merupakan sahabat Nabi yang masuk ke dalam assabiqun al-awwalun (golongan orang-orang yang awal masuk Islam). Mahmud al-Mishri dalam Ensiklopedi Sahabat Nabi saw (h. 496-498), menerangkan bahwa nenek moyang Shuhaib sebetulnya berasal dari Arab, tetapi kemudian mereka pindah ke Babilonia jauh sebelum datangnya Islam. Di negeri ini, ayah Shuhaib diangkat menjadi hakim dan walikota oleh Kisra, Raja Persia.

Suatu ketika datang orang-orang Romawi menyerbu dan menawan sejumlah penduduk, termasuk Shuhaib. Setelah ditawan, Shuhaib dijualbelikan sebagai budak dari satu saudagar ke saudagar lain. Ia menghabiskan masa kanak-kanak dan permulaan masa remaja di Romawi sebagai budak. Akibatnya, dialeknya pun sudah seperti orang Romawi. Sehingga ia mendapat nisbat “ar-Rumi” dan memiliki nama kunyah “Abu Yahya”.

Pengembaraannya yang panjang sebagai budak akhirnya berakhir di Makkah. Majikannya yang terakhir membebaskan Shuhaib karena melihat kecerdasan, kerajinan, dan kejujuran Shuhaib. Bahkan, sang majikan memberikan kesempatan kepadanya untuk berniaga bersama. Dari sinilah ia menjadi saudagar yang sukses dan kaya raya.

Jual Beli yang Menguntungkan

Shuhaib bin Sinan termasuk orang-orang terakhir yang akan hijrah ke Madinah setelah Rasulullah dan Abu Bakar. Namun, orang-orang Quraisy yang telah mengetahui rencana tersebut mengatur segala persiapan guna menggagalkan rencana hijrah tersebut.

Ibnu Katsir (1/564) mengutip riwayat Said ibn Musayyab yang mengatakan ketika Shuhaib dikejar oleh sejumlah orang-orang Quraisy. Maka ia pun turun dari untanya dan mencabut anak panah yang ada pada wadahnya, ia berkata:

“Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling mahir dalam hal memanah di antara kalian semua. Demi Allah! kalian tidak akan sampai kepadaku hingga aku melemparkan semua anak panah yang ada pada wadah panahku ini, kemudian aku memukul dengan pedangku selagi masih ada senjata di tanganku. Setelah itu barulah kalian dapat berbuat sesuka hati kalian terhadap diriku. “

Baca juga: Makna Hijrah dalam Alquran

Diriwayatkan oleh Ibnu Mardaweh bahwa pasukan Quraisy saat itu berkata kepadanya, “Engkau datang ke Makkah sebagai seorang fakir, dan kami menampungmu di bawah sayap kami. Sekarang engkau menjadi seorang yang kaya, dan engkau ingin berhijrah dan membawa hartamu.”

Shuhaib kemudian berkata kepada mereka, “Jika aku tinggalkan hartaku untuk kalian, maukah kalian mengizinkan aku pergi?” Mereka mengiyakan. Dia bertanya kepada mereka, “Maukah kalian memberiku tunggangan dan perbekalan untuk membawaku ke Madinah? Mereka mengizinkan untuk memilikinya.

Sementara dalam riwayat lain, sebagaimana dari Ibnu Abbas bahwa ketika Suhaib hendak hijrah, ia mengatakan: “Sungguh aku adalah orang yang tua renta, aku punya harta benda. Aku akan memberikannya kepada kalian dan menukarkannya dengan kebebasan agamaku.” Kaum kafir Quraisy menyetujuinya dan membebaskan jalan untuknya. Kemudian Suhaib pergi menuju Madinah. Kemudian turunlah ayat tersebut (Tafsir Marah Labid, 1/48).

Baca juga: Asma Putri Abu Bakar, Sahabat dan Mufassir Perempuan yang Berjasa Dalam Hijrah Nabi

Mutawalli as-Sya’rawi (2/990) menerangkan bahwa dengan melakukan hal tersebut, Shuhaib membeli dirinya sendiri, dan memberikan kekayaannya untuk menjaga keimanan jiwanya. Ketika ia tiba di Madinah, ia bertemu dengan Abu Bakar yang berkata kepadanya, “Penjualanmu sangat menguntungkan, wahai Abu Yahya!” “Apa itu wahai Abu Bakar?” tanya Suhaib. “Allah menurunkan tentangmu ayat Alquran,” jawab Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar membacakan ayat tersebut.

Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah bersabda kepadanya, “Jual beli yang menguntungkan, ya Aba Yahya!”

Jadi, makna ayat tersebut, berdasarkan kisah ini, adalah bahwa Shuhaib membeli jiwanya dengan hartanya, dan lafaz ayat tersebut sesuai dengan makna ini. Shuhaib tidak merasa rugi sedikit pun karena hartanya tidak begitu berarti baginya, yang terpenting ia dapat melaksanakan perintah Allah, yaitu hijrah ke negeri Madinah.

Baca juga: Mukjizat-Mukjizat Nabi Muhammad saw. ketika Hijrah ke Madinah

Pelajaran berharga yang dapat diambil dari kisah ini bahwa hidup sejatinya ialah berjuang untuk mencari rida Allah. Sebagaimana Shuhaib, untuk mendapatkan keridaan tertinggi ketika ia rela mengobarkan seluruh harta bendanya yang telah lama ia kumpulkan dengan usaha keras dan ia sangat cintai agar bisa hijrah menyusul Rasulullah ke Madinah.

Demikian karena ganjaran bagi orang-orang yang mencari rida-Nya adalah sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, “Wallahu Ro’ufun bil-‘ibad.” Allah akan menyayanginya, mengasihinya, dan siap memproteksinya dari segala mara bahaya. Wallahu a’lam.[]

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...