Mengetahui macam sebab nuzul penting untuk dapat mengelompokkan mana sebab yang turun untuk persoalan tertentu dan subjek tertentu. Karena itu, beberapa pakar Ilmu Al Quran membuat klasifikasi sebab turunnya Al Quran. Salah satunya, Ahmad Von Denffer. dalam bukunya yang berjudul Ulum al-Qur’an: an Introduction to the Sciences of the Qur’an, ia menyebutkan empat macam sebab yang melatari turunnya Al Quran. Berikut ini penjelasannya.
4 Macam Sebab Turunnya Al Quran
Respons suatu peristiwa
Macam pertama ini misalnya dapat kita jumpai dalam sebab turunnya Surat Al-Lahab berdasarkan hadis riwayat Ibnu ‘Abbas dalam Shahih Bukhari:
عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما أنه قال في سبب نزول سورة المسد: (صعِد النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم الصَّفا ذاتَ يومٍ ، فقال: يا صَباحاه، فاجتمَعَتْ إليه قريشٌ، قالوا: ما لَك؟ قال: أرأيتُم لو أخبَرتُكم أنَّ العدُوَّ يُصَبِّحُكم أو يُمَسِّيكم، أما كنتُم تُصَدِّقونَني، قالوا: بلى، قال: فإني نذيرٌ لكم بينَ يدَي عذابٍ شديدٍ، فقال أبو لَهَبٍ: تَبًّا لك، ألهذا جمَعْتَنا؟ فأنزَل اللهُ: تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ)
“Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi pergi menuju al-Batha dan mendaki ke bukit. Sesampainya di puncak bukit, ia berseru: “Wahai Sabahah!”, tak lama kemudian, berkumpullah suku Quraish. Lalu, Nabi memberitahu: “Percayakah kalian bila saya berkata kalau nanti pagi atau malam seorang musuh akan menyerang kalian?”, lantas mereka menjawab: “Tidak”, Nabi menegaskan bahwa ia telah memberi peringatan tentang azab pedih yang akan menimpa kaum Quraish. Abu Lahab menimpali ucapan Nabi: “Hanya gara-gara ini kamu mengumpulkan kita semua?! Matilah kamu, Muhammad!”. Kemudian, Allah menurunkan ayat tabbat yada ‘Abi Lahabin wa tabb.”
Baca juga: Membaca Al-Quran Untuk Pamer, Simak Peringatan Nabi Berikut!
Respons ibadah partikular
Kedua, sebagai respons terhadap ibadah spesifik. Misalnya sebab turunnya surat Al-Baqarah ayat 158 dalam Safwatul Bayan li Ma’anil Qur’anil Karim karya Khalid ‘Abdurrahman al-‘Akk:
عن عُروةَ قالَ : قلتُ لعائشةَ ، أرأيتِ قَولَ اللَّهِ تعالى ( إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ) فما أرَى علَى أحدٍ شيئًا أن لا يطَّوَّفَ بِهِما ، قالَت عائشةُ : كلَّا لَو كانَ كما تقولُ : كانت فلا جُناحَ علَيهِ أن لا يطَّوَّفَ بِهِما إنَّما أُنْزِلَت هذِهِ الآيةُ في الأنصارِ كانوا يُهِلُّونَ لمَناةَ وَكانت مَناةُ حذوَ قُدَيْدٍ ، وَكانوا يتحرَّجونَ أن يطوفوا بينَ الصَّفا والمرْوَةِ ، فلمَّا جاءَ الإسلامُ سألوا رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ عن ذلِكَ فأنزلَ اللَّهُ تعالى إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ
Diriwayatkan dari ‘Urwah bin Zubair: saya bertanya kepada ‘Aisyah: “tahukah kamu firman Allah (QS. Al-Baqarah [2]: 158? Saya merasa orang yang enggan melakukan sa’i tidak berdosa”.
Lalu, ‘Aisyah menjelaskan bahwa: “tidak, jikalau begitu, niscaya turun firman bahwa tidak berdosa bagi orang yang tidak mengelilinginya. Ayat tersebut turun saat masyarakat Anshar bertahlil untuk berhala Manat. Dan mereka berdosa ketika mengelilingi Shafa dan Marwa karena motif itu.
Kemudian, saat Islam datang mereka meminta kejelasan Nabi terkait legitimasi ibadah sa’i. Pasalnya, pada konteks Arab Jahili, mereka dilarang untuk sa’i karena diisi dengan pemujaan terhadap berhala. Kemudian ayat inna al-safa wa al-marwata min sha’a’irillah, turun guna menjelaskan pensyariatan sa’i.
Baca juga: Inilah Golongan yang Boleh Mengumpat dalam Al Quran
Jawaban dari pertanyaan Nabi
Seperti sebab turunnya surat Maryam ayat 64 dalam Shafwatul Bayan:
عن ابن عباس قالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ لجبريلَ: ما يمنعُكَ أن تزورَنا أَكْثرَ مِمَّا تزورُنا؟ قالَ: فنزلت هذِهِ الآيةَ وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا إلى آخرِ الآيةِ
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: Nabi bertanya kepada Jibril: “mengapa kau lebih sering tidak mengunjungi kami?”, lalu turunlah ayat 64 surat Maryam.
Jawaban dari pertanyaan orang banyak
Misalnya, sebab turunnya surat Al-Baqarah ayat 222 dalam kitab shafwatul Bayan.
عن أنس أن اليهود كانوا إذا حاضت المرأة منهم لم يؤاكلواها ولم يجامعوها في البيوت فسأل النبي صلى الله عليه وسلم فأنزل الله ويسألونك عن المحيض الأية
“Diriwayatkan dari Anas bahwa dalam tradisi kaum Yahudi, perempuan yang sedang menstruasi dilarang makan bersama dan bersenggama. Kemudian, para sahabat menanyakan perihal ini kepada Nabi SAW. Lalu, Allah menurunkan ayat wa yas’aluunaka ‘anil mahid”
Wallahu a’lam[]