‘Good Governance’ Perspektif  Alquran

Good Governance perspektif Alquran
Good Governance perspektif Alquran

Dalam Kehidupan bernegara, peran pemerintah menjadi bagian penting untuk mengatur segala aspek yang diperlukan masyarakat, seperti pemenuhan kebutuhan pokok, penjaminan kesejahteraan, penegakan keadilan dan beberapa hal lainnya. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan dan harapan tersebut maka perlu dibentuk suatu sistem tata kelola pemerintahan yang baik atau yang dikenal dengan good governance.

Tata kelola pemerintahan yang baik setidaknya berjalan berdasar pada tiga asas atau tiga nilai moral, yaitu asas musyawarah, keadilan dan akuntabilitas juga transparansi. Tiga pondasi tersebut diambil dari isyarat beberapa ayat Alquran yang juga membahas hal yang sama.

Baca Juga: Tujuh Prinsip Politik Islam dalam Al-Quran

  1. Asas musyawarah sebelum mengambil kebijakan

Guna mewujudkan good governance, diperlukan beberapa nilai sebagai asas tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satunya adalah dengan bermusyawarah sebelum mengambil kebijakan sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Asy-Syura ayat 38.

وَٱلَّذِينَ ٱسْتَجَابُوا۟ لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

 Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

Ayat diatas menunjukan perinitah untuk mendirikan shalat dan perintah untuk bermusyawarah sebelum mengambil keputusan.

Dalam kalimat وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ  Muhammad Sulaiman Al-Asyqar  dalam Zubdat At-Tafsir Min Fathil Qadir menafsirkan (sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka) Mereka merundingkan urusan mereka tanpa terburu-buru, dan tidak mementingkan pandapat masing-masing dalam setiap masalah yang mendatangi mereka, yakni masalah yang menyangkut masyarakat luas seperti, pemilihan pemimpin, pengaturan negara, dan hukum-hukum peradilan. Demikian pula pada urusan pribadi mereka saling berunding.

  1. Asas penegakan keadilan

Masalah keadilan seakan menjadi momok bagi masyarakat akibat dari kurangnya tanggungjawab penegak hukum yang  mengakibatkan  melemahnya kepastian hukum.  oleh karena itu  penegakan hukum menjadi salah satu tolok ukur  negara mampu menciptakan good governance.

Perihal perintah penegakan hukum, Allah berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 8

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

 Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, “Keadilan adalah pintu yang terdekat kepada takwa, sedang rasa benci adalah membawa jauh dari Tuhan. Apabila kamu telah dapat menegakkan keadilan, jiwamu sendiri akan merasai kemenangan yang tiada taranya, dan akan membawa martabatmu naik di sisi manusia dan di sisi Allah. Lawan adil adalah zalim; dan zalim adalah salah satu dari puncak maksiat kepada Allah. Maksiat akan menyebabkan jiwa sendiri menjadi merumuk dan merana.”

Maka dari itu menjadi penting bagi para pemangku pemerintahan dan penegak hukum dalam menegakkan keadilan disamping memberi kepastian hukum pun juga memberikan rasa aman bagi diri sendiri dan yang terpenting terciptanya rasa aman bagi masyarakat.

Baca Juga: Beda Orientasi Penafsiran Sayyid Qutb dan Hamka

  1. Asas Akuntabilitas dan Tranparansi

Penerapan kedua asas ini adalah tolak ukur dari pemerintahan yang amanah atau dapat dipercaya publik. Dalam al qur’an perintah untuk menjadi pribadi yang amanah dijelaskan Allah dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 42:

وَلَا تَلْبِسُوا۟ ٱلْحَقَّ بِٱلْبَٰطِلِ وَتَكْتُمُوا۟ ٱلْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.

Menurut Tafsir Kementerian Agama RI dalam ayat ini terdapat larangan Allah yang ditujukan kepada Bani Israil, salah satunya adalah agar mereka jangan mencampuradukkan yang hak dengan yang batil. Maksudnya, pemimpin-pemimpin Bani Israil suka memasukkan pendapat-pendapat pribadi ke dalam kitab Taurat, sehingga sukarlah membedakan benar dan salah. Dapat dipahami ayat ini mencela perbuatan Bani Israil yang demikian itu, dan setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan sesuatu yang benar.

Selain itu apabila dilihat dari keumuman ayat diatas maka penting adanya asas transparansi yang perlu dilakukan oleh pemerintah termasuk di dalamnya adalah transparansi dalam penyelenggaraan birokrasi untuk pelayanan publik.

Di satu sisi akuntabilitas dan transparasi adalah kriteria yang penting dalam suatu good governance. Kebijakan publik harus bersifat transparan dan diambil dengan mengacu kepada kemaslahatan masyarakat luas, sehingga  terciptanya akuntabilitas yang tinggi. Apabila ada upaya pengabaian transparansi dalam penentuan kebijakan publik dan tidak lagi mengedepankan kepentingan masyarakat luas, maka dikhawatirkan praktik korupsi kolusi dan nepotisme menjadi kian marak dalam sistem pemerintahan dan tentu akan menimbulkan mudarat yang tidak kecil bagi orang banyak.

Sebagai penutup, semoga Allah menjadikan para pengelola pemerintahan negara kita tercinta, Indonesia ini mampu mengemban amanah sebagai pemimpin yang jujur,  adil,  dan amanah sehingga mampu mengantarkan negara Indonesia menjadi negara baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Wallahu a’lam.