BerandaUlumul QuranIntegrasi Ilmu Wujuh wa Nazhair dan Semantik dalam Tafsir

Integrasi Ilmu Wujuh wa Nazhair dan Semantik dalam Tafsir

Alquran memiliki keunikan dalam penggunaan bahasa dan istilah, yang seringkali sulit dipahami. Hal ini disebabkan oleh penggunaan istilah yang maknanya bisa berbeda dari makna aslinya. Satu bentuk kemukjizatan Alquran dari aspek susunan bahasa (Charisma, 1991: 14-15).

Perubahan makna tersebut juga dapat terjadi seiring dengan perkembangan zaman, sehingga pemahaman Alquran memerlukan kajian yang lebih mendalam, bukan sekadar penguasaan linguistik. Dalam kajian Alquran, dibutuhkan perangkat ilmu yang memadai untuk membantu pemahaman tentang makna kata atau istilah yang akan dikaji.

Berbagai disiplin ilmu muncul untuk menjawab tantangan ini, di antaranya adalah ilmu wujuh wa nazhair (Wahyudi, 2019: 22-23) dan ilmu semantik. Keduanya memiliki fokus dan metodologi yang berbeda. Namun, jika diintegrasikan, dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap Alquran.

Ilmu wujuh (satu kata banyak makna) dan nazhair (satu makna banyak kata) berfokus pada penjelasan tentang variasi makna dari suatu kata atau istilah dalam konteks tertentu (Sarwat, 2019: 11).

Sementara ilmu semantik menekankan pada studi makna kata dan hubungan antarkata dalam bahasa (Izutsu, 1964: 10). Melalui dialektika antara kedua ilmu ini, dapat dipahami kekayaan dimensi makna dalam Alquran.

Definisi dan Ruang Lingkup

Ilmu wujuh wa nazhair merupakan ilmu yang mempelajari perbedaan dan persamaan makna dari kata atau frasa dalam Alquran (Shihab, 2015: 119). Dalam konteks tafsir, ilmu ini sangat penting untuk memahami konotasi dan denotasi dari istilah yang digunakan.

Misalnya, istilah “rahmah” dan “maghfirah” dalam Alquran memiliki nuansa makna yang berbeda meskipun keduanya berkaitan dengan kasih sayang Allah. Pemahaman wujuh wa nazhair dapat membantu penafsir memberikan konteks yang lebih baik dalam tafsir kata tertentu.

Sementara ilmu semantik ialah cabang linguistik yang mempelajari makna dasar dan relasional. Dalam konteks Alquran, semantik berperan penting dalam menggali makna di balik kata dan frasa yang digunakan (Izutsu, 1997: 12).

Misalnya analisis semantik terhadap istilah hidayah dalam Alquran dapat membuka wawasan tentang bagaimana petunjuk Tuhan diberikan kepada manusia.

Pentingnya Integrasi

Integrasi antara ilmu wujuh wa nazhair dan semantik sangat penting dalam konteks pemahaman Alquran. Setiap ayat memiliki lapisan makna yang dapat diungkap melalui analisis dari kedua ilmu ini. Wujuh wa nazhair memberikan konteks historis dari perubahan kata dan memilih maknanya yang tepat (Chirzin, 2003: 207).

Adapun semantik nantinya akan memberikan analisis hubungan antarkata dengan memperhatikan aspek sinkronik dan diakroniknya (Izutsu, 1997: 12). Dengan mengintegrasikan kedua ilmu ini, para pengkaji dapat menggali lebih dalam makna ayat yang terdiri dari beberapa kata.

Misalnya, ketika menganalisis ayat tentang perintah salat, pengkaji tidak hanya melihat kata salat dari sudut pandang semantik, tetapi juga mengeksplorasi variasi makna dan penggunaan kata tersebut dalam konteks yang berbeda.

Aplikasi Penafsiran

Berikut adalah beberapa contoh aplikasi mengenai integrasi ilmu wujuh wa nazhair dan semantik dalam memahami ayat-ayat Alquran:

Q.S. Al-Baqarah [2]: 177

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتابِ وَالنَّبِيِّينَ…

“Bukanlah kebajikan itu menghadap wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebajikan itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari kiamat, malaikat, kitab-kitab, dan para nabi…”

Dalam konteks nazhair, istilah kebajikan (al-birr) memiliki berbagai makna dan konotasi yang membedakannya dengan al-ihsan. Ayat ini menjelaskan bahwa kebajikan tidak terbatas pada tindakan fisik (seperti menghadap kiblat), tetapi mencakup aspek moral, spiritual, dan kontinuitas.

Baca juga: Al-Wujuh dan Al-Nazhair Kata Shalat pada Alquran

Penggunaan istilah kebajikan di sini memperlihatkan bahwa tindakan ibadah harus disertai dengan keyakinan dan tindakan baik terhadap orang lain. Sementara semantik memandang kata kebajikan mencakup lebih dari sekadar perilaku lahiriah; ia menyiratkan keseluruhan karakter seseorang yang beriman.

Dengan menganalisis kata-kata yang menyertainya, seperti iman dan amal, dapat dipahami hubungan yang harmonis antara keyakinan dan tindakan. Pemahaman ini menunjukkan bahwa kebajikan harus diwujudkan dalam bentuk perilaku etis dan moral yang terus menerus (Al-Asfahani, 1992: 114).

Q.S. Al-Maidah [5]: 32

مِنْ أَجْلِ ذلِكَ كَتَبْنا عَلى بَنِي إِسْرائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّما قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً…

“Oleh karena itu, Kami tetapkan atas Bani Israil, bahwa siapa yang membunuh satu jiwa, maka seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya…”

Term jiwa selain menggunakan nafs, juga terkadang menggunakan ar-ruh, dan asy-syakhsy (pribadi). Dalam konteks ini, wujuh wa nazhair menunjukkan bahwa tindakan membunuh tidak hanya dilihat sebagai tindakan individual, tetapi juga memiliki dampak sosial yang luas (Al-Asfahani, 1992: 818).

Baca juga: Memahami Kata Kafir dalam Alquran

Namun, maksud jiwa pada ayat di atas menunjukkan bahwa kehidupan itu berharga. Sehingga dapat dipahami bahwa ayat ini juga berfungsi sebagai peringatan bagi umat manusia tentang pentingnya menjaga kehidupan (Sarwat, n.d.: 68-69).

Dari perspektif semantik, hubungan antara kata membunuh dan manusia menegaskan bahwa tindakan kekerasan terhadap satu orang menciptakan dampak yang lebih besar terhadap masyarakat.

Di sini, semantik membantu pemahaman bahwa membunuh bukan hanya tindakan kekerasan fisik, tetapi juga memiliki konsekuensi moral dan sosial yang dalam.

Q.S.  An-Nahl [16]: 90

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسانِ وَإِيتاءِ ذِي الْقُرْبى…

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, memberi kepada kerabat…

Konsep wujuh wa nazhair dapat digunakan untuk menjelaskan perbedaan makna dari kata adil dan kebajikan. Adil (al-adl) di sini bermaksud pada keadilan dalam hubungan sosial yang berbeda dengan al-qisthu yang bercorak ekonomi.

Sedangkan al-ihsan mencakup tindakan baik yang lebih luas, termasuk membantu kerabat dan orang-orang yang membutuhkan. Analisis ini menciptakan pemahaman bahwa keadilan dan kebajikan merupakan dua aspek yang saling melengkapi dalam interaksi sosial.

Dari sudut pandang semantik, kata adil menunjukkan pentingnya keseimbangan dan proporsional baik dalam bidang sosial, ekonomi maupun penegakan hukum. Dalam hal ini, semantik dapat mengungkapkan makna yang lebih dalam dari keadilan, yang bukan hanya tentang membagi sesuatu secara merata, tetapi juga mempertimbangkan konteks dan kebutuhan individu.

Baca juga: Penggunaan Model Bahasa Tersurat dalam Alquran

Ini memberikan wawasan bahwa perilaku adil adalah bagian dari kebajikan yang lebih besar, karena al-ihsan berarti memperlakukan orang lain lebih dari perlakuan terhadap diri sendiri (Shihab, 2002: 326).

Melalui contoh-contoh di atas, integrasi ilmu wujuh wa nazhair dan semantik memberikan pemahaman yang mendalam tentang makna ayat-ayat Alquran. Dengan menganalisis variasi makna serta hubungan antarkata, tidak hanya didapatkan tafsir yang akurat, tapi juga pemahaman konteks sosial dan moral yang terkandung di dalamnya.

Integrasi kedua ilmu ini dapat memperkaya pemahaman dalam studi Alquran. Dengan pendekatan yang komprehensif, para pengkaji dapat menginterpretasikan ayat-ayat Alquran dengan lebih baik dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Agus Mafrudi
Agus Mafrudi
Mengabdi di Pondok Pesantren Al-Fithroh Ujungpangkah Gresik
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

ilustrasi tradisi namatang

Mengenal Tradisi Namatang Masyarakat Lombok

0
Menjelang Magrib di berbagai daerah, masih dapat dijumpai sekawanan anak-anak yang pergi ke surau-surau atau rumah gurunya untuk mengaji Alquran. Di antara mereka, ada yang...