BerandaTafsir TematikJangan Tergesa-gesa! Ini Dalil Larangannya dalam Al-Quran

Jangan Tergesa-gesa! Ini Dalil Larangannya dalam Al-Quran

Seringkali manusia tergesa-gesa dalam mengambil tindakan, atau terburu-buru dalam mengambil sebuah keputusan. Manusia yang tergesa-gesa biasanya sedang dalam fikiran yang tidak tentram, ia cemas dan khawatir terhadap takdir Allah yang padahal telah digariskan. Tentunya, makna tergesa dan terburu-buru ini berbeda dari sikap sigap, cepat, dan tanggap yang selalu diiringi dengan fikiran jernih dan matang. Sikap tergesa-gesa justru lebih dekat dengan tindakan gegabah dan ceroboh. Itulah sebabnya banyak yang mengatakan bahwa tergesa dan terburu-buru merupakan godaan syetan. Dalam hal ini, Al-Quranpun juga memberikan tuntunan kepada manusia agar menghindari tabiat tersebut, sebagaimana surah Al-Anbiya’ ayat 37 dan surah An-Nahl ayat 1.

Baca juga: 3 Macam Sikap Sabar yang Digambarkan dalam Al-Quran

Larangan menuruti tabiat buruk tergesa-gesa

Dalil pertama mengenai larangan tergesa terdapat dalam surah Al-Anbiya’ ayat 37:

خُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ مِنْ عَجَلٍ ۚ سَأُو۟رِيكُمْ ءَايَٰتِى فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.”

Ayat di atas jelas menyebutkan bahwa tabiat manusia memanglah tergesa, sebagaimana yang diterangkan Wahbah Zuhayli dalam Tafsir Al-Wajiz. Asbabun nuzul ayat ini sebagaimana pula yang diceritakan Zuhayli, bahwa kaum mukminin menginginkan agar Allah mempercepat datangnya azab kepada kaum kafir. Begitu pula kaum kafir menginginkan agar siksaan kepada mereka dipercepat sebagai ejekan terhadap kaum mukmin. Lalu turunlah ayat ini sebagai penegasan Allah agar jangan menuruti tabiat yang tergesa, karena segala ketetapan Allah termasuk azab-Nya pasti akan terjadi, dan ketika itu tidak ada lagi yang bisa memajukan atau memundurkannya.

Baca juga: Tafsir Surat An-Nisa Ayat 36: Allah Tidak Menyukai Sifat Sombong dan Angkuh

Dalam menafsirkan ayat ini, Quraish Shihab memberikan sorotan terhadap lafadz aayaatii yang ia maksudkan sebagai ayat-ayat kauniyah-Nya atau tanda-tanda wujud dan kekuasaan Allah yang terdapat di alam raya. Ayat-ayat qauliyah Allah yang turun waktu itu memang belum dimengerti seutuhnya oleh manusia, sehingga manusia dengan tabiatnya yang terburu-buru menginginkan segala seuatu dipercepat. Namun ternyata ada hikmah luar biasa dibalik sikap Allah yang mennjalankan roda kehidupan ini sesuai dengan hukum keteraturan alam yang Ia ciptakan. Seiring berjalannya zaman dan peradaban, manusia yang telah berkembang pemikiran dan teknologi bisa menyingkap tanda-tanda tersebut dengan izin Allah.

Secara konteks, ayat tersebut memang menyangkut larangan Allah agar menjauhi sikap tergesa-gesa perihal penurunan azab. Tetapi, penghayatan makna ayat tersebut bisa diperluas sebagaimana yang ditafsirkan Quraish Shihab. Menjauhi sikap tergesa yang menjadi larangan Allah bisa kita terapkan pada kebiasan sehari-hari dalam menjalankan urusan, karena sesungguhnya Allah mengetahui bahwa manusia memang memiliki tabiat buruk yaitu tergesa.

Janji Allah semua akan terjadi pada waktunya

Dalil selanjutnya yang melarang tergea-gesa adalah surah An-Nahl ayat 1. Larangan dalam surah tersebut juga diiringi janji Allah tentang kepastian segala sesuatu yang telah menjadi takdirnya. Adapun bunyi ayatnya adalah sebagai berikut:

أَتَىٰٓ أَمْرُ ٱللَّهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوهُ ۚ سُبْحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.”

Konteks ayat ini sebenarnya masih sama dengan surah Al-Anbiya’ ayat 37, sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim bahwa ayat ini sebagai peringatan bagi orang kafir yang meminta Allah menyegerakan turunnya azab dengan maksud menantang. Lalu dengan turunnya ayat ini Allah menegaskan kepada mereka bahwa hari pembalasan tersebut telah ditetapkan dan pasti terjadi. Senada dengan yang diungkapkan Ibnu Katsir, Al-Mahalli dan As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain menambahkan keterangan bahwa fi’il madhi yang digunakan Allah dalam ayat tersebut menunjukkan betapa hari kiamat tersebut sangat dekat. Hal itu merupakan janji Allah yang pasti terjadi, dan waktunya tidak ada yang bisa memajukan atau memundurkan.

Baca juga: Surat Al-Baqarah [2] Ayat 264: Jangan Merusak Pahala Sedekah

Meskipun ayat tersebut pada mulanya ditujukan kepada kaum musyrik namun ayat tersebut juga merupakan peringatan bagi kita hari ini agar menghindari sikap ketergesa-gesaan, terutama terhadap segala sesuatu yang telah digariskan, seperti rezeki, jodoh, kematian, dan lain-lain. Hal itu sebagai wujud sikap dari husnudzan kita akan janji Allah, karena segala sesuatu yang ditetapkan Allah pasti terjadi dengan waktu yang sangat pas. Tugas manusia dan ikhtiar, namun yang mengendalikan pemberian tetaplah Allah Yang Maha Kuasa.

Sikap ketergesa sebenarnya merupakan bentuk ketidaktentraman hati manusia. Fikiran mereka tidak tenang, dan jauh dari bersyukur dan hati-hati. Sikap tergesa berbeda dengan sikap cepat, sigap dan tanggap yang sebelumnya telah ia fikirkan secara tepat dan matang. Banyak orang yang mengawali tindakan mereka dengan tergesa-gesa dan kemudian menemui cacat hasil di akhhirnya. Akibat sikap yang tergesa-gesa pula, banyak orang yang menginginkan sesuatu sebelum waktunya tiba yaitu dengan melakukan cara-cara yang instan dan salah. Ada beberapa yang mendapatkan hasil tapi banyak ketidakpuasan di belakangnya. Tak jarang pula dari mereka yang malah tidak mendapatkan apa-apa sebagaimana kaidah fikih:

من استعجل شيأ قبل أوانه عوقب بحرمانه

“Barangsiapa yang tergesa-gesa untuk memperoleh sesuatu yang merupakan haknya dengan cara yang haram atau tidak disyari’atkan, maka dia dihukum dengan tidak memperoleh apa yang dia inginkan, sebagai balasan dari apa yang dia lakukan tersebut.”

Wallahu a’lam.

Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Peminat Literatur Islam Klasik dan Kontemporer
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...