BerandaTafsir TematikKenali Ayatul Qurra (Ayat Para Pembaca Al-Quran), Begini Penjelasannya

Kenali Ayatul Qurra (Ayat Para Pembaca Al-Quran), Begini Penjelasannya

Dari sekian banyak Al-Quran dan hadis yang menyebut kemuliaan Al-Quran dan para pembacanya, surat Fathir ayat 29-30 adalah ayat yang dijuluki sebagai Ayatul Qurra’ atau ayat para pembaca Al-Quran. Hal ini kemungkinan tidak lepas dari kandungan ayat ini yang secara jelas dan gamblang menyinggung para pembaca Al-Quran, serta balasan dari ibadah membaca Al-Quran mereka. Dari siapakah julukan itu muncul? Dan bagaimana bunyi serta penjelasan ayat tersebut? simak uraiannya berikut ini:

Asal Usul Julukan Ayatul Qurra’ (Ayat Para Pembaca Al-Quran)

Sebutan Surat Fathir ayat 29-30 sebagai Ayatul Qurra’ (Ayat Para Pembaca Al-Quran) bukanlah sebutan yang dibuat serampangan atau muncul baru-baru saja. Sebutan ini terdokumentasikan dalam beberapa babon kitab tafsir. Diantaranya di dalam Tafsir At-Tahabari karya Ibn Jarir At-Thabari. Ibn Jarir sendiri menyebut julukan ini melalui tiga riwayat yang seluruhnya bermuara pada Imam Mutharrif Ibn ‘Abdullah (Tafsir At-Thabari/10/410).

Baca Juga: Hukum Membaca Al-Quran dengan Ilmu Tajwid dan Objek Pembahasannya

Selain di dalam Tafsir Ath-Thabari, julukan ini juga terdokumentasikan dalam Tafsir Ibn Katsir, Tafsir Ruhul Ma’ani karya Imam Al-Alusi, Tafsir Ad-Durrul Mantsur karya Imam As-Suyuthi, dan Tafsir Al-Kasysyaf karya Imam Az-Zamakhsyari. Semuanya menyebut bahwa julukan tersebut berasal dari Imam Mutharrif Ibn ‘Abdullah.

Siapakah Mutharrif Ibn ‘Abdullah? Imam Mutharrif bernama lengkap Mutharrif ibn ‘Abdullah ibn Asy-Syikhkhir. Beliau merupakan salah satu tokoh terkemuka dari kalangan tabi’in, dan juga dikenal sebagai sosok yang zuhud dan sosok tsiqah atau terpercaya dalam periwayatan hadis. Beliau lahir kemungkinan di masa Nabi masih hidup dan wafat tahu 87 H. di Bashrah (Al-A’lam Liz Zirikli/7/250).

Baca Juga: Inilah Keutamaan Membaca Al-Quran dengan Tartil

Menjual Hal Yang Tidak Membuat Rugi

Allah berfirman dalam Surat Al-Fathir ayat 29-30

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (٢٩) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. 30. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (QS. Fathir [35] 29-30).

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan, tijarah secara bahasa maknanya adalah barter. Dan termasuk mirip dengan barter, adalah tindakan Allah dalam memberi pahala kepada hambanya-Nya sebagai ganti amal soleh yang ia lakukan. Imam Al-Qurthubi menerangkan, penggunakan kata tijarah untuk praktek bagaimana Allah memberi pahala sebagai ganti dari amal soleh, adalah sebuah kiasan. Imam Al-Qurthubi kemudian mengutip beberapa ayat Al-Quran yang menggunakan makna ini. Salah satunya adalah Surat Al-Fathir ayat 29-30 (Tafsir Al-Jami Li Ahkamil Qur’an/5/151).

Baca Juga: Mengaplikasikan Metode Tadabbur Saat Membaca Al-Quran dan Langkah-Langkahnya

Dalam ayat di atas Allah mengumpamakan para pembaca Al-Quran sebagai pelaku jual-beli. Namun tidak seperti jual beli pada umumnya, yang untung dan rugi adalah hal biasa di dalamnya. Istilah merugi tidaklah ada pada kamus hidup para pembaca Al-Quran. Pembaca Al-Quran bagaikan penjual yang menjual sesuatu yang tak pernah membuatnya rugi.

Keterangan ini tidak sedang merendahkan derajat para pembaca Al-Quran yang merupakan pekerjaan mulia kemudian diturunkan pada setingkat orang melakukan jual-beli yang kental berbau duniawi. Keterangan ini hendak mendekatkan Al-Quran kepada manusia, sesuai dengan adat serta kebiasaan manusia yang tak bisa lepas dari transaksi barter atau jual beli. Bahwa apabila manusia menginginkan menjual sesuatu yang tidak membuatnya rugi, maka bacalah Al-Quran. Maka ia akan memperoleh laba di akhirat yang bersifat pasti. Tidak bersifat spekulatif.

Imam Al-Alusi dalam tafsirnya menerangkan, yang dimaksud pembaca Al-Quran dalam ayat di atas tidaklah sekedar orang yang pernah membaca Al-Quran, melainkan orang yang menjadikan membaca Al-Quran sebagai kegiatan sehari-hari sehingga Al-Qurra’ juga menjadi julukan bagi mereka. Ada juga yang menyatakan, maksud dari “membaca” dalam ayat di atas adalah, mengikuti dan mengamalkan kandungan Al-Quran. Imam Al-Alusi juga menjelaskan, menurut pendapat yang unggul, ayat ini tidaklah hanya ditunjukkan pada para sahabat nabi saja. Namun, orang-orang mukmin secara umum (Tafsir Ruhul Ma’ani/16/395).

Wallahu A’lam

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...