Pertemuan Unik Najmuddin al-Nasafi dengan al-Zamakhsyari

Pertemuan al-Nasafi dan al-Zamakhsyari
Pertemuan al-Nasafi dan al-Zamakhsyari

Sebagaimana telah penulis catat dalam tulisan sebelumnya “Mengenal Tiga Mufasir dari Nasaf Uzbekistan,” tersebutlah Najmuddin ‘Umar al-Nasafi, sosok mufasir paling awal dari Nasaf, hidup pada abad kelima hingga keenam hijriyah, yang semasa dan pernah bertemu dengan pengarang tafsir terkenal al-Kasysyaf, al-Zamakhsyari. Najmuddin al-Nasafi saat itu tengah dalam pengembaraan menuntut ilmu ke berbagai negeri. Dia tercatat belajar kepada banyak guru, salah satunya di Baghdad, pusat peradaban Islam saat itu. Saat dia menuju ke Mekah sekaligus menunaikan ibadah haji, dia mengunjungi al-Zamakhsyari yang telah menetap cukup lama di sana sehingga dijuluki Jarullah(tetangga Allah).

Baca juga: Biografi Al-Zamakhsyari: Sang Kreator Kitab Tafsir Al-Kasysyaf

Momen itu diceritakan dalam beberapa kitab biografi para ulama secara singkat dan unik. Hanya berisi dialog yang kering, tanpa basa-basi, dan tanpa narasi tambahan. Namun begitulah, kemasyhurannya tidak lepas dari kemasyhuran sosok al-Zamakhsyari, mufasir besar yang sangat dikenal oleh pengkaji tafsir hingga dewasa ini. Seakan momen itu ikut menegaskan martabat keulamaan Najmuddin al-Nasafi. Riwayat kisah itu salah satunya dituturkan oleh Muhammad al-Qarasyi, penyusun kitab al-Jawahir al-Madliyyah fi Thabaqat al-Hanafiyah. Lengkapnya sebagai berikut:

Dikisahkan suatu ketika Najmuddin al-Nasafi hendak mengunjungi al-Zamakhsyari di Mekkah. Setibanya di kediaman tokoh itu, dia lalu mengetuk pintu, memohon izin untuk masuk. Lalu al-Zamakhsyari menyahut dari dalam:

“Siapa itu yang mengetuk pintu?”

“’Umar.”

“Pergilah!”

“Wahai Tuanku, ‘Umar tidak akan pergi.”

“Jika ditolak, dia akan pergi.”

(al-Jawahir al-Madliyyah, 2/675)

Selesai. Tidak ada kelanjutannya. Sekilas, kisah ini mengesankan bahwa Najmuddin al-Nasafi tidak sampai masuk ke kediaman al-Zamakhsyari, bahkan diusir. Namun demikian, Maher Adib Habbusy, pen-tahqiq al-Taysir fi al-Tafsir salah satu karya Najmuddin al-Nasafi yang telah bergelut selama kurang lebih 15 tahun mempelajari kehidupan dan karyanya itu, memberikan komentar menarik tentang kisah tersebut.

Dia mengkonfirmasi bahwa begitulah kisah itu diriwayatkan dalam beberapa literatur, tidak kurang tidak lebih. Tak dapat dipastikan bahwa pertemuan itu berhenti di situ saja ataukah hanya potongan kisah belaka. Namun poinnya, pertemuan kedua ulama besar itu terjadi. Tidak masuk akal bahwa Najmuddin al-Nasafi sudah tiba di depan pintu tapi langsung diusir begitu saja. Itu sama sekali tidak mencerminkan pribadi al-Zamakhsyari.

Baca juga: Kisah Khuzaimah bin Tsabit dalam Penulisan Surah Alahzab Ayat 23

Di samping itu, jawaban spontan al-Zamakhsyari “Pergilah!” ketika Najmuddin al-Nasafi mengatakan dirinya “’Umar” menunjukkan bahwa dia telah mengenal tamunya itu. Tak ada pertanyaan lanjutan, “Siapa itu ‘Umar?” dan lain sebagainya. Kemungkinan bahwa keduanya telah bertemu atau meskipun tidak bertemu pernah berkomunikasi, misalnya lewat surat.al-Zamakhsyari tahu bahwa dia bakal mendapat tamu. Percakapan itu alih-alih bermakna permusuhan, justru menunjukkan keakraban antara keduanya. Seakan keduanya telah begitu dekat sehingga percakapan yang terjadi begitu ringkas dan bernuansa guyon. (Muqaddimah al-Taysir fi al-Tafsir, 1/6)

Penjelasan Adib Habbusy di atas nampaknya lebih dapat diterima daripada hanya membaca potongan kisah itu lalu langsung mengambil kesimpulan mutlak. Pasalnya, kisah itu dimuat dalam beberapa kitab biografi ulama ketika menuliskan sosok Najmuddin al-Nasafi. Biasanya, informasi seputar biografi ulama berisi hal-hal yang sekiranya menjadi atribut penting dan istimewa bagi seorang tokoh. Juga tidak disebutkan keterangan apa-apa menyangkut kisah unik itu. Jadi sah-sah saja diinterpretasi seperti demikian. Namun, yang perlu dikedepankan dalam hal ini yaitu berbaik sangka (husnudzan).

‘Ala kulli hal, sejarah mencatat kedua mufasir tersebut adalah ulama besar di zamannya yang diakui luas oleh banyak orang hingga kini. Masing-masing memiliki keistimewaan dan peran penting dalam perkembangan keilmuan Islam, khususnya dalam bidang tafsir Alquran. Wallahua’lam.