BerandaKhazanah Al-QuranRagam Sumber Penyalinan Mushaf Alquran

Ragam Sumber Penyalinan Mushaf Alquran

Sebuah diskusi singkat yang penulis lakukan beberapa waktu yang lalu memberikan wawasan yang cukup penting terkait dengan upaya penyalinan mushaf Alquran. Selama lebih dari 14 abad, setidaknya terdapat dua model penyalinan mushaf Alquran berdasarkan keragaman sumber yang digunakan. Tulisan singkat ini berupaya memberikan penjelasan atas dua sumber tersebut.

Baca juga: Melihat Decentering Islamic Studies dari Kacamata Mushaf Nusantara

Beberapa catatan dalam literatur ilmu Alquran pada dasarnya telah memberikan penjelasan. Meski tentunya tidak secara eksplisit disebut sebagai sumber penyalinan mushaf Alquran. Dua sumber tersebut adalah, pertama, script tulisan tangan yang diproduksi di masa Nabi saw., dan kedua, catatan ortografi yang tersimpan dalam berbagai literatur ilmu-ilmu Alquran.

Catatan ortografi di sini dimaksudkan sebagai sistem ejaan suatu bahasa (KBBI). Dalam konteks mushaf Alquran, catatan ini mencakup disiplin ilmu rasm dan ilmu dlabth yang mencakup tanda titik (naqth al-i‘jam) dan tanda harakat (naqth al-i‘rab).

Sumber skrip tulisan tangan

Penyalinan mushaf Alquran yang bersumber dari skrip tulisan tangan adalah mushaf-mushaf yang berasal dari era awal penulisan, seperti mushaf era Abu Bakar (13 H.) yang dikenal dengan sebutan Shuhuf dan mushaf era ‘Utsman bin ‘Affan (w. 34 H./656 M.) yang dikenal dengan Mushaf ‘Utsmaniy.

Suhuf Abu Bakar, sebagaimana diceritakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (w. 256 H./870 M.) dan Ahmad (w. 241 H./855 M.), merupakan hasil kodifikasi (jam‘) tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit (w. 45 H.). Meski terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai bentuk fisik dari Suhuf itu sendiri, akan tetapi disepakati bahwa kodifikasi Zaid ini berasal dari tulisan individual sahabat di masa itu.

Terkait perbedaan pendapat mengenai fisik Suhuf, sebagian ulama menyebutkan bahwa ia merupakan murni produk penyalinan. Artinya bukan apa yang diterima dari para sahabat kemudian disusun menjadi satu, tetapi benar-benar melakukan penulisan baru. Pendapat ini sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Syihab (al-Zuhriy (w. 123/124 H.).

Baca juga: Upaya Penyusunan Kembali Mushaf Kuno Madinah

Sedangkan pendapat lainnya menyebutkan bahwa kodifikasi yang dilakukan Zaid bin Tsabit adalah menghimpun skrip tulisan yang dimiliki para sahabat. Pendapat ini sebagaimana disebutkan oleh Ahmad Fathoni. Menurutnya, masa pemerintahan Abu Bakar yang terlampau singkat tidak memungkinkan untuk melakukan penyalinan ulang.

Untuk Mushaf ‘Utsmaniy, penyalinannya bersumber dari Suhuf Abu Bakar yang ketika itu telah berada di tangan Hafshah (w. 47 H.). Penyalinan ini, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, dilakukan atas desakan Hudzaifah ibn al-Yaman (w. 36 H.) setelah melihat banyaknya sahabat yang meninggal karena peristiwa Armenia dan Azerbaijan.

Dalam prosesnya, penyalinan mushaf edisi ini juga dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dengan dibantu tiga sahabat lainnya, yakni ‘Abdullah bin al-Zubair, Sa‘id bin al-‘Ash, dan ‘Abd al-Rahman bin al-Harits. ‘Utsman memberikan pesan yang masyhur kepada mereka,

إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وَ زَيْدٌ بْنُ ثَابِتٍ فِيْ شَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ فَاكْتُبُوْهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ. فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلِسَانِهِمْ

“Jika terdapat perselisihan di antara kalian dan Zaid bin Tsabit dalam suatu hal mengenai Alquran maka tulislah dengan lisan Quraisy. Karena dengan lisan mereka ia turun.”

Sumber catatan ortografi

Penyalinan mushaf yang bersumber dari catatan ortografi merupakan upaya penyalinan yang dilakukan dengan merujuk pada perkembangan berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan penulisan Alquran. Literatur yang digunakan mencakup ilmu rasm dan dlabth. Beberapa mushaf yang dapat penulis sebutkan di sini di antaranya Mushaf Madinah riwayat Hafsh (w. 180 H./796 M.), Mushaf Al-Jamahiriyyah Libya riwayat Qalun (w. 220 H.), dan Mushaf Standar Indonesia riwayat Hafsh.

Merujuk pada informasi yang diberikan Zainal Arifin, Mushaf Madinah merupakan upaya pengembangan mushaf edisi Mesir tahun 1923 M. Mushaf Mesir ini sendiri merupakan mushaf yang disalin oleh M. Ridwan al-Mukhallalatiy (w. 1311 H./1893 M.) dengan memberikan perhatian lebih kepada aspek rasm dan dlabth-nya.

Al-Mukhallalatiy mencoba merekonstruksi ulang penulisan rasm dengan merujuk pada Al-Muqni‘ fi Rasm Mashahif al-Amshar karya Abu ‘Amr bin ‘Utsman al-Daniy (w. 444 H./1052 M.) dan Al-Tabyin li Hija’ al-Tanzil karya Abu Dawud Sulaiman bin Najah (w. 496 H./1102 M.).

Dalam kajiannya, Arifin juga menemukan bahwa selain merujuk kepada dua kitab tersebut, Mushaf Madinah juga diketahui merujuk pada Al-Munshif karya Abu al-Hasan bin Muhammad al-Muradiy al-Andalusiy atau Al-Balansiy (w. 563 H./1168 M.) dan Maurid al-Dham’an fi Rasm al-Qur’an karya Muhammad bin Muhammad al-Syuraisyiy Al-Kharraz (w. 718 H./1318 M.).

Baca juga: Jejak Manuskrip Qiraat Al-Quran di Kalimantan Selatan

Akan tetapi dalam riwayat penulisan yang diunggulkan, Mushaf Madinah cenderung kepada riwayat Abu Dawud dalam kitabnya Al-Tanzil. Hal ini berbeda dengan Mushaf Al-Jamahiriyyah Libya dan Mushaf Standar Indonesia yang cenderung kepada riwayat Al-Daniy dalam Al-Muqni‘.

Mushaf Libya ini, dalam lembar identitas mushafnya (Al-Ta‘rif bi al-Mushhaf), menyebutkan bahwa alasan pemilihan riwayat Al-Daniy sebagai tarjih adalah karena riwayat tersebut merupakan yang masyhur berkembang di beberapa wilayah di Libya, seperti Tajura, Msallata, Zliten, dan Al-Khums. Selain itu, penyalinan mushaf menggunakan riwayat ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

Sedangkan Mushaf Standar Indonesia, dalam lembar identitasnya dapat diketahui bahwa ia disalin dengan mengacu pada rasm riwayat Al-Daniy dalam kitabnya Al-Muqni‘ dan Abu Dawud dalam kitabnya Al-Tanzil serta ulama muhaqqiq lainnya, termasuk Al-Suyuthiy (w. 911 H./1505 M.) dengan Al-Itqan-nya. Sementara dalam bidang dlabth, salah satu rujukan yang digunakan adalah Al-Thiraz ‘ala Dlabth al-Kharraz.

Itu tadi merupakan ragam penyalinan mushaf Alquran berdasarkan keragaman sumber yang digunakan. Yang perlu diketahui adalah meskipun sumber yang digunakan berbeda, tetapi muara dari kesemuanya adalah sama. Hal ini dikarenakan catatan ortografi dari berbagai disiplin ilmu Alquran merujuk pada skrip awal penulisan mushaf Alquran (selengkapnya dapat dibaca dalam Kritik Sumber Ilmu Rasm Utsmaniy). Wallahu a‘lam bi al-shawab. []

Nor Lutfi Fais
Nor Lutfi Fais
Santri TBS yang juga alumnus Pondok MUS Sarang dan UIN Walisongo Semarang. Tertarik pada kajian rasm dan manuskrip kuno.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

0
Dalam Islam, setiap waktu memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri. Salah satunya ialah waktu antara Maghrib dan Isya. Di waktu yang singkat tersebut umat Islam...