BerandaTafsir TahliliTafsir Surah At-Tur ayat 18-20

Tafsir Surah At-Tur ayat 18-20

Dalam Tafsir Surah At-Tur ayat 18-20 ini dibuka dengan penggambaran rasa suka cita balasan Allah kepada mereka yang selama di dunia takut akan murka Allah dan menjalankan ibadah kepada Allah.

Tafsir Surah At-Tur ayat 18-20 menjelaskan bahwa mereka akan diberi nikmat berada hidup di akhirat sebagai buah amal shaleh selama hidup di dunia. Kelak, di akhirat Allah akan memberikan pasangan yang bermata jeli dan indah, serta menghilangkan segala macam kecemasan, kelelahan ataupun kekhawatiran.


Baca Juga: Benarkah Musibah adalah Adzab dari Allah? Gus Baha: Bukan Hak Kita Menjudge!


Ayat 18

Dalam ayat ini digambarkan bahwa mereka merasakan suka cita dan kebahagiaan yang penuh karena anugrah dan hadiah-hadiah yang dilimpah-kan Allah kepadanya. Mereka tidak pernah terganggu oleh segala macam was-was atau dihinggapi oleh perasaan lelah. Mereka betul-betul berada dalam kesenangan dan kenikmatan serta kelezatan luar biasa, muka mereka berseri-seri, ceria, dan riang gembira. Mereka telah diselamatkan oleh Tuhannya dari azab. Mereka kini merasakan segala kenikmatan dan jauh dari kesengsaraan. Itulah kesenangan yang benar dan nikmat yang abadi.

Ayat 19

Dalam ayat ini Allah membolehkan mereka memakan dan meminum apa yang telah tersedia berupa segala makanan dan minuman yang lezat-lezat. Mereka tidak lagi khawatir bahaya yang akan menimpa seperti halnya apa yang mereka saksikan di dunia tentang adanya bahaya makanan dan minuman. Semua itu sebagai balasan terhadap segala amal baik mereka dan sebagai balasan atas kesungguhan mereka di dunia dalam berbakti kepada Allah swt. Mereka betul-betul merasa nikmat di akhirat itu.

Diriwayatkan bahwa Rabi’ bin Hisyam melakukan salat sepanjang malam. Lalu seorang bertanya kepadanya mengapa ia melelahkan dirinya seperti itu. Maka jawabannya bahwa ia memerlukan istirahat di akhirat nanti. Dalam ayat yang lain yang sama artinya Allah berfirman:

كُلُوْا وَاشْرَبُوْا هَنِيْۤـًٔا ۢبِمَآ اَسْلَفْتُمْ فِى الْاَيَّامِ الْخَالِيَةِ   ٢٤

(Kepada mereka dikatakan),“Makan dan minumlah dengan nikmat karena amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (al-Haqqah 69: 24)

Perkataan hani’an dalam ayat ini berarti kenikmatan makanan dan minuman dan terhindar dari segala apa yang membahayakan.

Orang yang makan di dunia kadang-kadang mendatangkan penyakit dan lain-lain, sehingga ia kurang tenang dan kurang enak makan. Atau ia takut akan segera habisnya makanan itu sehingga ia harus mencarinya lagi. Atau karena habis, lalu kemudian harus memasak lagi hingga matang dan dapat dimakan. Hal-hal seperti ini tidak akan ditemui di surga.

Perkataan “bima kuntum tamalun” dalam ayat ini, berarti sebagai balasan yang telah kamu perbuat di dunia, hal ini sebagai isyarat bahwa Allah telah memenuhi apa yang telah dijanjikan oleh-Nya di dunia, sebab tidak ada nikmat di dunia yang bisa diperoleh tanpa adanya susah payah dahulu. Berlainan halnya dengan nikmat di akhirat. Nikmat di akhirat sebagai balasan atas iman dan amal saleh di dunia sebagaimana dijelaskan oleh Allah di dalam firman-Nya:

يَمُنُّوْنَ عَلَيْكَ اَنْ اَسْلَمُوْا ۗ قُلْ لَّا تَمُنُّوْا عَلَيَّ اِسْلَامَكُمْ ۚبَلِ اللّٰهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ اَنْ هَدٰىكُمْ لِلْاِيْمَانِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ   ١٧

Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan ke-islamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuk-kan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (al-Hujurat/49: 17)

Ayat 20

Kemudian Allah menyebutkan apa yang mereka nikmati misalnya kasur-kasurnya (dipan-dipannya). Mereka duduk di sofa yang berjajar dengan santai tanpa suatu apapun yang membebani hati mereka. Tidak ada satu masalah pun yang mesti mereka hadapi waktu itu, sebab barang siapa yang duduk, sedangkan ia menghadapi suatu masalah atau di bebani pikiran oleh suatu masalah berarti pikiran dan hatinya tidak tenteram. Pada ayat ini dipergunakan kata-kata yajlis (duduk) bukan kata-kata yattaki’u (duduk santai). Dengan maksud untuk menjelaskan keadaan duduk seseorang yang diliputi kepuasan dan ketenteraman. Maka keadaan di surga itu menunjukkan suatu keadaan yang tenang, tanpa kesusahan, tanpa beban dan tanpa masalah. Dalam ayat yang lain yang sama artinya dikatakan:

عَلٰى سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِيْنَ

Duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (al-Hijr/15: 47)

Duduk santai sekadar ungkapan, sebagai salah satu contoh tentang kebebasan yang sebenarnya di dalam surga sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad saw:

إِنََّ الرَّجُلَ لَيَتَّكِئُ المُتَّكَأَ مِقْدَارَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً مَا يَتَحَوَّلُ عَنْهُ وَﻻَيَمَلُّهُ يَأْتِيْهِ مَا اشْتَهَتْ نَفْسُهُ وَلَذَّتْ عَيْنُهُ. (رواه ابن أبي حاتم)

“Seseorang di dalam surga duduk santai selama 40 (empat puluh) tahun tidak berpindah dan tidak membosankannya, datang kepadanya (tanpa diusahakan) apa-apa yang diingini oleh hatinya dan disenangi oleh matanya.” (Riwayat Ibnu Abi Hatim)

Kemudian diterangkan bahwa mereka di sana menikmati pasangan-pasangan mereka. Allah telah memberi mereka istri-istri yang cantik yang bermata jeli.

(Tafsir Kemenag)


Baca Juga: Bidadari Surga dan Esensi Ganjaran Ukhrawi


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...