Tafsir Surah Saba’ Ayat 51-54 mejelaskan tentang keadaan orang kafir ketakutan dihadapan Allah Swt. Ketika itu, kesalahan mereka terekam dengan baik, mereka tidak bisa mengelak dari persidangan itu,pun tidak bisa kabur dan kembali menebus kesalahan mereka. Sebab, pintu taubat sudah tertutup total, sama seperti yang dialami oleh umat-umat terdahulu. Seandainya mereka semasa hidup mau belajar dari masa lalu, niscaya mereka tidak akan mengalami siksa dan penyesalan yang mendalam.
Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Saba’ Ayat 48-50
Ayat 51
Pada ayat ini dijelaskan bahwa andaikata Rasulullah menyaksikan bagaimana orang-orang kafir itu nanti ketakutan di depan Allah, maka beliau akan menyaksikan peristiwa yang hebat sekali.
Pada waktu itu, orang-orang kafir itu dihadapkan kepada siksa Allah. Tempat melarikan diri tidak ada, begitu juga kemungkinan adanya pertolongan, atau tempat untuk berlindung.
Oleh karena itu, gemparlah mereka dalam ketakutan yang luar biasa. Pada waktu itulah mereka dibekuk dengan mudah tanpa berkutik karena sudah terpojok di Padang Mahsyar yang menyesakkan.
Ayat 52
Pada waktu itulah mereka bertobat dengan mengikrarkan iman mereka kepada Allah, para rasul-Nya, dan Al-Qur’an. Mereka mengikrarkan iman yang tulus sekali karena semua bukti yang tadinya mereka ragukan telah nyata dan telah terbukti. Ikrar iman seperti itu dilukiskan dalam ayat lain:
وَلَوْ تَرٰىٓ اِذِ الْمُجْرِمُوْنَ نَاكِسُوْا رُءُوْسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۗ رَبَّنَآ اَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا اِنَّا مُوْقِنُوْنَ
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin.” (as-Sajdah/32: 12)
Mengikrarkan iman untuk bertobat pada waktu itu tidak mungkin lagi mencapai maksud yang diharapkan, karena mereka sudah berada di tempat yang sangat jauh yaitu akhirat.
Di tempat yang sangat jauh seperti itu tidak mungkin lagi mencari keselamatan. Tempat mencari keselamatan dengan beriman dan beramal saleh adalah di dunia, tetapi masa itu sudah berlalu dan mereka tidak mungkin lagi dikembalikan ke sana. Oleh karena itu, tobat dan ikrar iman mereka itu tidak berguna dan tidak mungkin diterima.
Baca Juga : Tafsir Ayat Syifa: Menebar Keselamatan dan Mencegah Kegaduhan
Ayat 53
Dijelaskan lebih lanjut bahwa mereka tidak mungkin lagi mencari keselamatan di tempat yang jauh itu karena semasa hidup di dunia mereka ingkar sekali. Mereka tidak mau mengimani Allah, para rasul-Nya, Al-Qur’an, dan hari kemudian.
Sebab mereka tidak mau beriman adalah karena mereka melontarkan dugaan-dugaan yang tidak beralasan sama sekali. Mereka menyangka yang lain dari Allah sebagai Tuhan, menuduh Nabi Muhammad saw. penyair, dukun, penyihir, gila, dan sebagainya, menyatakan Al-Qur’an dongeng, mimpi, atau sihir, dan menyangka bohong adanya hari kemudian beserta surga dan neraka.
Semua itu mereka nyatakan tanpa dasar pengetahuan, tetapi hanya berdasarkan dugaan. Dugaan itu diibaratkan orang yang melempar sesuatu yang tidak jelas secara serampangan dari tempat yang jauh. Ia tidak tahu apakah lemparan itu mengenai sasaran atau tidak.
Dalam al-Kahf/18: 22 tindakan itu dilukiskan dengan ungkapan: rajman bil-gaib, yaitu membidik sesuatu yang tidak jelas secara serampangan atau menerka-nerka sesuatu tanpa dasar sama sekali.
Ayat 54
Pada ayat ini dijelaskan bahwa antara orang itu dengan harapannya untuk bertobat dan terlepas dari siksa terganjal total, tidak mungkin terjadi sama sekali, seakan-akan di antara keduanya telah terbangun tembok tebal yang besar.
Dambaan itu sama halnya dengan apa yang diharapkan umat-umat sebelum mereka. Umat-umat itu semenjak awal selalu membangkang dan baru beriman ketika bencana sebagai hukuman sudah di depan mata.
Tentu saja tobat dan iman pada waktu sudah terpaksa seperti itu tidak diterima, sebagaimana dinyatakan dalam ayat lain:
فَلَمَّا رَاَوْا بَأْسَنَاۗ قَالُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَحْدَهٗ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهٖ مُشْرِكِيْنَ ٨٤ فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ اِيْمَانُهُمْ لَمَّا رَاَوْا بَأْسَنَا ۗسُنَّتَ اللّٰهِ الَّتِيْ قَدْ خَلَتْ فِيْ عِبَادِهِۚ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكٰفِرُوْنَ ࣖ ٨٥
Maka ketika mereka melihat azab Kami, mereka berkata, “Kami hanya beriman kepada Allah saja dan kami ingkar kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah.” Maka iman mereka ketika mereka telah melihat azab Kami tidak berguna lagi bagi mereka. Itulah ketentuan Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan ketika itu rugilah orang-orang kafir. (al-Mu’min/40: 84-85)
Mereka tidak beriman di dunia karena selalu sangsi mengenai kebenaran Al-Qur’an dan ragu untuk menerima kebenarannya. Padahal, Al-Qur’an tidak perlu diragukan lagi oleh manusia, karena merupakan wahyu Allah, disampaikan oleh Jibril, diterima Nabi Muhammad, dan isinya benar. Keraguan hanya akan menghasilkan kekafiran, dan kekafiran hanya akan membuahkan kesengsaraan di akhirat.
(Tafsir Kemenag)