BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Shad Ayat 47-49

Tafsir Surah Shad Ayat 47-49

Tafsir Surah Shad Ayat 47-49 masih memaparkan kisah-kisah para Nabi, yang tulus dan gigih dalam menegakkan ketauhidan Allah Swt. Diantara penjelasan yang disinggung dalam tafsir ini adalah tentang kebersihan jiwa para utusan Allah, bahwa mereka adalah orang-orang pilihan yang patut ditiru, yaitu bagaimana mereka menjalin hubungan kepada Allah serta menjaga hati dari sifat yang keji.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Shad Ayat 44-46


Ayat 47

Pada ayat ini, Allah menegaskan bahwa para hamba pilihan-Nya, yaitu Ibrahim, Ishak, dan Yakub, benar-benar mempunyai jiwa yang bersih.

Tidak tersirat sedikit pun dalam jiwa mereka sifat-sifat yang tercela, seperti sifat dengki dan takabur, melainkan terpancar dari dalam diri mereka sifat-sifat yang terpuji yang menjadi teladan dan contoh yang baik bagi kaumnya.

Pelajaran yang dapat diambil dari ayat ini ialah, jiwa yang bersih dan akal yang sehat merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang menginginkan kemuliaan baik dunia maupun akhirat.

Orang yang jiwanya bersih dan akalnya sehat tentu melihat tanda-tanda kebesaran Allah yang ada pada dirinya dan ada di langit dan bumi seisinya.

Sedang orang yang jiwanya kotor dan pikirannya terbelenggu oleh kebendaan, tentu tidak akan melihat tanda-tanda kebesaran Allah dan tidak akan melihat kebenaran wahyu yang dibawa oleh rasul.


Baca Juga: Cara Menghayati Kebaikan Allah Swt dan Kebesaran-Nya dalam Al-Quran


Ayat 48

Pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw agar mengisahkan nabi-nabi yang lain, yaitu Ismail, Ilyasa’, dan Zulkifli kepada kaumnya. Mereka ini adalah nabi-nabi yang gigih memperjuangkan tegaknya agama Allah di tengah-tengah kaumnya.

Ayat ini memisahkan penyebutan Ismail dengan ayahnya Ibrahim. Hal ini mengisyaratkan adanya perpisahan antara keduanya. Memang Nabi Ismail berpisah dengan ayahnya, setelah beliau ditinggal bersama ibunya, Hajar, di Mekah.

Thahir bin Asyur, seperti yang dikutip Quraish Shihab, memahami bahwa pemisahan itu karena Nabi Ismail kelak akan menjadi kakek moyang dari umat yang besar, yaitu bangsa Arab. Sedang Ishak dan Yakub disatukan dengan Ibrahim karena mereka memang menjadi kakek moyang Bani Israil.

Penggabungan Ilyasa’ dan Ismail karena adanya persamaan antara keduanya, antara lain mereka sama-sama sebagai manusia pilihan, kedudukan Ilyasa’ di kalangan Bani Israil serupa dengan kedudukan Ismail di kalangan keturunan Ibrahim.

Kesamaan itu adalah Ilyasa‘ membantu Nabi Ilyas, sebagaimana Ismail membantu Ibrahim.

Menurut asy-Syaukani dalam Tafsir Fath al-Qadir disebutkan bahwa penggabungan penyebutan Zulkifli, Ilyasa’, dan Ismail karena mereka mempunyai kesamaan, yaitu orang-orang penyabar.

Pada penghujung ayat, Allah menegaskan bahwa mereka ini adalah hamba-hamba Allah yang paling baik, berakhlak tinggi, berbudi luhur, dan membimbing kaumnya agar taat kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan.

Ayat 49

Allah menjelaskan bahwa ayat-ayat yang menceritakan kemuliaan para nabi dan kebahagiaan mereka di akhirat adalah kehormatan bagi mereka untuk selalu diingat oleh manusia.

Di samping memperoleh kemuliaan di dunia, mereka pun disediakan tempat kembali yang baik di akhirat.

Pada ayat ini, para nabi dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang yang takwa, agar orang-orang yang memperhatikan seruan Rasulullah pada saat mendengar firman Allah ini menjadi sadar bahwa apabila mereka mau mencontoh dan meneladani perjuangan para rasul itu, tentu mereka juga akan memperoleh kehormatan di dunia dan kebaikan di akhirat.

Demikian pula orang-orang yang mau melaksanakan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya, tentu akan memperoleh nasib yang sama.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Shad 50-56


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...