Tafsir Surah Shad Ayat 44-46

Tafsir Surah Shad
Tafsir Surah Shad

Tafsir Surah Shad Ayat 44-46 berbicara tentang kisah-kisah para Nabi, diantara Nabi yang diceritakan dalam tafsir ini adalah antara Nabi Ayub dan istrinya, kemudian diulas pula sedikit kisah Ibrahim dan Ya’qub. Kisah-kisah Nabi terdahulu memang sengaja Allah terangkan kembali kepada manusia, supaya mereka bisa mengambil pelajaran darinya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Shad Ayat 39-43


Ayat 44

Kemudian Allah mengisahkan keringanan hukuman bagi istrinya yang diberikan kepada Ayub. Allah memerintahkan agar Ayub mengambil seberkas rumput untuk dipukulkan kepada istrinya. Pukulan rumput ini cukup sebagai pengganti dari sumpah yang pernah ia ucapkan.

Dalam ayat-ayat Al-Qur’an tidak disebutkan apa sebab ia bersumpah dan apa sumpahnya. Hanya hadis sajalah yang menyebutkan bahwa ia bersumpah karena istrinya, yang bernama Rahmah putri Ifraim, pergi untuk sesuatu keperluan dan terlambat datang.

Ayub bersumpah akan memukulnya 100 kali apabila ia sembuh. Dengan pukulan seikat rumput itu, ia dianggap telah melaksanakan sumpahnya, sebagai kemurahan bagi Ayub sendiri dan bagi istrinya yang telah melayaninya dengan baik pada saat sakit.

Dengan adanya kemurahan Allah itu, Ayub pun terhindar dari melanggar sumpah.

Di akhir ayat, Allah memuji bahwa Ayub adalah hamba-Nya yang sabar, baik, dan taat. Sabar menghadapi cobaan yang diberikan kepadanya, baik cobaan yang menimpa dirinya, hartanya, serta keluarganya.

Dia dimasukkan dalam golongan hamba-Nya yang baik perangainya karena tidak mudah berputus asa, dan menumpahkan harapannya kepada Allah.

Dia juga sebagai hamba-Nya yang taat, karena kegigihannya memperjuangkan perintah-perintah agama serta memelihara diri, keluarga, dan kaumnya dari kehancuran.

Mengenai ketaatan Ayub dapat diketahui dari sebuah riwayat bahwa apabila ia menemui cobaan mengatakan:

اَللّهُمَّ أَنْتَ أَخَذْتَ وَأَنْتَ أَعْطَيْتَ

“Ya Allah, Engkaulah yang mengambil dan Engkau pula yang memberi.”;Pada waktu bermujanat ia pun berkata:

اِلٰهِيْ قَدْ عَلِمْتَ أَنَّهُ لَمْ يُخَالِفْ لِسَانِيْ قَلْبِيْ وَلَمْ يَتَّبِعْ قَلْبِيْ بَصَرِيْ وَلَمْ يَلْهَنِيْ مَا مَلَكَتْ يَمِيْنِيْ وَلَمْ اَكَُلْ إِلاَّ وَمَعِيَ يَتِيْمٌ وَلَمْ أَبِتْ شَبْعَانَ وَلاَ كَاسِيًا وَمَعِيْ جَائِعٌ أَوْ عُرْيَانُ.

“Ya Tuhanku, “Engkau telah mengetahui betul bahwa lisanku tidak akan berbeda dengan hatiku, hatiku tidak mengikuti penglihatan, hamba sahaya yang kumiliki tidak akan mempermainkan aku, aku tidak makan terkecuali bersama-sama anak yatim dan aku tidak berada dalam keadaan kenyang dan berpakaian sedang di sampingku ada orang yang lapar atau telanjang.”


Baca Juga: Surah Ibrahim Ayat 28: Larangan Memanipulasi Nikmat Allah Swt dalam Konteks Berbangsa


Ayat 45

Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengisahkan kepada kaumnya perjuangan Nabi Ibrahim, dan putra beliau Ishak yang juga diangkat menjadi nabi, serta cucunya Yakub yang mencapai derajat kenabian juga.

Mereka itu hamba-hamba Allah yang terkenal ketabahannya dan mencapai kemuliaan karena ketaatannya kepada Allah.

Karena perjuangannya yang gigih dalam menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan, mereka ini dilimpahi kekuatan oleh Allah untuk memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas dan kekuatan untuk memimpin kaumnya ke jalan yang terang, jauh dari kesesatan.

Mereka juga diberi kemampuan untuk melaksanakan amal perbuatan yang diridai Allah, yang bermanfaat bagi kepentingan hidup kaumnya di dunia dan kebahagiaan mereka di akhirat.

Pada ayat ini terdapat sindiran bagi kaum musyrikin bahwa apabila mereka tidak mau mengambil pelajaran dari kisah tersebut tentulah mereka akan tetap berada dalam kesesatan dan di akhirat nanti mereka akan mengalami penderitaan yang sangat mengerikan.

Ayat 46

Pada ayat ini, Allah menjelaskan sebab-sebab para nabi tersebut mencapai kemuliaan baik dunia maupun akhirat adalah karena memelihara kebersihan jiwa dan menjauhkan diri dari dosa yang tercela.

Karena jiwa mereka bersih dari noda-noda kemusyrikan, maka mereka ikhlas menaati perintah-perintah Allah.

Juga karena mereka selalu menjauhi perbuatan-perbuatan tercela, maka mereka gigih dalam memperjuangkan kebenaran dan melenyapkan kebatilan.

Dengan demikian, tergambarlah dalam jiwa mereka akhlak yang tinggi, dan sifat yang mulia yang menyebabkan mereka patut diteladani.

Seluruh kegiatan mereka baik berupa tenaga, harta, maupun pikiran, semata-mata dipergunakan untuk peribadatan secara murni, dengan tujuan ingin mendapat rida Allah dan menjunjung tinggi kalimat tauhid.

Dengan landasan itu, mereka selalu memperingatkan kaumnya pada kehidupan akhirat yang kekal.

Kenikmatan di dunia yang hanya sementara itu hendaknya dijadikan sarana untuk berbakti pada Allah, sehingga dengan demikian mereka di akhirat memperoleh kenikmatan yang tiada putus-putusnya, yang disediakan bagi hamba-hamba yang mendapatkan keridaan-Nya.

Sedang hamba-hamba yang ingkar dan selalu bergelimang dalam kesesatan hidup, akan merasakan azab yang sangat pedih.

 (Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Shad 47-49