Pada pembahasan sebelumnya dipaparkan mengenai Tindakan orang zalim seperti menghalangi menyebut nama Allah dan merobohkan masjid-masjid. Selanjutnya Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 115-116 membahas tentang arah kiblat ketika dalam perjalanan.
Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 114
Pada Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 115-116 juga menjelaskan persekutuan orang Yahudi dan Nasrani kepada Allah yang mengatakaan bahwa Allah mempunyai anak.
Ayat 115
Sebab turunnya ayat ini ialah seperti diriwayatkan oleh Jabir sebagai berikut: Kami telah diutus oleh Rasulullah saw dalam suatu peperangan dan aku termasuk dalam pasukan itu.
Ketika kami berada di tengah perjalanan, kegelapan mencekam kami, sehingga kami tidak mengetahui arah kiblat. Segolongan di antara kami berkata, Kami telah mengetahui arah kiblat, yaitu ke sana, ke arah utara. Maka mereka salat dan membuat garis di tanah.
Sebagian kami berkata, Arah kiblat ke sana ke arah selatan. Dan mereka membuat garis di tanah. Tatkala hari subuh dan matahari pun terbit, garis itu mengarah ke arah yang bukan arah kiblat.
Tatkala kami kembali dari perjalanan dan kami tanyakan kepada Rasulullah saw tentang peristiwa itu, maka Nabi saw diam dan turunlah ayat ini.
Allah swt menegaskan pemilikan-Nya terhadap seluruh alam ini. Dia sendiri yang mengaturnya, mengetahui apa saja yang terjadi di dalamnya, baik kecil maupun besar. Firman Allah:
وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ
…Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (al Hadid/57:4)
Firman Allah yang lain:
مَا يَكُوْنُ مِنْ نَّجْوٰى ثَلٰثَةٍ اِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ اِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَآ اَدْنٰى مِنْ ذٰلِكَ وَلَآ اَكْثَرَ اِلَّا هُوَ مَعَهُمْ اَيْنَ مَا كَانُوْا
…Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia pasti ada bersama mereka di mana pun mereka berada… (al Mujadilah/58:7)
رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَّعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِيْنَ تَابُوْا وَاتَّبَعُوْا سَبِيْلَكَ
… (Mereka berkata), Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama)-Mu … (al Mu′min/40: 7)
Karena itu pada dasarnya, ke mana saja manusia menghadapkan mukanya dalam berdoa atau beribadah, ke timur, barat, utara, selatan, ke bawah, ke atas, dan sebagainya, pasti doa dan ibadahnya itu didengar Allah dan sampai kepada-Nya.
Ayat ini membantah kepercayaan bahwa Allah mempunyai tempat, bahwa doa atau ibadah akan didengar dan sampai kepada Allah bila hamba yang berdoa dan beribadah itu menghadap ke arah tertentu saja atau suatu tempat yang dianggap lebih mulia dari tempat yang lain dan sebagainya. Kata wajh banyak sekali artinya. Dalam ayat ini berarti kehadiran .
Berdasarkan ayat di atas dan sebab turunnya, dapat ditetapkan hukum sebagai berikut:
- Kiblat itu pada dasarnya ialah seluruh arah. Kemana saja hamba menghadap pasti menemui wajah Allah. Untuk memelihara kesatuan dan persatuan kaum Muslimin ditetapkanlah Ka’bah sebagai arah kiblat.
- Apabila hari sangat gelap dan arah kiblat tidak diketahui, maka boleh salat menghadap ke arah yang diyakini sebagai kiblat. Jika ternyata kemudian arah itu bukan arah kiblat maka salatnya tetap sah.
- Bagi orang yang berada di atas kendaraan yang sedang berjalan, ia boleh berkiblat ke arah yang dia sukai. Sebagian ulama menganjurkan berkiblat ke arah depan dari kendaraan itu.
Baca juga: Keistimewaan Ka’bah dalam Al-Quran dan Pahala Memandangnya
Ayat 116
Pengakuan lisan dan hati orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa Allah mempunyai anak. Orang Yahudi mengatakan Uzair putra Allah, sedang orang Nasrani mengatakan bahwa Almasih putra Allah.
وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرُ ِۨابْنُ اللّٰهِ وَقَالَتِ النَّصٰرَى الْمَسِيْحُ ابْنُ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِاَفْوَاهِهِمْ
Dan orang-orang Yahudi berkata, ”Uzair putra Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, ”Almasih putra Allah.” Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka. (at Taubah/9: 30)
Kedua kepercayaan itu pada dasarnya adalah sama, yaitu menyatakan bahwa Allah mempunyai anak dan berarti mereka mempersekutukan Allah, menyatakan bahwa Allah memerlukan pembantu dalam mengurus alam ini, menyatakan bahwa Allah mempunyai suatu cita-cita dan cita-cita itu akan dilanjutkan oleh putra-Nya seandainya Dia tidak ada lagi.
Kepercayaan dan ucapan orang-orang kafir itu tidak benar, mengherankan dan terlalu berani, Mahasuci Allah dari perkataan-perkataan yang demikian itu. Allah tidak memerlukan sesuatu pun, tidak memerlukan penolong dan pembantu dalam melaksanakan semua urusan-urusan-Nya, tidak memerlukan sesuatu pun untuk melanjutkan kehendak-Nya, karena Dia adalah kekal tidak berkesudahan.
Dari perkataan Mahasuci Allah dipahami bahwa pengakuan orang-orang Yahudi dan Nasrani tentang Allah mempunyai anak adalah pengakuan yang dinilai sebagai dosa besar. Karena itu hamba-hamba yang terlanjur menyatakan pengakuan itu hendaklah bertobat kepada Allah. Hanya dengan bertobat, dosa besar seseorang hamba dapat diampuni oleh Allah.
Akhir ayat ini memberi pengertian bahwa Allah hendak membersihkan diri-Nya dari perkataan orang-orang kafir. Allah menyatakan yang demikian semata-mata untuk menjaga hak hamba-hamba-Nya, membersihkan kepercayaan hamba-hamba-Nya yang dapat merugikan mereka di dunia dan di akhirat nanti.
Bahkan Allah menegaskan bahwa seluruh alam ini adalah milik-Nya, berada di bawah kekuasaan-Nya. Tidak satu pun yang dapat mengurangi kehendak-Nya dan merugikan-Nya. Semua patuh dan tunduk kepada-Nya.
Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 117-118
(Tafsir kemenag)