BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al-Nisa’ Ayat 62-68

Tafsir Surat Al-Nisa’ Ayat 62-68

Ayat 62

Ayat ini menerangkan tentang kelicikan orang-orang munafik, apabila mereka ditimpa suatu musibah karena rahasia mereka telah terbuka dan diketahui oleh Rasulullah dan orang-orang mukmin, mereka datang kepada Nabi sambil bersumpah,  Demi Allah, perbuatan kami itu bukanlah dengan maksud jahat dan sengaja melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya, tetapi semata-mata karena ingin hendak mencapai penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna,” padahal sumpah mereka itu hanyalah semata-mata siasat licik belaka.

Ayat 63

Demikianlah kelicikan dari orang-orang munafik, tetapi ayat ini menyatakan dengan tegas bahwa mereka itu adalah orang-orang yang telah diketahui apa yang tersimpan di dalam hati mereka, yaitu sifat dengki dan keinginan untuk melakukan tipu muslihat yang merugikan kaum Muslimin. Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada Rasulullah dan kaum Muslimin agar jangan mempercayai mereka dan jangan terpedaya oleh tipu muslihat mereka.

Di samping itu hendaklah mereka diberi peringatan dan pelajaran dengan kata-kata yang dapat mengembalikan mereka kepada kesadaran dan keinsafan sehingga mereka bebas dari sifat kemunafikan, dan benar-benar menjadi orang yang beriman.

Ayat 64

Bagian pertama dari ayat ini menerangkan bahwa setiap rasul yang diutus Allah ke dunia ini semenjak dari dahulu sampai kepada Nabi Muhammad saw wajib ditaati dengan izin (perintah) Allah, karena tugas risalah mereka adalah sama, yaitu untuk menunjukkan umat manusia ke jalan yang benar dan kebahagiaan hidup mereka di dunia dan di akhirat.

Dalam ayat ini dikaitkan taat itu dengan izin Allah, maksudnya bahwa tidak ada satu makhluk pun yang boleh ditaati melainkan dengan izin Allah atau sesuai dengan perintah-Nya, seperti menaati rasul, ulil amri, ibu bapak dan sebagainya, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Ab³ °±lib yang berbunyi:

لاَ طَاعَةَ لِبَشَرٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ تَعَالَى

(رواه البخاري ومسلم  عن علي بن أبي طالب)

 Tidak boleh menaati manusia yang menyuruh melanggar perintah Allah  (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Talib).

اِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوْفِ

(رواه أحمد ومسلم وأبو داود والنسائي)

 Sesungguhnya yang ditaati itu hanya perintah berbuat makruf, (Riwayat  Ahmad, Muslim, Abµ Dawud dan an-Nasa’i)

Bagian kedua sampai akhir ayat ini menerangkan: Andaikata orang yang menganiaya dirinya sendiri yaitu orang yang bertahkim kepada Tagµt seperti tersebut pada ayat 60, datang kepada Nabi Muhammad ketika itu, lalu mereka memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun turut memohon agar mereka diampuni, niscaya Allah akan mengampuni mereka, karena Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

Di dalam ayat ini disebutkan orang-orang yang bertahkim kepada Tagµt itu adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri, karena mereka melakukan kesalahan besar dan membangkang tidak mau sadar. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang bertobat agar tobatnya diterima oleh Tuhan, antara lain:

  1. Tobat itu dilakukan seketika itu juga, artinya segera setelah membuat kesalahan.
  2. Hendaklah tobat itu merupakan tobat nasuha, artinya benar-benar menyesal atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat dan tidak akan mengulangi lagi.
  3. Bila ada hak orang lain yang dilanggar, hak orang itu haruslah diselesaikan lebih dahulu dengan meminta maaf dan mengembalikan/mengganti kerugian.

Sebab turunnya ayat ini berhubungan dengan peristiwa berikut sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan perawi-perawi lain. Mereka menceritakan bahwa Zubair bin ‘Awwam mengadukan seorang laki-laki dari kaum Ansar kepada Rasulullah saw dalam suatu persengketaan tentang pembagian air untuk kebun kurma. Rasulullah memberi putusan seraya berkata kepada Zubair,  Airilah kebunmu itu lebih dahulu kemudian alirkanlah air itu kepada kebun tetanggamu.

Maka laki-laki itu berkata,  Apakah karena dia anak bibimu hai Rasulullah?  Maka berubahlah muka Rasulullah karena mendengar tuduhan tentang itu. Rasulullah berkata lagi (untuk menguatkan putusannya)  Airilah hai Zubair, kebunmu itu sehingga air itu meratainya, kemudian alirkanlah kepada kebun tetanggamu . Maka turunlah ayat ini.

Ayat 65

Ayat ini menjelaskan dengan sumpah bahwa walaupun ada orang yang mengaku beriman, tetapi pada hakikatnya tidaklah mereka beriman selama mereka tidak mau bertahkim kepada Rasul. Rasulullah saw pernah mengambil keputusan dalam perselisihan yang terjadi di antara mereka, seperti yang terjadi pada orang-orang munafik.

Atau mereka bertahkim kepada Rasul tetapi kalau putusannya tidak sesuai dengan keinginan mereka lalu merasa keberatan dan tidak senang atas putusan itu, seperti putusan Nabi untuk az-Zubair bin Awwam ketika seorang laki-laki dari kaum Ansar yang tersebut di atas datang dan bertahkim kepada Rasulullah.

Jadi orang yang benar-benar beriman haruslah mau bertahkim kepada Rasulullah dan menerima putusannya dengan sepenuh hati tanpa merasa curiga dan keberatan. Memang putusan seorang hakim baik ia seorang rasul maupun bukan, haruslah berdasarkan kenyataan dan bukti-bukti yang cukup.

Ayat 66

Ayat ini menjelaskan berbagai sikap manusia pada umumnya dalam mematuhi perintah Allah. Kebanyakan mereka apabila diperintahkan hal-hal yang berat, mereka enggan bahkan menolak untuk melaksanakannya seperti halnya orang-orang munafik dan mereka yang lemah imannya.

Adapun orang yang benar-benar beriman selalu menaati segala yang diperintahkan Allah bagaimanapun beratnya perintah itu, walaupun perintah itu meminta pengorbanan jiwa, harta atau meninggalkan kampung halaman. Hal ini terbukti dari sikap kaum Muslimin pada waktu diperintahkan hijrah ke Madinah dan pada waktu diperintahkan berperang melawan musuh yang amat kuat, berlipat ganda jumlahnya dan lengkap persenjataannya. Inilah yang digambarkan oleh Nabi Muhammad saw dalam sabdanya yang tersebut di atas.

Sebenarnya kalau manusia itu melaksanakan apa yang diperintahkan  Allah dan meninggalkan apa yang di larang-Nya, itulah yang lebih baik bagi mereka, karena dengan demikian iman mereka bertambah kuat dan akan menumbuhkan sifat-sifat yang terpuji pada diri mereka.

Ayat 67-68

Kemudian dijelaskan bahwa kalau mereka berbuat kebaikan dan mematuhi segala perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya serta beramal dengan penuh ikhlas, niscaya Allah akan memberikan kepada mereka pahala yang besar dan akan memimpin mereka ke jalan yang lurus yang dapat membawa kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

(Tafsir Kemenag)

Maqdis
Maqdis
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pegiat literasi di CRIS Foundation.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...