BerandaTafsir TematikTafsir Surat Yasin ayat 23-25: Kisah Pemuda Mukmin Berakhir Indah

Tafsir Surat Yasin ayat 23-25: Kisah Pemuda Mukmin Berakhir Indah

Pembahasan sebelumnya telah diulas tentang tafsir Yasin ayat 22 yang menceritakan seorang lelaki bernama Habib an-Najjar yang membela para utusan untuk menggaungkan ketauhidan Allah Swt. Adapun pada tulisan kali ini, penulis akan membahas tafsir surat Yasin ayat 23-25 tentang akhir kisah indah seorang pemuda mukmin yang kukuh dengan keimanan dan tidak membeci kaumnya. Allah berfirman:

ءَاَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةً اِنْ يُّرِدْنِ الرَّحْمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يُنْقِذُوْنِۚ

اِنِّيْٓ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

اِنِّيْٓ اٰمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُوْنِۗ

  1. Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, pasti pertolongan mereka tidak berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak dapat menyelamatkanku.
  2. Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata.
  3. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)-ku.”

Secara umum, ayat ini mengisahkan ucapan pemuda mukmin (Habib an-Najjar) yang beriman kepada Allah Swt dan juga kepada para utusan, tujuannya hanyalah untuk meyakinkan kaumnya agar percaya dan beriman kepada Allah Swt.

Menurut Wahbah Zuhaili kata ءَاَتَّخِذً adalah kata istifham yang menunjukkan keingkaran, kecaman, dan keengganan. Konteks ayat ini menegaskan pernyataan Habib yang berbicara dengan kaumnya;

aku tidak akan pernah menjadikan Tuhan selain Allah Swt. apalagi sampai menyembahnya. Bagaimana mungkin aku melepas kehambahaanku dari Dzat yang berhak untukku sembah? Padahal, Dia-lah yang telah menciptakanku dan menjadikan fitrah kesucian (menyembah-Nya dari yang lain). Sungguh itu tidaklah layak. Seandainya Dia (yang Maha Rahman) menghendaki kepadaku musibah, maka berhala-berhala itu tidak akan bisa menolongku. Karena sembahan itu tidak bekuasa atas sesuatu, tidak pula bisa memberi mudharat atau  manfaat.”

Mengutip pendapat Thaba’thaba’i, ayat ini juga menjadi argumen untuk membantah kaum yang menyembah mahkluk-makhluk yang dekat dengan Allah Swt., seperti malaikat, jin, dan orang-orang suci dengan harapan bahwa melalui perantara makhluk-makhluk itu, mereka bisa meraih kebajikan atau menangkis kemudharatan. Kalaupun bisa memberi manfaat, maka itu adalah anugerah dari Allah Swt. Thaba’thba’i mengutip potongan QS. Yunus: 3:

مَا مِنْ شَفِيْعٍ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ اِذْنِهٖۗ

Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya

Selanjutnya, Habib berkata, jikalau ia menyembah kepada selain Allah Swt. maka ia telah melakukan kesesatan yang nyata (fi dhalal al-mubin), seperti yang dilakukan oleh kaumnya. Zuhaili menilai kata ini sebagai penegasan bahwa ia tidak ragu kepada Tuhan yang diimani oleh para utusan itu.

Ayat ke-25 menjelaskan ucapan lugas pemuda itu dalam mengimani Tuhan yang disembah oleh para utusan. Menurut Ibnu Kathir kata fasma’un dalam ayat tersebut ditujukan kepada ketiga utusan, bukan kepada kaum Antokiah. Ini merujuk pada kata birabbikum, yang menurut Thaba’tabai tidak wajar apabila ditujukan kepada kaum Antokiah, karena mereka tidak memercayai/mengimani ketuhanan Allah Swt.

Qurthubi menceritakan, ketika pemuda itu sudah selesai berbicara kepada kaum Antokiah, ia kemudian segera beralih kepada para utusan dan menyampaikan keimanannya.

Menurut Ibnu Abbas, kejadian setelahnya adalah pemuda itu diserang dan dibunuh oleh kaum Antokiah. Qatadah menyebut, lelaki itu dirajam dengan lemparan batu oleh kaum tersebut. Di akhir hidupnya, lelaki itu berdoa kepada Allah:

اللهم اهدي قومي فانهم لا يعلمون

“Wahai Tuhanku, berikanlah hidayah-Mu kepada kaumku, sungguh mereka adalah orang-orang yang belum mengetahui”

Sedikit banyak doa pemuda ini mirip dengan kejadian Nabi Muhammad ketika berdakwah di Thaif, dimana dakwahnya tidak diterima lalu dilempari batu, sampai-sampai salah satu Malaikat penjaga gunung menghampiri nabi dan meminta izin untuk menimpakan gunung itu kepada kaum tersebut. Namun, Nabi melarang dan berkata kepada malaikat itu sebagaimana yang diucapkan oleh Habib al-Najjar diakhir hidupnya tadi.

Demikian kiranya tafsir singkat surat Yasin ayat 23-25. Tunggu edisi tafsir Yasin selanjutnya, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Fahmi Azhar
Fahmi Azhar
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dan aktif di CRIS Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...