BerandaKisah Al QuranTafsir al-Azhar: Nabi Adam, Benarkah dari Surga Diturunkan di Sumatera (Pulau Swarna...

Tafsir al-Azhar: Nabi Adam, Benarkah dari Surga Diturunkan di Sumatera (Pulau Swarna Dwipa)?

Pada Tafsir yang ditulis Buya Hamka ada hal yang menarik, yaitu ketika ia menulis karya tafsirnya, ia tidak hanya memasukkan peristiwa apa yang sedang terjadi saat itu ke dalam tafsirnya, namun juga mencantumkan cerita-cerita lokal yang berkaitan dengan penjelasan suatu ayat. Seperti halnya kisah Nabi Adam, konon ketika dari surga, ia diturunkan di Pulau Sumatera yang disebut dengan Pulau Swarna Dwipa. Pemaparan ini bisa ditemui ketika Buya Hamka memaparkan tafsiran ayat 36-38 surat al-Baqarah.

فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ ۖ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۖ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَىٰ حِينٍ  (36)فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ(37)قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(38)

Ayat ini berkisah tentang Nabi Adam a.s beserta istrinya; Hawa, yang melanggar aturan Allah Swt. Ketika Allah memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Nabi Adam a.s beserta istrinya di taman surga. Salah satunya yakni mengonsumsi makanan apa pun yang mereka berdua inginkan. Namun, dilarang untuk mendekati satu pohon dan mengomsumsi buahnya.

Perihal nama buah pohon tersebut yang selama ini sangat familiar di dengar, yakni buah khuldi atau buah yang kekal, menurut Buya Hamka itu penafsiran yang salah. Sebab, bukan Allah yang menamainya, melainkan dari setan ketika membujuk Nabi Adam.

Baca juga: Tafsir al-Azhar (2): Bolehkah Malafalkan Bacaan Salat Selain Bahasa Arab?

Dalam riwayat yang ditampilkan oleh Ibnu Jarir at-Thabari dalam tafsirnya, dan juga dari Ibnu Abi Hatim yang diterima dari Abdullah bin Mas’ud beserta sahabat lainnya, menceritakan bahwa, ketika itu Iblis hendak masuk ke dalam surga. Namun, dihadang oleh malaikat penjaga surga. Lalu, Iblis merayu seekor ular; yang waktu itu masih berkaki 4, agar diperbolehkan masuk ke dalam mulutnya. Ular tersebut mengiyakan, dan masuklah Iblis ke dalamnya, sehingga mereka bisa masuk ke dalam surga.

Melalui ular tersebut, Iblis pun leluasa merayu Nabi Adam agar memakan buah terlarang itu. Namun, karena Nabi Adam selalu menolaknya, akhirnya Iblis pun merayu Hawa. Dan, Hawa akhirnya termakan bujuk rayuan si Iblis, hingga keduanya memakan buah tersebut. Maka, atas perbuatannya itu, turunlah ketiganya ke bumi ini.

Lalu, di manakah Nabi Adam dan Hawa pertama kali diturunkan? Jawaban inilah yang menguntai banyak pernyataan.

Dikutip dari riwayat Ibnu Abi Hatim yang diterima dari Abdullah bin ‘Umar, bahwa Nabi Adam diturunkan di bukit Shafa, sedangkan Hawa diturunkan di bukit Marwah. Dalam riwayat selanjutnya dijelaskan bahwa Nabi Adam diturunkan di antara Mekkah dan Tha‘if. Kemudian, dalam riwayat Ibnu Asakir dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Nabi Adam diturunkan di Hisdustan, sedang Hawa di Jeddah.

Baca juga: Hasiyah Al-Sawi: Penjelas Tafsir Jalalain Paling Populer di Indonesia

Ini adalah riwayat yang sering dijumpai. Namun tahukah Anda, bahwa Buya Hamka memaparkan cerita yang berbeda, dan bahkan bertolak belakang dengan riwayat-riwayat tersebut?

Dikutip dari kisah Syeikh Yusuf Tajul Khalwati dalam surat-surat yang ia kirim dari Sailan (Ceylon) kepada para muridnya yang berada di Makassar dan Banten pada akhir abad 17. Sebelum Syeikh Yusuf tersebut dipindahkan ke Afrika Selatan, beliau selalu menyebutkan bahwa beliau sangat bersyukur, sebab di pulau pengasingan itu, yakni Pulau Serendip; selain menjadi tempat turunnya Nabi Adam, beliau masih bisa beribadah kepada Allah.

Pesan Buya Hamka Pulau Swarna Dwipa adalah Pulau Sumatera

Cerita dari Syeikh Yusuf itulah yang kemudian mewarnai khazanah cerita-cerita terkait Nabi Adam. Di waktu itu, Pulau Serendip diduga kuat adalah nama lain dari Pulau Ceylon. Namun, dalam penyelidikan para ahli yang terakhir, kata Buya Hamya, Pulau Serendip bukanlah Pulau Ceylon, melainkan Pulau Sumatra. Karena kata Serendip merupakan bahasa Sansekerta yang ditulis menggunakan bahasa Arab. Maksud dari Serendip ialah Swarna Dwipa, yang merupakan nama lain dari Pulau Sumatera zaman dulu.

Sekalipun ada rasa bangga sebab asal muasal manusia dari Pulau Sumatera, kata Buya Hamka, namun dari cerita-cerita tersebut tidak ada yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, tidak ada satupun hadis shahih yang menguatkannya.

Wallaahu ‘alaam.

Miatul Qudsia
Miatul Qudsia
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS (Center for Research and Islamic Studies) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU