BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al Baqarah Ayat 119-121

Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 119-121

Sebelumnya telah dibahas terkait pencipataan Allah dan pengingkaran orang musyrik kepada Nabi Muhammad. Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 119-121 tidak jauh dari pembahasan sebelumnya menjelaskan pengutusan Nabi Muhammad sebagai Rasul dan pengingkaran Ahli Kitab.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 117-118


Pada Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 119-121 ini Ahli Kitab melakukan tindakan-tindakan terhadap orang-orang yang beribadah di masjid Allah, merobohkan masjid, menyekutukan Allah, dan mengingkari seruan Nabi Muhammad saw.

Ayat 119

Allah mengutus Muhammad dengan kebenaran. Kebenaran itu ialah sesuatu yang kukuh dan pasti, tidak menyesatkan orang-orang yang menganutnya bahkan membahagiakannya dan tidak sedikit pun mempunyai unsur keragu-raguan, apalagi kebatilan.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa di dalam kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu terkandung itikad, hukum, tata cara, kebiasaan yang baik dan segala hal yang dapat membahagiakan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Ayat ini menerangkan bahwa di antara tugas Nabi Muhammad ialah:

  1. Memberi kabar gembira dari Allah yang menjanjikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi orang yang mengikuti agama yang dibawa oleh Muhammad. Perkataan basy³ran juga memberi pengertian: isyarat, tanda yang memberi kabar gembira, seperti adanya mendung sebagai tanda hari akan hujan.
  2. Memberi peringatan bahwa ada nestapa bagi orang yang tidak mengikuti perintah-perintah Allah serta menghentikan larangan-larangan-Nya dan bagi orang yang menghalangi seruan Nabi Muhammad saw.

Orang yang tidak mengindahkan peringatan itu akan dimasukkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Ungkapan semacam ini menunjukkan kerasnya azab yang akan diderita oleh mereka yang mendurhakai Nabi.

Ayat tersebut menerangkan tentang tugas Nabi Muhammad saw, yaitu menyampaikan agama kepada manusia. Sedang yang memberi penilaian terhadap sikap manusia kepada seruan Muhammad adalah Allah sendiri. Hanya Allah yang memberi pahala dan memberi hukuman. Allah berfirman:

۞ لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ

Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. … (al Baqarah/2:272)

Ayat 120

Ayat ini menyatakan keinginan Ahli Kitab yang sebenarnya sehingga mereka melakukan tindakan-tindakan terhadap orang-orang yang beribadah di masjid Allah, merobohkan masjid, menyekutukan Allah, dan mengingkari seruan Nabi Muhammad saw, Nabi terakhir.

Mereka tidak akan berhenti melakukan tindakan itu sebelum Nabi Muhammad saw dan pengikutnya menganut agama yang mereka anut, yaitu agama yang berasal dari agama-agama yang dibawa para nabi yang terdahulu, tetapi ajaran-ajarannya sudah banyak diubah-ubah oleh mereka.

Karena itu hendaklah kaum Muslimin waspada terhadap sikap Ahli Kitab, janganlah ragu-ragu mengikuti petunjuk Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya, bukan petunjuk yang berasal dari keinginan dan hawa nafsu manusia, terutama keinginan dan hawa nafsu orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Orang Yahudi dan Nasrani melakukan tindakan-tindakan itu setelah pengetahuan datang pada mereka tentang agama yang diridai Allah dan ajaran-ajaran agama Islam.

Secara lahiriah, ayat ini langsung ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, berupa peringatan yang keras seandainya Nabi saw, mengikuti kemauan mereka padahal Nabi telah dijamin terpelihara dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah.

Di dalam Alquran banyak terdapat ayat yang seperti itu yang lahirnya ditujukan kepada Nabi, tetapi yang dimaksud ialah umat Muhammad saw. Allah memperingatkan dengan ayat ini agar kaum Muslimin berhati-hati terhadap sikap Ahli Kitab kepada Agama Islam dan kaum Muslimin.


Baca juga: Mengulik Makna Shiyam Istilah Puasa Ramadhan dalam al-Quran


Ayat 121

Di antara Ahli Kitab ada orang Yahudi yang mengikuti Taurat, orang Nasrani mengikuti Injil. Mereka benar-benar membaca kitab yang diturunkan kepada mereka dengan bacaan yang benar tidak diikuti oleh keinginan dan hawa nafsu mereka.

Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya dengan me-mahaminya sepenuh hati, tidak mentakwilkan atau menafsirkannya menurut keinginan sendiri, tidak menambah, mengurangi atau mengubahnya.

Menurut Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas, membaca dengan bacaan yang sebenarnya ialah menghalalkan yang dihalalkanya, mengharamkan yang diharamkannya, membacanya seperti yang diturunkan Allah, tidak mengubah-ubah atau memalingkan perkataan dari tempat yang semestinya dan tidak menakwilkan sesuatu dari kitab itu dengan takwil yang bukan semestinya.

Dalam firman-Nya yang lain dijelaskan bacaan yang dimaksud, yakni:

اِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهٖٓ اِذَا يُتْلٰى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلْاَذْقَانِ سُجَّدًاۙ

“… Sesungguhnya orang yang telah diberi pengetahuan sebelumnya, apabila (Alquran) dibacakan kepada mereka, mereka menyungkurkan wajah, bersujud.” (a1 Isra′/17:107)

لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِ

Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Alquran)…(Yusuf/12:111)

Dari ayat-ayat di atas dipahami bahwa semua kitab (wahyu) Allah yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya merupakan pengajaran bagi mereka, yang tujuannya untuk mengarahkan dan memberi petunjuk ke jalan yang lurus. Karena itu, para hamba Allah wajib membaca dengan sebenar-benarnya, berulang-ulang, dan berusaha memahami petunjuk Allah yang terdapat di dalamnya. Allah berfirman:

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا

Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Alquran? Sekiranya (Alquran) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya. (an-Nisa′/4:82)

Firman Allah:

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا

Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur′an ataukah hati mereka sudah terkunci? (Muhammad/47:24)

Dari ayat-ayat di atas dipahami bahwa membaca Alquran dengan tidak memperhatikan maksud dan maknanya, menafsirkannya dengan sekehendak hati adalah sama dengan membaca Kitab oleh Yahudi dan Nasrani.

Dari ayat di atas dipahami bahwa membaca kitab-kitab Allah dengan bacaan yang sebenarnya wajib dilakukan oleh manusia. Membaca Kitab tidak dengan bacaan yang sebenarnya tidak mengamalkan apa yang dibaca, itu berarti memperolok-olokkan kitab-kitab Allah dan menantang Allah.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 122-124


(Tafsir kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...