BerandaTafsir TematikInsecure dengan Potensi Diri? Perhatikan Tafsir Surah Al-Isra Ayat 84!

Insecure dengan Potensi Diri? Perhatikan Tafsir Surah Al-Isra Ayat 84!

Pada era milenial ini, kata insecure sering kita dengar di dunia maya maupun pada circle pertemanan. Akan tetapi bisa jadi kata insecure muncul dari dan untuk diri kita sendiri. Insecure diartikan dengan perasaan tidak aman dan tidak nyaman yang membuat seseorang menjadi merasa takut, gelisah, galau, malu hingga tidak percaya diri. Sebenarnya, banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang merasa insecure, baik insecure dengan potensi diri sendiri maupun lingkungannya. Merasa rendah dari orang lain, merasa gagal, banyak kekurangan atau merasa tidak mempunyai potensi apapun merupakan salah satu penyebab hadirnya perasaan insecure dari diri sendiri. Sementara itu, pandangan orang lain yang meremehkan, mencemooh juga memandang sebelah mata bisa jadi penyebab muncul perasaan insecure.

Baca juga: Kegundahan Nabi Muhammad Saw Dibalik Turunnya Surah Ad-Dhuha

Jika tidak diatasi, kondisi tersebut dikhawatirkan membuat potensi seseorang tidak berkembang. Dilansir dari laman Alodokter, rasa insecure bisa diatasi di antaranya dengan berusaha untuk selalu berfikir positif, berhenti menyalahkan diri sendiri, tidak membandingkan diri dengan orang lain, menghindari orang-orang yang membuat insecure, dan melakukan hal-hal yang membuat diri kita bahagia.

Dalam Al-Quran pun, Allah menyangkal sikap-sikap yang mengakibatkan insecure, misalnya dengan mengajarkan selalu bersyukur (Q.S Ibrahim [14]: 7), larangan bersikap lemah dan bersedih hati (Q.S Ali Imran [3]: 139), menumbuhkan percaya diri (Q.S Fussilat [41]: 30) dan memahami akan potensi manusia yang berbeda-beda (Q.S Al-Isra [17]: 84).

Mentadabburi ayat-ayat di atas merupakan salah satu bentuk usaha kita untuk menghindari perasaan insecure. Terkait dengan insecure dalam hal potensi diri, kali ini mari kita perhatikan surah Al-Isra ayat 84, bagaimana para mufassir mengungkap makna dan pesan di dalamnya.

Tafsir Surah Al-Isra ayat 84

قُلْ كُلٌّ يَّعْمَلُ عَلٰى شَاكِلَتِهٖۗ فَرَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ اَهْدٰى سَبِيْلًا

Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaanya masing-masing.”Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.

Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar Juz 15, 4108 memaknai ayat ini dengan potensi manusia bekerja menurut bakatnya masing masing.  Lafad syakilatihi diartikan dengan bawaan atau bakat. Menurut Hamka, setiap orang dilahirkan bersama dengan pembawaanya, bahkan sudah ditentukan sejak dalam rahim. Pembawaan tersebut bermacam-macam seperti dalam hal warna kulit, rupa, ataupun perangai. Hal tersebut mengindikasikan seseorang tidak serupa dengan yang lain. Setiap manusia membuat syakilah-nya masing-masing. Syakilah tersebut di antaranya dibentuk dengan daerah tempat ia dilahirkan, pergaulan di waktu kecil, lingkungan orang tua, pendidikan, pengalaman, perantauan, maupun perlawatan. Semua hal tersebut membentuk jiwa setiap manusia.

Menurut Hamka, melalui ayat ini Allah memerintahkan manusia bekerja sesuai dengan bakat (bawaan) nya masing-masing. Sebab itu, sudah seharusnya manusia mengenal siapa dirinya dan memaksimalkan potensi di dalam dirinya. Dengan demikian, siapapun bisa mencapai amal kebaikan di hadapan Allah dengan potensinya masing-masing. Oleh sebab itu dalam rangka mengenal diri sendiri menjadi syarat mutlak dalam mendekati Allah swt.

Baca juga: Dua Potensi Manusia yang Dijelaskan dalam Al-Quran: Tafsir Surat Asy-Syams Ayat 7 – 10

Sementara itu, mufasir lain seperti al-Quthubi memaknai lafad syakilatihi dengan ‘keadaanya’. Menurutnya, tiap-tiap orang berbuat atas keadaanya masing-masing. Qurthubi dalam kitabnya, al-Jami’ li Ahkam Al-Quran (Tafsir Al-Qurthubi), juga menghimpun beberapa pendapat mufasir lain terkait makna syakilatihi. Di antaranya Mujahid “Menurut tabi’at dan kemampuannya”, al-Farra’, “sesuai dengan cara dan jalan yang telah diciptakan sebagai bawaan dirinya”. Ada juga yang berpendapat, “Katakanlah, masing-masing tetap mengerjakan apa-apa yang sulit baginya dengan cara yang dia yakini paling tepat baginya”, “Engkau tidak seperti bentukku dan tidak pula seperti keadaanku” Setiap orang sesuai dengan pekerjaanya, seseorang tidak melakukkan selain keahliannya.

Berdasar pada berbagai penjelasan di atas, setidaknya memberikan penjelasan kepada kita bahwa potensi diri setiap orang itu berbeda-beda, jadi sepantasnya kita tidak merasa insecure perihal potensi diri. Kita harus menyadari bahwa Allah menghendaki setiap orang berbeda dan memiliki potensi yang berbeda pula.

Baca juga: Misteri Kata “Dzalika” dalam Surah Al-Baqarah Ayat 2

Setiap orang, dari pada mengeluh atau sangat senang ketika keadaan sangat baik dan tertekan apabila keadaan buruk, kenyataanya adalah setiap orang memiliki jatah keadaan baik dan buruk. Kita semua perlu melewati semua itu sesuai dengan syakilah masing-masing. Hal tersebut juga berkolerasi dengan bagaimana hubungan kita dengan menjalankan perintah Allah, karena Allah mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (ujung ayat 84).

Setiap manusia mempunyai kapasitas yang berbeda-beda untuk beribadah dan menjalankan semua perintah Allah sesuai dengan porsi dan posisi masing-masing. Sebagaimana menurut Hamka di awal, yang perlu kita lakukan adalah mengenal diri sendiri dan memaksimalkan potensi yang ada. Dan yang paling penting adalah bagaimana potensi yang kita miliki menjadi sebuah amal kebaikan yang bisa memberikan kemanfaatan buat diri sendiri dan orang lain. Sehingga pada akhirnya diharapkan kita bisa merubah  sikap insecure menjadi secure. Wallahu’alam.

Mida Hardianti
Mida Hardianti
Mahasiswi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...