BerandaTafsir TematikTafsir Surah Ar-Rahman Ayat 26-28: Semua Makhluk Pasti Tiada, Hanya Allah Swt....

Tafsir Surah Ar-Rahman Ayat 26-28: Semua Makhluk Pasti Tiada, Hanya Allah Swt. yang Abadi

Manusia dengan segala fasilitas nikmat yang ia rasakan, baik yang ada pada fisiknya maupun segala hal yang berada di sekitarnya, merupakan manifestasi dari sifat ar-Rahman dan ar-Rahim Allah Swt. Pada kondisi normal dan baik-baik saja, seringkali manusia lalai dan berbuat semaunya, seakan dia lah pemilik alam semesta ini, maka tidak heran jika manusia diingatkan oleh-Nya lewat ayat-ayat kauniyah seperti cobaan pandemi penyakit dan bencana alam, dan juga lewat ayat-ayat qauliyyah, yaitu bahwa dirinya tidaklah kekal, di dunia ini hanya sementara, seperti pada tafsir surah Ar-Rahman ayat 26-28 berikut:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” (QS. Ar-Rahman : 26)

Baca Juga: Tafsir Surat Ar-Rahman Ayat 19-21: Fenomena Pertemuan Dua Lautan

Kenapa Allah Swt memberi peringatan semacam itu? Apa faidahnya bagi umat manusia? Imam Fakhruddin Ar-Razi di dalam masterpiece-nya, Mafatihul Ghaib juz 15, hlm. 109 menyampaikan tafsir surah Ar-Rahman ayat 26-28 ini dengan menjelaskan faidah-faidah dari adanya peringatan di ayat tersebut;

مِنْهَا: الْحَثُّ عَلَى الْعِبَادَةِ وَصَرْفِ الزَّمَانِ الْيَسِيرِ إِلَى الطَّاعَةِ،

‘Salah satunya adalah memotivasi manusia untuk beribadah dan memanfaatkan waktu yang singkat untuk berbuat taat (kepadaNya)’.

وَمِنْهَا: الْمَنْعُ مِنَ الْوُثُوقِ بِمَا يَكُونُ لِلْمَرْءِ

‘Mencegah dari sifat ketergantungan pada segala hal yang ada pada manusia’

وَمِنْهَا: الْأَمْرُ بِالصَّبْرِ إِنْ كَانَ فِي ضُرٍّ فَلَا يَكْفُرُ بِاللَّهِ مُعْتَمِدًا عَلَى أَنَّ الْأَمْرَ ذَاهِبٌ وَالضُّرَّ زَائِلٌ

‘Perintah agar bersabar jika dalam kesusahan, dan tidak kufur pada Allah Swt, karena berpedoman pada ‘segala suatu akan hilang, maka kesusahan pun akan hilang’.’

ومنها: حسن التَّوْحِيدِ وَتَرْكُ الشِّرْكِ الظَّاهِرِ وَالْخَفِيِّ جَمِيعًا لِأَنَّ الفاني لا يصلح لأن يعبد

‘Tauhid (meng-esa-kanNya) dengan benar, dan meninggalkan syirik (menyekutukanNya) baik secara dhohir maupun batin, karena sesuatu yang fana’ (rusak) tidak layak untuk disembah.’

Baca Juga: Tafsir Surat Ar-Rahman Ayat 14-16: Asal Mula Penciptaan Manusia dan Jin

Setelah Allah Swt memperingatkan manusia dengan mengingatkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini akan musnah, selanjutnya Allah Swt menegaskan kembali bahwa hanya DzatNya lah yang kekal abadi :

وَيَبْقى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالْإِكْرامِ

Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar-Rahman: 27)

Mengapa ayat ini perlu di-firman-kan? Bukankah jika sudah ada ayat sebelumnya yang menjelaskan semua makhluk di muka bumi ini akan musnah, secara otomatis mengandung mafhum mukholafah bahwa pasti hanya Dzat Allah lah yang kekal? Namun kenyataannya toh ayat ini ada. Syekh Sulaiman Al-Jamal mencoba membuat jawaban dari pertanyaan di atas, dengan berargumen:

في وصفه بالبقاء بعد ذكر فناء الخلق إيذان بأنه تعالى يفيض عليهم بعد فنائهم اثار لطفه وكرمه

“MenyifatiNya dengan kekal setelah menjelaskan ke-fana’-an makhluk adalah pemberitahuan bahwa sesungguhunya Allah Swt akan mencurahkan sifat kasih sayang dan kemuliaanNya kepada mereka, setelah mereka fana’ (rusak).” (Syekh Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal ‘Ala Al-Jalalain, juz 7, hlm. 368)

Syekh Al-Jamal dalam redaksi tafsir surah Ar-Rahman ayat 26-28 di atas mau menyampaikan alasan mengapa setelah Allah Swt menjelaskan ketidak abadian makhlukNya, lalu diiringi dengan penjelasan sifat abadiNya serta sifat Kebesaran dan KemuliaanNya adalah karena menurut beliau, meskipun Allah Swt sudah memperingatkan dengan tegas bahwa makhluk tidak lah abadi, namun Dia tetap memberi harapan besar bahwa Dia sangat menyayangi makhlukNya.

Allah tetap abadi untuk kemudian menunjukkan kasih sayang kepada makhlukNya setelah ketiadaan mereka. Jadi, sifat fana’ (rusak/tiada) yang dimiliki oleh makhluk tidak menjadi alasan berhentinya kasih saying Allah, karena Allah abadi.

Sampai di sini dapat diambil benang merah bahwa Allah Swt pada awalnya memperingatkan hambaNya bahwa mereka semua dan segala yang ada di alam ini akan musnah, tapi di sisi lain Allah Swt juga memberi harapan besar kepada makhlukNya dengan menampakkan sifat Maha Kasih SayangNya, dan sifat KemuliaanNya agar makhlukNya tetap optimis dalam beramal.

Lalu bagaimana sikap kita setelah memahami kedua ayat di atas? Sudahkah kita berusaha untuk menjadi lebih baik? Bukankah sudah sering kali diberi pertanyaan dengan ayat:

فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman: 28)

Wallahu A’lam

Amin Maruf
Amin Maruf
Pengajar di Pondok Pesantren Al-Iman Bulus Purworejo, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sains Al-Quran Wonosobo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...