BerandaBeritaPesan Gus Ghofur Maimoen: Bersikap Moderat itu Tidak Mempersulit Diri Sendiri

Pesan Gus Ghofur Maimoen: Bersikap Moderat itu Tidak Mempersulit Diri Sendiri

Dalam rangka mensyukuri milad pertamanya, tafsiralquran.id menyelenggarakan webinar yang bertajuk, “Menyemai Nilai-nilai Kemanusiaan dalam Tafsir di Ruang Digital” pada Kamis (29/04/2021) atau bertepatan pada momentum Nuzulul Quran, 17 Ramadhan 1432 H. Salah satu pemateri yang diundang adalah Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, M.A, atau kerap disapa Gus Ghofur yang juga Pengaruh Pondok Pesantren Al-Anwar 3, Sarang, Rembang.

Dalam webinar syukuran milad taqu ini, Gus Ghofur secara khusus berbicara tentang “Tafsir Moderat”. Ia merincikan tentang tema yang dibawakannya itu adalah bagaimana aspek moderat dalam Al-Quran dan signifikansinya di era kekinian. Dalam paparannya, beliau menuturkan, “Islam itu sebenarnya adalah moderat itu sendiri. Sebenarnya tidak ada Islam radikal, Islam moderat, Islam sekuler, dan sejenisnya, tetapi yang genuine adalah moderat,” tutur putra kelima KH. Maimoen Zubair.

Beliau juga menyitir Q.S. al-Baqarah [2]: 143,

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (Q.S. al-Baqarah [2]: 143)

Menafsiri ayat di atas, Gus Ghofur menyampaikan bahwa bersikap tidak moderat itu menyalahi ajaran agama. Ayat di atas adalah buktinya, “wa kadzalika ja’alankum ummatan wasatha”. Selain itu, ia juga berujar bahwa istilah moderat sekarang juga menjadi rebutan oleh semua kalangan umat Islam. “Karena memang jati diri atau DNA umat Islam adalah moderat itu sendiri,” sambung Rais Syuriah PBNU.

Beliau juga mengutip sabda Nabi saw bahwa Nabi saw melarang berikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam menjalankan agama,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّيْنِ

“Wahai manusia, jauhilah berlebih-lebihan dalam agama karena sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah berlebih-lebihan dalam agama.” (HR Ibnu Majah).

Merujuk hadits di atas, bahwa orang dahulu binasa alias rusak karena berlebih-lebihan dalam menjalankan agama. Ia merasa bahwa dirinya lah yang paling suci, paling dekat kepada Allah swt sehingga mudah mencap kafir, haram, setan dan sebagainya. Padahal sematan tersebut adalah hak prerogatif Tuhan. Orang ngapling tanah orang lain saja kita tidak boleh, apalagi mengapling tanah Tuhan.

Lebih dari itu, Gus Ghofur juga kembali menyinggung larangan ghuluw ini dengan menyitir sabda Nabi saw,

هَلَكَ المُتنَطِّعُوْنَ قَالَهَا ثَلَاثًا

“Kehancuran bagi mereka yang melampaui batas”, diulang sebanyak 3 kali”. (H.R. Imam Muslim Juz 13 dalam bab halaka al-mutanatth’un No. 4823, hal. 154; diriwayatkan juga H.R. Imam Abu Dawud Juz 12, No. 3992, hal. 212; H.R. Imam Ahmad bin Hanbal, Juz 1, No. 3655, hal. 386).

Istilah al-mutanatthi’un sendiri adalah orang-orang yang berlebihan dan melampaui batas dalam menjelaskan dan mengamalkan ajaran agama. Adapun yang dimaksud “kehancuran bagi mereka” adalah di akhirat. Hadits ini merupakan warning bagi umat Islam agar tidak berlebih-lebihan dalam mengamalkan ajaran agama. Bersikaplah tawassuth (moderat), adil dan tawazun (berimbang).

Dalam konteks ini, Gus Ghofur memaknai hadits ini dengan, “janganlah mempersulit diri sendiri, apalagi dalam urusan sosial-kemasyarakatan, apalagi persoalan negara. Mereka yang mempersulit orang lain, tidak bersosial sesungguhnya mempersulit diri sendiri”. Tukas doktor lulusan Universitas al-Azhar, Mesir

Lebih jauh, ia juga menegaskan bahwa bersikap moderat di satu sisi merupakan antipati dari mereka yang “hobby” mempersulit diri dalam memahami ajaran Islam, Al-Quran dan hadits Nabi. Namun pada sisi yang lain adalah kebalikan daripada mempermudah segala hal. Kata Nabi saw, “yassiru wala tu’assiru basyiru wala tunafiru” (permudahlah jangan mempersulit orang lain, gembirakanlah jangan membuatnya lari atau berpaling).

Dalam firman Allah swt dikatakan, “yuridullaha bikumul yusra wala yuridu bikumul ‘usra” (Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu). (Q.S. al-Baqarah [2]: 185). Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...