BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Ar-Rum ayat 21

Tafsir Surah Ar-Rum ayat 21

Tafsir Surah Ar-Rum ayat 21 menjelaskan tentang salah satu hakikat manusia, yakni hidup berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan. Dijelaskan dalam Tafsir Surah Ar-Rum ayat 21 ini bahwa ketika antara perempuan dan laki-laki merasakan kecenderungan akan istrinyalah perempuan yang baik begitupun sebaliknya maka puncak dari semua itu adalah pernikahan. Dijelaskan pula dalam Tafsir Surah Ar-Rum ayat 21 bagaimana konsep mawaddah dan Rahmah dalam pernikahan.

Selengkapnya baca…..


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Ar-Rum ayat 20


Ayat 21

Dalam Tafsir Surah Ar-Rum ayat 21 berikut ini diterangkan tanda-tanda kekuasaan Allah yaitu kehidupan bersama antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah perkawinan. Manusia mengetahui bahwa mereka mempunyai perasaan tertentu terhadap jenis yang lain.

Perasaan dan pikiran-pikiran itu ditimbulkan oleh daya tarik yang ada pada masing-masing mereka, yang menjadikan yang satu tertarik kepada yang lain, sehingga antara kedua jenis, laki-laki dan perempuan, itu terjalin hubungan yang wajar. Mereka melangkah maju dan berusaha agar perasaan-perasaan dan kecenderungan-kecenderungan antara laki-laki dengan perempuan tercapai.

Puncak dari semuanya itu ialah terjadinya perkawinan antara laki-laki dengan perempuan. Dalam keadaan demikian, bagi laki-laki hanya istrinya perempuan yang paling baik, sedang bagi perempuan hanya suaminya laki-laki yang menarik hatinya. Masing-masing merasa tenteram hatinya dengan adanya pasangan itu.

Semuanya itu merupakan modal yang paling berharga dalam membina rumah tangga bahagia. Dengan adanya rumah tangga yang berbahagia, jiwa dan pikiran menjadi tenteram, tubuh dan hati mereka menjadi tenang, kehidupan dan penghidupan menjadi mantap, kegairahan hidup akan timbul, dan ketenteraman bagi laki-laki dan perempuan secara menyeluruh akan tercapai.

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ اِلَيْهَاۚ فَلَمَّا تَغَشّٰىهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيْفًا فَمَرَّتْ بِهٖ ۚفَلَمَّآ اَثْقَلَتْ دَّعَوَا اللّٰهَ رَبَّهُمَا لَىِٕنْ اٰتَيْتَنَا صَالِحًا لَّنَكُوْنَنَّ مِنَ الشّٰكِرِيْنَ 

Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhan Mereka (seraya berkata), “Jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami akan selalu bersyukur.” (al-A’raf/7: 189)

Khusus mengenai kata-kata mawaddah (rasa kasih) dan rahmah (sayang), Mujahid dan ‘Ikrimah berpendapat bahwa yang pertama adalah sebagai ganti dari kata “nikah” (bersetubuh) dan yang kedua sebagai kata ganti “anak”.

Jadi menurut Mujahid dan ‘Ikrimah, maksud ungkapan ayat “bahwa Dia menjadikan antara suami dan istri rasa kasih sayang” ialah adanya perkawinan sebagai yang disyariatkan Tuhan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dari jenisnya sendiri, yaitu jenis manusia, akan terjadi persenggamaan yang menyebabkan adanya anak-anak dan keturunan. Persenggamaan merupakan suatu yang wajar dalam kehidupan manusia, sebagaimana adanya anak-anak yang merupakan suatu yang umum pula.


Baca Juga: Surah Ar-Rum [30] Ayat 21: 3 Tujuan Pernikahan Menurut Al-Quran


Ada yang berpendapat bahwa mawaddah bagi anak muda, dan rahmah bagi orang tua. Ada pula yang menafsirkan bahwa mawaddah ialah rasa kasih sayang yang makin lama terasa makin kuat antara suami istri.

Sehubungan dengan mawaddah itu Allah mengutuk kaum Lut yang melampiaskan nafsunya dengan melakukan homoseks, dan meninggalkan istri-istri mereka yang seharusnya menjadi tempat mereka melimpahkan rasa kasih sayang dan melakukan persenggamaan. Allah berfirman:

وَتَذَرُوْنَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْۗ

Dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu?  (asy-Syu’ara’/26: 166)

Dalam ayat ini, Allah memberitahukan kepada kaum laki-laki bahwa “tempat tertentu” itu ada pada perempuan dan dijadikan untuk laki-laki. Dalam hadis diterangkan bahwa para istri semestinya melayani ajakan suaminya, kapan saja ia menghendaki, namun harus melihat kondisi masing-masing, baik dari segi kesehatan ataupun emosional. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dalam rumah tangga. Nabi saw bersabda:

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ مَامِنْ رَجُلٍ يَدْعُوْ إِمْرَأَتَهُ اِلَى فِرَاشِهَا فَتَأْبَى عَلَيْهِ اِلاَّ كَانَ الَّذِيْ فِى السَّمَاءِ سَاخِطٌ عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا. وَفِى لَفْظٍ اَخَرَ: اِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةُ فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتىَّ تُصْبِحَ. (رواه مسلم عن أبي هريرة)

Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada seseorang lelaki pun yang mengajak istrinya untuk bercampur, tetapi ia (istri) enggan, kecuali yang ada di langit akan marah kepada istri itu, sampai suaminya rida kepadanya.

Dalam lafal yang lain, hadis ini berbunyi, “Apabila istri tidur meninggalkan ranjang suaminya maka malaikat-malaikat akan melaknatinya hingga ia berada di pagi hari. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang lain, Allah menetapkan ketentuan-ketentuan hidup suami istri untuk mencapai kebahagiaan hidup, ketenteraman jiwa, dan kerukunan hidup berumah tangga. Apabila hal itu belum tercapai, mereka semestinya mengadakan introspeksi terhadap diri mereka sendiri, meneliti apa yang belum dapat mereka lakukan serta kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat.

Kemudian mereka menetapkan cara yang paling baik untuk berdamai dan memenuhi kekurangan tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah, sehingga tujuan perkawinan yang diharapkan itu tercapai, yaitu ketenangan, saling mencintai, dan kasih sayang.

Demikian agungnya perkawinan itu, dan rasa kasih sayang ditimbul-kannya, sehingga ayat ini ditutup dengan menyatakan bahwa semuanya itu merupakan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah bagi orang-orang yang mau menggunakan pikirannya. Akan tetapi, sedikit sekali manusia yang mau mengingat kekuasaan Allah yang menciptakan pasangan bagi mereka dari jenis mereka sendiri (jenis manusia) dan menanamkan rasa cinta dan kasih sayang dalam jiwa mereka.

Suatu penelitian ilmiah menunjukkan bahwa setelah meneliti ribuan pasangan suami istri (pasutri) maka disimpulkan bahwa setelah diadakan korelasi, maka antara kedua pasangan tadi terdapat banyak kesamaan, baik secara psikologis maupun secara fisik. Maksud “jenis kamu sendiri” di sini adalah dari sisi psikis dan fisik yang sama sehingga mereka mempunyai kesamaan antara keduanya.

Hanya dengan hidup bersama pasangan yang serasa akrab (familiar) dengannya, maka akan tumbuh perasaan mawaddah dan rahmah, kasih sayang dan perasaan cinta. Oleh karena itu, teman hidup harus dipilih dari jenis, kelompok fisik, dan kejiwaan yang mempunyai kemiripan yang serupa dengannya.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Ar-Rum ayat 22


 

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...