Jika orang kafir ingkar terhadap hari kebangkitan, sebaliknya orang mukmin mempercayai fenomena tersebut, sebagaimana penjelasan awal dalam Tafsir Surah Saba’ Ayat 4-8. Tentu perbedaan sikap keduanya diperhatikan oleh Allah dan akan memberi ganjaran sesuai dengan sikap tersebut.
Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Saba’ Ayat 2-3
Dijelaskan pula dalam Tafsir Surah Saba’ Ayat 4-8 bahwa, sejatinya orang kafir enggan menggunakan akal mereka, seandainya mereka mau berfikir dan merenung, tentu apa yang disampaikan Nabi melalui wahyu sesuai dengan apa yang ada di akal dan di kitab yang mereka yakini. Lalu, yang akan mereka temui adalah kebenaran risalah tersebut.
Ayat 4
Adapun orang-orang yang beriman percaya kepada hari kebangkitan dan membuktikan keimanan mereka dengan mengerjakan amal saleh serta menjauhi perbuatan yang dilarang Allah.
Mereka akan memperoleh ampunan dari Allah Yang Maha Pengampun. Allah akan mengampuni kesalahan mereka dan menghapuskan dosa mereka sesuai dengan firman-Nya
اِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّاٰتِۗ ذٰلِكَ ذِكْرٰى لِلذَّاكِرِيْنَ
Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah). (Hud/11: 114)
Mereka akan memperoleh rezeki yang halal dan kehidupan bahagia di dalam surga Na’im.
Ayat 5
Sebaliknya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah, berusaha menghalang-halangi orang lain untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mendustakan hari kebangkitan serta memperolok-olokkan orang yang memercayainya, menyangka bahwa mereka akan luput dari azab Allah.
Karena kesombongan dan keingkaran, mereka akan memperoleh azab yang sangat pedih dan akan dilemparkan ke dalam neraka Jahim. Demikianlah hikmah kebijaksanaan dan keadilan Allah menyediakan hari kebangkitan supaya manusia menerima balasan sesuai dengan perbuatannya.
Mustahil Allah akan menyamakan hamba-Nya yang berbuat baik dengan hamba-Nya yang berbuat jahat. Allah berfirman pada ayat di bawah ini
اَمْ نَجْعَلُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ كَالْمُفْسِدِيْنَ فِى الْاَرْضِۖ اَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِيْنَ كَالْفُجَّارِ
Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi? Atau pantaskah Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang jahat? (Shad/38: 28)
Dan firman-Nya:
لَا يَسْتَوِيْٓ اَصْحٰبُ النَّارِ وَاَصْحٰبُ الْجَنَّةِۗ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ
Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. (al-Hasyr/59: 20)
Ayat 6
Allah menjelaskan bahwa berbeda dengan orang kafir yang tidak mau mempergunakan akal dan pikirannya dan secara apriori menolak apa yang diberitakan Al-Qur’an, sebagian Ahli Kitab, seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab, dan lainnya, mengakui bahwa apa yang diberitakan dalam Al-Qur’an tentang akan datangnya hari kiamat adalah benar dan tidak dapat diragukan lagi.
Mereka juga mengakui bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk dari Allah kepada jalan lurus yang harus dipedomani oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Di dalam Al-Qur’an itu terdapat undang-undang, peraturan, dan hukum yang sesuai dengan fitrah manusia dan lingkungan hidupnya serta pasti akan membawa kebahagiaan.
Baca Juga : Tafsir Tarbawi: Larangan Debat Kusir dengan Orang yang Tidak Berilmu
Ayat 7-8
Pada ayat ini, Allah menerangkan keingkaran orang-orang kafir terhadap terjadinya hari kebangkitan dan bagaimana hebatnya cemoohan dan olok-olok mereka terhadap Nabi Muhammad yang memberitakannya.
Mereka saling bertanya tentang seorang laki-laki yang mengatakan bahwa apabila mereka telah mati dan dikuburkan kemudian tubuh dan tulang-belulang mereka telah hancur luluh, sesudah itu akan hidup kembali untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.
Orang yang mengatakan hal itu adalah Muhammad yang mendakwahkan bahwa dia menerima wahyu dari Tuhannya. Mereka menganggap bahwa ini adalah suatu peluang besar bagi mereka untuk mempengaruhi pendapat umum dan mendiskreditkan Nabi serta mengatakan bahwa dia telah gila atau mengada-adakan suatu kebohongan besar terhadap Allah dengan mengatakan bahwa berita itu adalah wahyu yang diturunkan kepadanya.
Mungkin kebanyakan orang awam akan terpengaruh oleh cemoohan dan olok-olok itu sehingga mereka memandang rendah dan hina terhadap Nabi.
Oleh sebab itu, Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa orang-orang yang tidak percaya akan adanya hari akhirat akan mendapat siksaan dan berada dalam kesesatan yang nyata. Mereka akan mendapat siksaan baik di dunia maupun di akhirat.
Di dunia mereka akan menjadi orang-orang yang sesat di tengah perjalanan hidupnya, tidak mengetahui arah yang akan dituju, serta selalu dalam kegelisahan dan keragu-raguan. Orang-orang yang tidak mempunyai akidah dan tidak percaya kepada keadilan Allah dan hari akhirat akan selalu terombang-ambing dalam kebingungan.
Ia tidak mempunyai harapan untuk mendapat keadilan Allah karena apa yang ditemui dan dilihatnya di dunia ini penuh dengan kepincangan dan kezaliman. Orang yang lemah menjadi mangsa bagi yang kuat.
Sedangkan orang-orang yang beriman yang percaya sepenuhnya akan keadilan Allah dan adanya perhitungan perbuatan manusia di akhirat nanti, tentu akan yakin sepenuhnya bahwa bila ia teraniaya, Allah akan membalas orang yang menganiayanya dengan balasan yang setimpal.
Kalau tidak di dunia ini, di akhirat nanti pasti pembalasan itu akan terlaksana. Bahkan di akhirat nanti Allah akan memberi balasan yang berlipat ganda atas kesabaran dan ketawakalan-nya. Kepercayaan kepada adanya hari akhirat adalah suatu rahmat bagi seorang hamba Allah.
(Tafsir Kemenag)
Baca Setelahnya : Tafsir Surah Saba’ Ayat 9-10