Pada umumnya, ketika seseorang baru menikah rasa cinta masih sangat erat, hubungan sangat harmonis, kesana-kemari bersama-sama, seakan dunia milik berdua. Seiring berjalannya waktu dengan keadaan silih berganti, sebagian pasangan bisa saja merasa bosan, capek, atau rasa cinta pada pasangan menjadi berkurang. Bahkan, terkadang perasaan sebagian pasangan berangsur menghilang. Na’udzubillahi min dzalik
Rasa cinta, kasih, dan sayang yang semakin berkurang secara psikologi, diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya; kurangnya komunikasi antara suami-istri yang mengakibatkan kesalahpahaman. Juga, realitas kehidupan pasca menikah tidak sesuai dengan impian sebelum pernikahan, seperti kesibukan yang membuat kurangnya keintiman dalam rumahtangga, kebiasaan yang dikurang disukai dari pasangan, dan beberapa hal lainnya.
Sedangkan, secara spiritual rasa cinta yang semakin berkurang disebabkan karena hubungan suami atau istri kepada Tuhan semakin menjauh. Sampai akhirnya, cinta dan kasih sayang Allah jauh dari rumah tangga mereka.
Menjaga rasa cinta, kasih dna sayang dalam rumah tangga, butuh yang namanya penguatan doa. Salah satu doa yang digadang-gadang sebagai penguat rasa cinta suami dan istri adalah surat Ali Imran ayat 31 yang berbunyi:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Lantas mengapa ayat ini digadang-gadang sebagai ayat untuk mempererat ikatan suami-istri? Bagaimana tafsir ayat 31 dari surat Ali Imran ini?
Sebelum menilik pada penafsiran beberapa mufassir, alangkah baiknya terlebih dahulu membahas bagaimana asbab al-nuzul ayat tersebut. Turunnya surat Ali Imran ayat 31 ini berkaitan dengan sekelompok (kelompok orang Yahudi -ada yang bilang adalah Ka’ab bin Asyraf dan pengikutnya) pada masa Nabi Muhammad yang mengaku mencintai Allah. Mereka bersumpah bahwa mereka mencintai Tuhan, dan mereka merasa bahwa mereka adalah anak Tuhan, dan Kekasih-Nya. Ketika itu Allah langsung menurunkan ayat 31 ini.
Secara tidak langsung, ayat ini merupakan teguran keras kepada orang-orang yang mengakui mencintai Allah akan tetapi tidak mengakui kerasulan Nabi Muhammad. Teguran bagi orang yang mengaku cinta, tapi lisan dan perbuatannya melakukan hal yang tidak disukai Allah.
Gerbang Awal untuk Dapat Dikatakan Cinta Allah
Ayat ini berbicara mengenai -Jika kau mencitai Allah maka ikutilah aku (Nabi Muhammad), artinya mengakui kerasulan Nabi Muhammad adalah gerbang awal untuk dapat dikatakan mencintai Allah. Al-Maraghi mengatakan, konsekuensi untuk mencitai Allah adalah keharusan hamba mengakui kerasulan Nabi Muhammad.
Cinta sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah, bahwa Allah berfirman, “Siapa yang memusuhi wali-Ku maka telah Ku-umumkan perang atasnya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Ku-sukai daripada melakukan apa yang Ku-fardhukan. Seseorang yang berusaha terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah, pada akhirnya Aku mencintai-Nya, dan kalau Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya aku melihat, tangannya yang dengannya dia bertindak, serta kakinya yang dengannya ia melangkah. Apabila ia memohon kepada-Ku, akan Ku-kabulkan dan apabila dia meminta perlindungan, pasti dia Kulindungi.” (HR.Bukhari)
Quraish Shihab mengatakan, cinta manusia kepada Allah adalah kualitas yang mengejewantahkan pada diri seorang yang beriman hingga menghasilkan ketaatan kepada-Nya, penghormatan, penanggungan. Sampai, pada tingkat ia lebih mementingkan-Nya dari selain-Nya.
Seseorang yang mencintai Tuhannya akan merasa tidak sabar dan resah untuk tidak memandang dan memenuhi kehendak-Nya, tidak menyebut yang lain kecuali mengingat-Nya. Puncaknya adalah ketika ia menyebut-nyebut (dzikir) sembari memandangkeindahan dan kebesaran-Nya. Mengutip ungkapan Al-Qusyairi mengenai cinta kepada Allah, “mementingkan kekasih daripada sahabat.” Maksudnya, mendahulukan keridhaan Kekasih- Allah, daripada yang lain, dan ego yang bertentangan dengan kehendak-Nya.
Meski makna cinta masih diperselisihkan, Quraish Shihab memberikan defenisi yang menarik mengenai hakikat cinta yang mengutip dari perkataan sebagian sufi. Cinta adalah dasar dan prinsip perjalanan menuju Allah. Semua keadaan dan peringkat yang dialami oleh pejalan (maqam) adalah tingkatan cinta kepada Allah. Ia tidak bisa hancur dalam keadaan apapun selama jalan menuju Allah tetap ditelusuri.
Cinta Allah dan Rasul Jalan Perekat Cinta Suami-Istri
Ketika cinta kepada Allah dan Rasul telah paripurna, maka cinta makhluk padanya pun akan paripurna. Orang-orang disekitarnya akan cinta dan sayang padanya, dalam hal ini adalah pasangan. Hubungan akan senantiasa diberkahi, dan didamaikan. Sakinah, Mawaddah wa Rahmah.
Cinta berbalas cinta dari Allah, curahannya akan berkah, dan penuh anugerah-Nya. Anugerah Allah tidak terbatas, karunia-Nya pun juga tidak terbatas. Limpahan karunia-Nya disesuaikan pada kadar cinta manusia kepada-Nya. Setidaknya, pengampunan dosa serta curahan Rahmat-Nya untuk manusia.
Terakhir, lantas bagaimana surat Ali Imran ayat 31 menjadi ajimat penguat hubungan suami-istri? Menurut penulis, sebagaimana seseorang yang mengatakan cinta dan kedekatan antara suami dan istri dapat digambarkan dengan sebuah bentuk segitiga sama sisi. Jika suami dan istri berada di dua sisi kaki segitiga tersebut, maka Allah berada pada puncak segitiga itu. Semakin mendekat titik suami-istri pada puncak segitiga, maka kedekatan suami-istri juga akan semakin dekat. Sebaliknya jika titik suami-istri berada jauh hingga dasar segitiga, maka kedekatan titik suami-istri semakin jauh.
Gambaran tersebut, menjelaskan bahwa pentingnya kedekatan suami-istri pada Tuhannya. Cinta kedua suami-istri akan semakin erat ketika mereka mencintai Tuhannya. Semakin sekat keduanya pada Allah, maka akan semakin erat hubungan keduanya. Mencintai Allah, mendekat pada-Nya dengan mengikuti ajaran Rasul -mengakui kerasulan Nabi Muhammad, dan mencintainya.
Wallahua’lam