BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Enam Hikmah Disyariatkannya Tayamum

Tafsir Ahkam: Enam Hikmah Disyariatkannya Tayamum

Sebagai alternatif bersuci dari hadas kecil dan besar, keberadaan tayamum merupakan sebuah keringanan dari agama yang amat berharga. Sebab memang tidak di setiap tempat didapati air. Begitu pula air kadangkala terbatas di beberapa daerah, sampai-sampai harus dibeli dengan harga yang sangat mahal. Oleh karena itu, tentu akan menyulitkan jika keabsahan salat misalnya digantungkan pada keberadaan  air.

Namun meyakini bahwa kebaikan Islam dalam tayamum hanya terbatas pada ditiadakannya kewajiban menggunakan air bagi orang yang tidak menemukan air, adalah pandangan yang sempit. Sebab bila kita melihat berbagai penjelasan ulama yang disampaikan secara rinci atau hanya sebatas tersirat, kebaikan Islam dalam tayamum terdapat pada enam poin penting lainnya. Berikut poin-poin tersebut:

Kebaikan Islam dalam Disyariatkannya Tayamum

Allah berfirman usai menerangkan tentang disyariatkannya tayamum:

مَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur (QS. Al-Ma’idah [5}: 6).

Baca juga: Dalil dan Aturan Tayamum, Tafsir Surat An-Nisa Ayat 43

Para ulama tatkala menguraikan ayat di atas menjelaskan enam poin penting tentang kebaikan Islam dalam tayamum, selain dari bahwa debu dapat menggantikan air tatkala tidak menemukan air:

Pertama, bersuci menggunakan debu merupakan praktik bersuci yang ada hanya dalam syariat Nabi Muhammad. Dan ini menunjukkan betapa istimewanya umat Nabi Muhammad. Sahabat Khudzaifah meriwayatkan sabda Nabi terkait keutamaan yang hanya diterima umatnya ini (Tafsir Ibn Katsir/2/320):

وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ

Dan debu bumi dijadikan suci serta mensucikan tatkala kita tidak menemukan air (HR. Imam Muslim).

Kedua, debu tidak hanya dapat menjadi alternatif bersuci tatkala tidak menemukan air, tapi juga tatkala kesulitan menggunakan air. Salah satunya sebab sakit yang tidak memungkinkan berdekatan dengan air. Poin ini penting dijadikan kajian bagi muslim yang berkecimpung di dunia kedokteran. Islam tidaklah memaksakan diberlakukannya syariat apabila dapat mengancam keselamatan jiwa pemeluknya (Tafsir Mafatihul Ghaib/5/215).

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari sahabat Jabir, diceritakan ada seorang yang terkena luka dikepalanya dan ia mengalami mimpi basah. Ia bertanya pada orang di sekitarnya, apakah ia boleh bertayamum untuk hadasnya sebab air akan membahayakan lukanya. Orang di sekitarnya menyatakan ia tidak boleh tayamum. Orang tersebut lantas menggunakan air dan meninggal. Nabi yang mengetahui tentang itu amat marah dan menyalahkan mereka mengapa tidak bertanya-tanya terlebih dahulu. Padahal ia cukup meletakkan semacam perban di lukanya dan kemudian melakukan tayamum (Subulus Salam/1/331).

Baca juga: Tafsir Ahkam: Orang Sakit Diperbolehkan Tayamum Meski Menemukan Air

Ketiga, termasuk yang membolehkan tayamum adalah sebab air sangat terbatas dan hanya cukup untuk dikonsumsi sehari-hari, atau untuk membelinya perlu biaya yang cukup tinggi. Entah itu untuk dikonsumsi manusia atau hewan yang tergolong “dimuliakan” dalam Islam, Kesemuanya menurut ulama dapat menjadi sebab diperbolehkannya tayamum. Hal ini penting diketahui oleh muslim yang tinggal diperkotaan dengan akses air bersih amat dibatasi (Tafsir Mafatihul Ghaib/5/493).

Keempat, kemurahan Islam dalam tayamum tidak hanya pada boleh digantikannya air, tapi juga pada materi yang dapat menggantikan air adalah materi yang cukup mudah ditemui, yakni debu yang umumnya dapat ditemui di segala tempat. Selain itu, debu juga bukan sesuatu yang cocok untuk dikomersilkan. Beda dengan air (Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatihi/1/105).

Kelima, kemurahan Islam dalam tayamum tidak terbatas pada alat yang dibuat bersuci saja, tapi juga pada anggota tubuh yang wajib dikenainya. Hal ini dapat dilihat bahwa pada wudhu ada empat anggota tubuh yang wajib terkena air, sedangkan pada tayamum hanya cukup dua anggota saja.

Keenam, tayamum mengajarkan manusia untuk menjahui sikap sombong. Dalam tayamum, manusia dipertintahkan untuk mengusapkan debu yang merupakan materi amat rendah serta tidak bernilai pada wajahnya yang tergolong anggota tubuh paling mulia (Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatihi/1/105).

Demikian enam poin penting tentang hikmah disyariatkannya tayamum. Penulis meyakini bahwa sebenarnya masih banyak hikmah lain yang belum penulis cantumkan. Hal dikarenakan antara wudhu serta mandi besar yang notabene menggunakan air, memiliki banyak berbedaan karakteristik dengan tayamum yang menggunakan debu. QS. Al-Maidah ayat 6 di atas mencantumkan redaksi cukup panjang yang menunjukkan kemurahan Islam dalam disyariatkannya tayamum. Wallahu a’lam bish shawab.

Baca juga: Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Turun Lebih dari Sekali dan Hikmah di Baliknya

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...