BerandaTafsir TematikPenjelasan Nabi Saw Tentang QS. Alnisa' : 123 Untuk Meredam Kesedihan Sahabat

Penjelasan Nabi Saw Tentang QS. Alnisa’ [4]: 123 Untuk Meredam Kesedihan Sahabat

Manusia tidak akan pernah lepas dari kesalahan. Sebagai salah satu bentuk amal perbuatan, pelakunya akan mendapatkan balasan sesuai kadar kesalahannya tersebut. Dalam QS. Alnisa’ [4]: 123 dijelaskan bahwa siapapun yang melakukan kesalahan pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal, dan tidak akan ada penolongnya selain Allah Swt. Dalam memahami ayat tersebut, beberapa sahabat merasakan kerisauan yang luar biasa, hingga membuat mereka kerap bersedih. Lalu, Nabi Saw memberikan penjelasan terkait hal tersebut. Berikut ulasannya.

Sahabat adalah generasi yang paling paham terhadap Alquran dan paling sempurna dalam mengamalkan ajaran-ajarannya. Betapa tidak? Mereka berada di bawah bimbingan Rasulullah Saw langsung. Mereka – sebagaimana tulis Ahmad Khalil Jum’ah – saat mendengar wahyu yang dibacakan, seakan-akan wahyu tersebut turun kepada mereka langsung. Hal ini tidak lain karena Nabi sebagai panutan berada di hadapan mereka (al-Qur’an wa Aṣḥābu Rasūlillāh).

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Nisa’ Ayat 123-124

Kendati menjadi generasi yang paling diakui pemahamannya terhadap Alquran, ada sebagian sahabat yang berlebihan dan ada pula yang kurang mampu bahkan keliru menangkap makna sebuah ayat. Semua ini tidak lepas dari kemampuan mereka secara individu dalam memahami ayat tersebut. Kisah Umar bin Khattab, Ibnu Abbas, dan sahabat senior lain dalam memahami surat Alnashr sudah cukup sebagai gambarannya. Salah satu contoh kasus pemahaman sahabat terhadap ayat secara berlebihan adalah pemahaman mereka terhadap QS. Alnisa’ [4]: 123. Berikut redaksi ayat dan terjemahannya.

لَيْسَ بِاَمَانِيِّكُمْ وَلَآ اَمَانِيِّ اَهْلِ الْكِتٰبِ ۗ مَنْ يَّعْمَلْ سُوْۤءًا يُّجْزَ بِهٖۙ وَلَا يَجِدْ لَهٗ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلِيًّا وَّلَا نَصِيْرًا

(Pahala dari Allah) bukanlah (menurut) angan-anganmu dan bukan (pula menurut) angan-angan Ahlul Kitab. Siapa yang mengerjakan kejahatan niscaya akan dibalas sesuai dengan (kejahatan itu) dan dia tidak akan menemukan untuknya pelindung serta penolong selain Allah.

Saat ayat ini turun, para sahabat merasa berat bahkan sampai ada kondisi yang tidak terduga. Mereka sering merasa dihantui atas kesalahan yang pernah mereka perbuat. Akhirnya, mereka melaporkan hal tersebut kepada Nabi Muhammad Saw. Beliau pun menjawab “Berbuat baik dan mendekatlah! Karena pada setiap musibah yang menimpa orang Islam terdapat pelebur dosa. Bahkan sampai bencana yang menimpanya dan duri yang mengenainya.” Demikian informasi yang diriwayatkan Imam an-Nasa`i dari Sahabat Abu Hurairah (as-Sunan al-Kubrā, 10/72).

Baca Juga: Hidup itu Nikmat, Bukan Siksa

Dalam riwayat Ibn Murdawaih –sebagaimana kutip Ibn Qutaibah– para sahabat yang mendengar ayat ini menangis dan bersedih. Mereka berkata “Duhai Nabi, ayat ini tidak menyisakan suatu apapun.” Nabi menjawab “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh ia seperti yang diturunkan. Tapi bergembiralah, mendekatlah, dan perbaikilah. Karena tidak ada satupun musibah yang menimpa kalian di dunia ini kecuali Allah menghapus satu kesalahan sebab musibah tersebut. Bahkan sampai duri yang menancap di kaki salah satu dari kalian”. (Taṣwībāt fī Fahm Ba’ḍ al-Āyāt. 38).

Senada dengan dua hadis di atas, Hannād as-Sirrī dalam kitab az-Zuhdu-nya menuturkan sebuah riwayat dari Sahabat Abu Bakar. Sebagai orang yang cerdas, sahabat yang paling mulia ini bertanya perihal solusi untuk kesalahan yang telah diperbuat selama ini. “Lantas bagaimana cara memperbaiki kesalahan setelah turunnya ayat ini? Setiap orang dari kami akan dihukum sebab kesalahan yang diperbuatnya”, tanya Abu Bakar. Nabi menjawab “Semoga Allah mengampunimu, wahai Abu Bakar. Bukankah kamu pernah diuji dengan musibah? Bukankah kamu juga sakit? Bukankah kamu pernah bersedih? Bukankah kamu pernah tertimpa kesukaran?” Ia menjawab “Benar.” Kemudian Nabi menjelaskan “Itu adalah balasan untuk kalian.”

Baca Juga: Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 79: Manusia Bertanggung Jawab Atas Perbuatan Dosa

Kesimpulan

Melalui tiga riwayat di atas, para sahabat merasa tidak aman atas keburukan yang telah diperbuat. Mereka adalah orang yang tidak dijamin bebas dari kesalahan sebagaimana Rasulullah Saw dan nabi rasul yang lain. Ini adalah bentuk pengakuan tulus, ketawaduan mereka terhadap Allah, tidak adanya rasa sombong pada diri mereka meskipun sebagai generasi yang menemani perjuangan Nabi Saw dan memiliki amal yang luar biasa. Hal ini karena mereka memahami ayat tersebut dengan membayangkan balasan dan membawanya pada kehidupan akhirat. Mereka akan di siksa di neraka untuk setiap satu kesalahan.

Tidak demikian rupanya. Pemahaman mereka terhadap ayat ini keliru. Nabi menjelaskan dan menegaskan bahwa kesulitan, sakit, cobaan dan keburukan apapun yang menimpa mereka atau orang Islam di dunia ini, adalah bentuk balasan atas kesalahan yang diperbuat. Semua itu menjadi balasan Allah bagi orang yang dikehandaki kebaikan untuk-Nya. Bagi mereka, semua itu menjadi pelebur kesalahan. Mengenai balasan Allah ini, Sayyidah A‘isyah menuturkan bahwa ketetapan Allah tidak akan pernah berubah. Suatu perbuatan akan dibalas oleh-Nya. orang yang melakukan kebaikan, akan dibalas dengan kebaikan. Dan orang yang melakukan keburukan akan dibalas dengan keburukan pula. Bagi Allah tidak ada pertukaran. Tidak ada penggantian ketetapan. Dan tidak ada yang mampu menolak keinginan-Nya. (Taṣwībāt fī Fahm Ba’ḍ al-Āyāt. 40).

Wallahu a’lam…

Syafiul Huda
Syafiul Huda
Musyrif dan mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...