BerandaBeritaTuntunan Al-Quran dalam Menyikapi Penghinaan Terhadap Nabi SAW

Tuntunan Al-Quran dalam Menyikapi Penghinaan Terhadap Nabi SAW

Dunia tengah diributkan oleh sebuah polemik yang disulut oleh Emmanuel Macron, Presiden Prancis. Ia menyetujui pembuatan karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW oleh majalah Charlie Hebdo, dengan dalih kebebasan berekspresi. Ditambah, Macron juga menyatakan bahwa Islam adalah ‘agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia’ (22/10).

Sikap dan pernyataan rasis Macron tersebut tentu menyulut kemarahan umat Muslim. Karena pembuatan karikatur Nabi Muhammad adalah suatu hal yang tabu dalam Islam, apalagi disertai framing yang merendahkan.

Quraish Shihab menyebutkan bahwa menggambar Nabi Muhammad adalah sesuatu yang terlarang, meski fisik Nabi sebenarnya bisa dideskripsikan secara terbatas, merujuk sejumlah riwayat para sahabat.

Upaya penghinaan terhadap sosok agung Muhammad SAW tentu bukan terjadi kali ini saja, melainkan sudah berulang-ulang dalam catatan sejarah. Dan hinaan-hinaan itu tidak sedikit pun mengurangi kemuliaannya.

Baca Juga: Hinaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang Diabadikan dalam Al-Quran

Dalam sejarah modern, sebut saja kejadian karikatur Jylland Posten Denmark, Megazinet Norwegia, Die Welt Jerman, dan Tabloid Peta Bekasi. Juga buku “Ayat-ayat Setan” dan film “Innocence of Muslims.” William Montgomery Watt, orientalis asal Britania, menyatakan bahwa tidak ada tokoh besar dalam sejarah yang paling banyak difitnah melebihi Nabi Muhammad SAW.

Penghinaan terhadap Nabi Muhammad bahkan sudah terjadi sejak beliau masih hidup di tengah-tengah sahabat. Al-Quran dengan jelas merekam beberapa di antaranya, yaitu Muhammad dituduh sebagai epilepsi, dukun, pembual, pembohong/penipu, penyair gila, sampai dengan tukang sihir. Berbagai hinaan tersebut bisa dilihat dalam berbagai ayat misalnya Surat al-Anbiya’ 21: 5, al-Haqqah 69: 40-41, al-Haqqah 69: 42, al-Zariyat 51: 52, QS al-Hijr 15: 6, dan Surat al-Furqan 25: 6.

Al-Quran mengisyaratkan bahwa penghinaan terhadap Nabi muncul setidaknya karena dua hal, pertama yaitu keangkuhan sebagaimana disebut dalam Surah al-Jasyiah ayat 35:

ذَٰلِكُمْ بِأَنَّكُمُ اتَّخَذْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ هُزُوًا وَغَرَّتْكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا ۚ فَالْيَوْمَ لَا يُخْرَجُونَ مِنْهَا وَلَا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ.

“Yang demikian itu, karena sesungguhnya kalian menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat.” (QS al-Jasyiah [45]: 35)

Kedua adalah ketidaktahuan, yang terjadi akibat ketidaksampaian dakwah atau tersampaikannya informasi tentang Nabi secara distorsif, sehingga terjadi kesalahpahaman. Sebagaimana diisyaratkan dalam Surah al-Maidah ayat 104:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۚ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ.

“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk.” (QS al-Maidah [5]: 104)

Melihat penghinaan seperti di atas tentu saja kita tidak rela, karena itu adalah kemunkaran. Apalagi yang dihina adalah Rasulullah Saw, sosok yang kita cintai melebihi Orangtua, anak, bahkan diri kita sendiri. Pertanyaannya kemudian adalah harus diwujudkan dalam bentuk apa kekecewaan itu? Yang pasti bukan dengan cara kekerasan, apalagi pembunuhan dan teror!

Baca Juga: Tinjauan Tafsir terhadap Jihad, Perang dan Teror dalam Al-Quran

Para ulama telah menegaskan bahwa berbuat kebaikan harus dengan cara yang baik, dan mencegah kemunkaran juga harus dengan cara yang baik. Dalam kalimat bahasa Arab yaitu amar ma’ruf bi al-ma’ruf nahi munkar bi al-ma’ruf. Mencegah kemunkaran tidak boleh dengan memunculkan kemungkaran yang baru, apalagi kemunkaran yang lebih besar.

Allah SWT menyampaikan dalam Surah al-Nisa ayat 140 tentang pentingnya bersikap bijak menghadapi penghinaan:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ.

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Alquran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS al-Nisa [4]: 140)

Begitu juga dalam Surah Fusilat ayat 34:

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ.

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sampai antara kamu dan dia yang bermusuhan menjadi teman yang sangat setia.” (QS Fusilat [41]: 34)

Sementara Nabi Muhammad yang harus senantiasa menjadi teladan kita, telah memberikan contoh bagaimana menyikapi penghinanya, seperti tatkala diusir, dikejar dan dilempari batu oleh warga kota Taif, sampai berdarah-darah.

Saat itu malaikat meminta Nabi untuk berdoa kepada Allah supaya memerintahkannya agar menimpakan azab untuk mereka. Kemudian, kita tahu, bahwa sikap manusia paling agung ini, dengan keluhuran akhlaknya, justru menengadahkan tangan ke langit dan berucap dengan kasih sayangnya, “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka belum mengetahui.”

Jika Muhammad Saw yang dengan kegigihan dakwahnya bersikap demikian lalu bagaimana dengan kita? Kita belum menyampaikan apa pun tentang keluhuran agama ini kepada mereka. Kita justru selalu menampilkan citra yang buruk tentang agama ini, sehingga gagal meraih simpati.

Baca Juga: Pesan Cinta Syekh Adnan al-Afyouni: Pertahankan Kesejahteraan Indonesia !

Saya jadi teringat muhasabah Habib Ali al-Jufri, seorang dzuriyah Nabi yang mampu meneladani keluhuran akhlak kakeknya yang introspeksi dan berkata, “Duhai Rasulullah… orang-orang yang belum mengetahui, yang menggambarmu, sejatinya bukan menggambarmu. Tetapi menggambar apa yang mereka lihat pada diri kami, yang belum mampu menampilkan ajaran yang engkau bawa ini (secara benar).” Astaghfirullah…

Dari ulasan di atas kita mengetahui bahwa Alquran memberikan tuntunan dalam menyikapi penghina Nabi, agar kita bersikap bijaksana, tabah, dan membalasnya dengan cara yang baik dan elegan. Nabi sendiri memberikan teladan dalam menghadapi penghinanya dengan mendoakan kebaikan dan gigih menyampaikan Islam yang hakiki, dengan cara merangkul bukan memukul. Wallahu A’lam.

M. Najih Arromadloni
M. Najih Arromadloni
Pengurus MUI Pusat, Adviser CRIS Foundation dan Pengajar di Pondok Pesantren Yanbu’ul Ulum, Lumpur Losari Brebes
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....