Beberapa waktu yang lalu, penulis sempat mem-posting sebuah gambar yang penulis ambil dari disertasi Pak Hamam Faizin berjudul Sejarah Penerjemahan Alquran di Indonesia. Isi dari gambar tersebut adalah teks yang beliau nukil dari Nouman Ali Khan, pendiri The Bayyinah Institute for Arabic and Qur’anic Studies di Amerika. Teksnya berbunyi demikian,
“One question in translation, Fir‘aun was non-Arabic. But he speaks Arabic in the Qur’an. Musa was non-Arabic, but he speaks Arabic in the Qur’an. Isa was not Arabic, but he speaks Arabic in the Qur’an. Nuh, no one knows what he spoke, but he speaks Arabic in the Qur’an. Ibrahim travelled all over the place. He travelled in Iraq. He travelled in Palestine. He travelled all over. We don’t know what he spoke, but he spoke Arabic in the Qur’an. This means Allah is translating, isn’t He?”
“Satu hal dalam terjemahan, Fir‘aun bukanlah orang yang berbicara bahasa Arab. Namun, dia bicara bahasa Arab di dalam Alquran. Musa bukanlah orang yang berbicara bahasa Arab. Namun, ia berbicara bahasa Arab di dalam Alquran. Nuh, tidak ada yang tahu ia bicara dengan bahasa apa. Namun, dia berbicara bahasa Arab di dalam Alquran. Ibrahim berkelana ke sejumlah tempat. Ia berkelana ke Iraq. Ia berkelana ke Palestina. Ia berkelana ke tempat-tempat. Kita tidak tahu dia berbicara bahasa apa. Namun, dia berbicara bahasa Arab di dalam Alquran. Ini artinya, Allah menerjemahkan (bahasa mereka), bukan?”
Baca juga: Transformasi Terjemahan Alquran: dari Lisan, Tulis, Website, hingga Aplikasi Android
Teks tersebut dihadirkan dalam konteks penyebutan landasan teologis atas kebutuhan penerjemahan Alquran. Pak Hamam, menurut penulis, agaknya telah mengamini pernyataan Khan yang seolah ingin mengatakan bahwa Allah pun menerjemahkan bahasa rasul-Nya dalam Alquran. Demikian ini karena penulis tidak mendapati komentar atas nukilan tersebut.
Namun demikian, unggahan penulis ini mendapat “kritik” dari seseorang yang menganggap logika semacam tersebut adalah “aneh”. Penulis kemudian tergerak untuk melakukan “pencarian”. Benarkah Allah menjadi penerjemah para rasul-Nya?
Apa yang Khan sampaikan mungkin saja berawal dari firman Allah dalam surah Ibrahim [14] ayat 4, bahwa Allah tidaklah mengutus seorang rasul kecuali dengan lisan kaumnya.
وَما أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلاّ بِلِسانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللهُ مَنْ يَشاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, kecuali dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka. Maka, Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki (karena kecenderungannya untuk sesat), dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Ibrahim [14]: 4).
Baca juga: Johanna Pink dan Kontroversi Teologis dalam Terjemah Alquran di Indonesia
Wahbah al-Zuhailiy dalam tafsinya, mengartikan lisan dalam ayat di atas dengan lughah yang secara literal berarti bahasa. Demikian juga dengan terjemah yang diberikan oleh Qur’an Kemenag. Dalam elaborasinya, Al-Zuhailiy menyebutkan bahwa hal ini merupakan isyarat akan kemunculan seorang rasul dari dalam tubuh kaum itu sendiri, sehingga ia berbicara dengan bahasa mereka.
Dari sini kemudian menjadi penting untuk melakukan pelacakan terhadap bahasa-bahasa yang digunakan oleh kaum atau umat terdahulu. Karena dengan demikian, akan diketahui pula bahasa yang digunakan oleh nabi dan rasulnya. Memang jika merujuk dialog para nabi dan rasul dalam Alquran, kesemuanya menggunakan bahasa Arab. Hal ini sebagai implikasi diturunkannya Alquran kepada Nabi Muhammad saw. sebagai Arabic native. Allah berfirman dalam surah Fushshilat [41] ayat 44,
وَلَوْ جَعَلْناهُ قُرْآناً أَعْجَمِيًّا لَقالُوا: لَوْلا فُصِّلَتْ آياتُهُ
“Seandainya Kami menjadikan (Alquran) bacaan dalam bahasa selain Arab, niscaya mereka akan mengatakan, “Mengapa ayat-ayatnya tidak dijelaskan (dengan bahasa yang kami pahami)?” (Q.S. Fushshilat [41]: 44)
Baca juga: Membedah Terjemah Alquran Kemenag Edisi Penyempurnaan 2019
Sementara itu, beberapa dialog nabi dan rasul dalam Alquran yang disebutkan oleh Khan yang menggunakan bahasa Arab adalah sebagai berikut,
قالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلاً وَنَهاراً. فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعائِي إِلاّ فِراراً
“Dia (Nuh) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, melainkan mereka (makin) lari (dari kebenaran).” (Q.S. Nuh [71]: 5-6)
وَإِذْ قالَ إِبْراهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْناماً آلِهَةً إِنِّي أَراكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
“(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, “Apakah (pantas) engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-An‘am [6]: 74)
Baca juga: Rekomendasi Terjemah Alquran dalam Bahasa Inggris
قَالَ رَبِّ اِشْرَحْ لِي صَدْرِي. وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي. وَاُحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسانِي. يَفْقَهُوا قَوْلِ.
“Dia (Musa) berkata, “Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untuk urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.” (Q.S. Thaha [20]: 25-28)
Ayat pertama berisi tentang pengaduan (syikayah) Nabi Nuh kepada Allah atas dakwah yang dilakukan kepada kaumnya yang tidak membuahkan hasil. Ayat kedua berisi seruan Nabi Ibrahim kepada ayah atau pamannya yang menyembah berhala; dan ayat ketiga berisi doa Nabi Musa tatkala mendapatkan perintah dakwah kepada Fir‘aun.
Dari beberapa ayat ini terlihat bahwa apa yang disebutkan oleh Khan adalah benar, bahwa para nabi dan rasul tersebut memang ditampilkan menggunakan bahasa Arab dalam dialognya di dalam Alquran. Pertanyaannya kemudian, dalam bahasa apakah sebenarnya para nabi dan rasul tersebut berbicara dengan kaumnya? Simak penjelasannya pada bagian tulisan berikutnya. Wallahu a‘lam bi al-shawab. []