Seperti halnya rasm yang lazim menggunakan campuran antara โutsmaniy dan imlaโiy, qiraโah dalam mushaf kuno Nusantara juga lazimnya mengikuti bacaan imam โAshim (w. 128 H.) dari riwayat Hafsh (w. 180 H.). Kelaziman ini menurut M. Isom Yoesqi, sebagaimana dinukil Mustopa, dikarenakan qiraโah โAshim lebih mudah dibaca dan dipraktikkan dibanding qiraโah lainnya (selengkapnya baca: Keragaman Qiraat dalam Mushaf Kuno Nusantara).
Alasan lainnya menurut Islah Gusmian adalah adanya kaitan masalah qiraโah dengan sanad Alquran yang dimiliki kebanyakan ulama Nusantara, seperti Syaikh Muhammad Dimyati bin โAbdullah Termas, Syaikh Muhammad Mahfudz Tremas, Syaikh Muhammad Munawir bin โAbdullah Yogyakarta, dan KH. Muhammad bin Sulaiman bin Zakaria Solo (selengkapnya baca: Relasi Kiai dan Penguasa di Surakarta).
Namun demikian, hal ini juga tidak lantas menutup kemungkinan adanya keragaman qiraโah dalam mushaf kuno Nusantara. Kajian yang dilakukan oleh Mustopa terhadap mushaf kuno Sultan Ternate membuktikan adanya penggunaan qiraโah lain, yakni dari imam Nafiโ (w. 169 H.) melalui riwayat imam Qalun (w. 220 H.) (selengkapnya baca: Keragaman Qiraat dalam Mushaf Kuno Nusantara).
Di samping itu, juga ada kajian lain yang dilakukan Jonni Syatri terhadap lima mushaf kuno Bonjol dan Payakumbuh yang juga menjumpai qiraโah imam Nafiโ dari jalur imam Qalun serta dari perawi imam Nafiโ lainnya, imam Warsy (w. 197 H.) (selengkapnya baca: Telaah Qiraat dan Rasm pada Mushaf Al-Qurโan Kuno Bonjol dan Payakumbuh). Begitu juga kajiannya yang lain atas mushaf koleksi Institut PTIQ yang menggunakan qiraโah imam โAshim dari riwayat imam Syuโbah (w. 193 H.), imam Hamzah (w. 156 H.), โAli al-Kisaโiy (w. 189 H.), dan Khalaf (w. 229 H.) (selengkapnya baca: Mushaf Al-Qurโan Kuno di Museum Institut PTIQ Jakarta).
Dalam kajian yang penulis lakukan sendiri terhadap Mushaf Blawong Gogodalem (baca deskripsi mushafnya pada: Mengenal Mushaf al-Qurโan Blawong Gogodalem (part 2)), penulis menjumpai adanya potensi keragaman qiraโah dalam Mushaf Blawong berkode BRI 84. Potensi ini penulis dapati tatkala mencoba melakukan inventarisasi kekurangan teks dalam naskah serta keberadaan catatan tambahan lainnya.
Ada dua tempat yang menurut penulis dapat dijadikan sebagai indikasi adanya potensi keragaman qiraโah. Pertama, pada Q.S. Albaqarah [2]: 144;
ููู ูุง ุงูููููู ุจูุบูุงูููู ุนูู ููุง ููุนูู ูููููู
โDan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.โ
Pada kata yaโmalun (dengan huruf yaโ) terdapat dua titik (nuqthah) tambahan lain yang ditempatkan pada bagian atas huruf, yang merujuk pada huruf taโ. Qiraโah dengan taโ ini jika dirunut mengikuti imam Hamzah dan โAli al-Kisaโiy, yang juga disebut al-Akhawain, serta imam Ibn โAmir al-Syamiy (21-118 H.).
Kedua, pada Q.S. Ali Imran [3]: 44;
ุฐููููู ู ููู ุฃูููุจูุงุกู ุงููุบูููุจู ูููุญูููู ุฅููููููู ููู ูุง ููููุชู ููุฏูููููู ู ุฅูุฐู ููููููููู ุฃูููููุงู ูููู ู ุฃููููููู ู ูููููููู ู ูุฑูููู ู ููู ูุง ููููุชู ููุฏูููููู ู ุฅูุฐู ููุฎูุชูุตูู ูููู
โItulah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), padahal engkau tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan pena mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan engkau pun tidak bersama mereka ketika mereka bertengkar.โ
Pada kata ladaihim terdapat tanda yang merujuk pada catatan pada bagian pias bertuliskan ladaihum. Bacaan dengan dlammah (ladaihum) ini seperti yang digunakan oleh imam Hamzah. Sedangkan sisanya, termasuk imam โAshim, dengan bacaan kasrah (ladaihim).
Memang jika membandingkan dengan model penulisan dalam mushaf-mushaf kuno lainnya, catatan dalam Mushaf Blawong ini tidak mengisyaratkan dengan jelas adanya keragaman qiraโah, seperti jika dilakukan dengan rubrikasi menggunakan tinta merah. Catatan dalam Mushaf Blawong ini lebih menyerupai pola yang digunakan dalam tashih (koreksi) Alquran, di mana catatan diberikan pada bagian pias naskah menggunakan tanda yang merujuk pada kata yang dianggap keliru.
Namun jika benar catatan ini adalah tashih, pertanyaannya, mengapa diberikan pada bacaan yang sudah benar adanya? Dan mengapa kata pembenaran yang diberikan justru โkeliruโ? Oleh karenanya, penulis meyakini bahwa ada potensi keragaman qiraโah dalam Mushaf Blawong sebagaimana ditunjukkan pada temuan bacaan di dalamnya. Benar-tidaknya butuh pada kajian lebih lanjut dan mendalam. Wallahu aโlam bi al-shawab. []
Baca juga: Perbedaan Qiraah, Riwayah, dan Thariq Serta Contohnya dalam Ilmu Tajwid