BerandaTafsir TematikTafsir Aṡar as-Sujūd dan Kaitannya dengan Jidat Hitam

Tafsir Aṡar as-Sujūd dan Kaitannya dengan Jidat Hitam

Melihat realitas yang ada, tidak sedikit orang memahami bahwa seseorang yang memiliki jidat hitam menunjukkan kuantitas sujud yang dia lakukan, atau ahli ibadah. Ini diasumsikan karena bekas dahi yang sering tergesek dengan alas atau sajadah saat bersujud.

Legitimasi semacam ini didasarkan pada dalil Alquran yang menginterpretasikan lafaz aṡar al-sujūd sebagai bekas sujud, dibuktikan dengan jidat yang menghitam. Apakah penafsiran semacam ini dibenarkan? Mari simak potongan Q.S. al-Fath [48]: 29 berikut.

تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًاۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِۗ ذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِۖ وَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ

….Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud (bercahaya). Itu adalah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan Injil.

Baca Juga: Apa Benar Athar As-Sujud itu Bekas Hitam di Jidat?

as-Shabuni memaknai kalimat pembuka ayat 29 ini dengan penjelasan bahwa seseorang yang memperbanyak salat sebagai sebaik-baik amal, dilakukan secara ikhlas semata-mata hanya kepada-Nya, akan dilimpahkan pahala surga baginya oleh Allah. Ini sebagai bukti keridaanNya. (Mukhtaṣar Tafsīr Ibnu Kaṡīr, 2/355). Pada potongan ayat berikutnya disampaikan bahwa, orang-orang yang demikian itu (sebagaimana kalimat pembuka ayat) akan tampak tanda bekas sujud dari wajahnya.

Kalimat aṡar al-sujūd tidak bisa dipahami secara sepotong. Perlu memahami secara menyeluruh pada kalimat sebelumnya, yakni sīmāhum fī wujūhihim (pada wajah mereka tampak tanda-tanda). Tanda-tanda ini ditunjukkan oleh wajah secara menyeluruh, tidak hanya dahi sebagai bagian wajah tempat sujud. Artinya, tidak ditunjukkan secara indrawi atas dahi hitam sebagai dampak gesekan sujud.

Az-Zuhaili mengomentari bahwa tanda-tanda khusus yang ditunjukkan oleh wajah-wajah mereka yang ahli ibadah adalah tampak bercahaya, berseri-seri dan teduh wajahnya, rupawan, dan rendah hati.

Sebagaimana dikatakan oleh al-Suddi, bahwa salat dapat memperelok aura wajah. Adapun sebagian orang salaf mengatakan bahwa barang siapa yang memperbanyak salat di waktu malam, maka akan memperelok wajahnya di siang hari. Ini berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir r.a: man kaṡurat ṣalātuhu bi al-laili, ḥasuna wajhuhu bi an-nahāri. (Tafsīr al-Munīr, 26/207)

Dikatakan oleh Syamsuri, bahwa aura wajah yang memancarkan cahayanya membutuhkan waktu yang panjang dari proses sujud itu. Bermula dari sujud dengan jasad (sujud bi al-jasad) hingga menjadi sujud secara sempurna dengan menyatunya hati dan jiwa raga (sujud bi al-jawāhir).

Umumnya orang-orang salafus salih, ahli ibadah melakukan khalwat (tempat sunyi untuk taqarrub ila Allah), ‘uzlah (menjauh dari keramaian) supaya lebih khusyuk dalam beribadah kepada-Nya, sehingga tampak darinya aṡar al-sujūd (bekas sujud) yang dibuktikan dengan aura wajah yang berseri-seri, teduh, dan bercahaya. Bukan aṡar al-sajadah atau aṡar al-karpet, yang ditunjukkan dengan warna hitam di jidat (Tafsir di Era Revolusi 4.0, 137)

Adapun menurut ar-Razi, ada dua pendapat aṡar al-sujūd yang memancar dari wajah manusia. Pertama, aṡar al-sujūd saat kelak di akhirat, menerangi dirinya pada saat dibangkitkan dari kuburnya. Tanda itu adalah sebagai pembeda, antara ahli ibadah dan ahli maksiat. Sebagaimana firman-Nya Q.S. Ali Imran ayat 106: yauma tabyaḍḍu wujūhun; dan Q.S. at-Tahrim ayat 8: nūruhum yas’ā. Kedua, aṡar al-sujūd dipancarkan di dunia. Seseorang akan memancarkan vibrasi positif, yaitu teduh, adem, dan nyaman saat berada di sampingnya. (Mafātīḥ al-Ghaib, 28/108)

Baca Juga: Sujud Tilawah, Sujud Tatkala Membaca Ayat Sajdah

Tidak ada satupun mufasir yang memaknai aṡar al-sujūd dengan tanda hitam di dahi. Semua orang bahkan mampu membuat tanda demikian tanpa harus bersujud lama-lama dan berulang kali, sehingga penafsiran aṡar al-sujūd sebagai tanda jidat hitam adalah salah. Pemahaman ini yang terkadang menyebabkan seseorang bersifat riya’, ingin menunjukkan dirinya atas banyaknya ibadah yang dia lakukan.

Sujud, hakikatnya adalah menghamba sebagai bentuk kerendahan diri kepada Allah. Menunjukkan bahwa diri ini adalah hamba Allah, bukan menuhankan kelebihan diri sendiri yang pada hakikatnya merupakan anugerah yang dititipakan oleh-Nya.

Aṡar al-sujūd tidak hanya memancarkan kesalehan secara personal, namun juga mampu mengantarkan seseorang pada kesalehan sosial, seperti saling membantu, menghargai, tolong-menolong, dan sikap kesalehan sosial lain terhadap sesama.

Inilah yang dinamakan bekas sujud. Selain memancarkan vibrasi positif di dunia, seseorang tersebut kelak akan bangkit dari kuburnya dalam keadaan wajah yang berseri-seri dan bercahaya. Wallāhu A’lam.

Fatia Salma Fiddaroyni
Fatia Salma Fiddaroyni
Alumni jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri; santri PP. Al-Amien, Ngasinan, Kediri.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...