BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Al-Baqarah Ayat 164: Menyikapi Pandangan Ulama Klasik Tentang Larangan Berlayar di...

Tafsir Al-Baqarah Ayat 164: Menyikapi Pandangan Ulama Klasik Tentang Larangan Berlayar di Laut

Salah satu persoalan hukum yang mungkin cukup jarang dipikirkan oleh khalayak banyak, dan barangkali malah dianggap tidak pernah dipersoalkan, adalah hukum berlayar di lautan. Pada kenyataannya, hukum berlayar di lautan pernah menjadi perbincangan di antara para ulama’. Buktinya, Al-Jashshash mencantumkan “Bab Bolehnya Berlayar di Lautan” dalam Tafsir Al-Ahkam ketika membahas tafsir Al-Baqarah ayat 164. Lalu apa saja aspek ahkam yang diungkap para ulama’ terkait permasalahan ini? Simak penjelasannya berikut ini:

Tafsir Al-Baqarah Ayat 164

Cukup banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang menyinggung tentang hukum berlayar di lautan. Salah satunya yang menjadi pusat kajian para ahli tafsir terkait hal ini adalah firman Allah yang berbunyi:

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ مَّاۤءٍ فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَاۤبَّةٍ ۖ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ ١٦٤

Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengannya Dia menghidupkan bumi setelah mati (kering), dan Dia menebarkan di dalamnya semua jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti. (QS. Al-Baqarah [2]: 164).

Imam Al-Qurthubi tatkala menguraikan tafsir Al-Baqarah ayat 164 di atas menyatakan, ayat ini dan ayat-ayat sesamanya adalah dasar diperbolehkannya berlayar di lautan secara mutlak. Entah itu untuk tujuan berniaga, atau beribadah seperti untuk menunaikan haji dan berjihad. Imam Al-Jashshash juga menyatakan hal serupa. Boleh berlayar di lautan untuk tujuan berperang, berdagang, dan hal-hal bermanfaat lainnya. Sebab di dalam ayat di atas tidak ada redaksi yang mengkhususkan satu kemanfaatan tertentu dan menafikan yang lainnya (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an/2/188 dan Ahkamul Qur’an/1/264).

Kenapa perlu dijelaskan bolehnya berlayar di lautan? Apakah ada ulama’ yang melarang? Benar, ada ulama yang melarang. Imam Al-Alusi menjelaskan, bolehnya berlayar di lautan tanpa adanya hukum makruh, adalah pendapat sekelompok ulama’ saja. ‘Abdurrazzak meriwayatkan dari Ibn ‘Umar, bahwa beliau tidak menyukai tindakan berlayar di lautan kecuali untuk tiga tujuan; untuk berperang, berhaji, dan menjalankan umrah (Tafsir Ruhul Ma’ani/10/121).

Imam Al-Qurthubi mengutip adanya riwayat bahwa ‘Umar ibn Khattab dan ‘Umar bin Abdul ‘Aziz melarang tindakan berlayar di lautan. Namun Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa pendapat ini tertolak berdasarkan beberapa ayat Al-Qur’an serta hadis Nabi yang salah satunya menceritakan sahabat yang berlayar di lautan. Hadis tersebut diriwayatkan dari Abi Hurairah yang berbunyi:

سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنْ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ مِنْ مَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Seorang lelaki bertanya pada Rasulullah –salallahu alaihi wasallam- dan berkata: “Wahai Rasulullah, kami berlayar di lautan dan membawa sedikit air yang apabila kami berwudhu dengannya, kami bisa kehausan. Apa boleh kami berwudhu dengan air laut?” Rasulullah lalu menjawab: “Air laut suci dan mensucikan. Bangkainya hukumnya halal (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi dan selainnya).

Andai berlayar adalah larangan, tentu Nabi akan melarang. Namun pada kenyataannya tidak ada larangan dari Nabi. Kemudian Imam Al-Qurthubi memperkirakan, mungkin larangan dari dua sosok ‘Umar di atas untuk menjaga diri seseorang yang terlalu sibuk mengejar dunia sehingga abai dengan keselamatan di lautan. Sedangkan untuk urusan ibadah, larangan itu tidak diberlakukan (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an/2/188).

Baca juga: Tafsir Ahkam: Bolehkah Berwudhu dengan Air Laut?

Penutup

Kitab-kitab fikih tidak ketinggalan dalam mengulas hukum berlayar di lautan, dan mencantumkannya pada Bab Haji. Salah satunya adalah kitab Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi. Dalam kitab ini sendiri terlihat bahwa salah satu aspek penting dalam bolehnya berlayar di lautan meski itu untuk tujuan haji, adalah persoalan keselamatan. Maka bisa jadi larangan-larangan yang pernah muncul terkait berlayar di lautan, berhubungan dengan minimnya jaminan keselamatan dalam berlayar di lautan ketika itu (Al-Majmu’/7/85). Wallahu a’lam bish shawab.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Syarat Wajib Haji dan Beberapa Ketentuannya

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah at-Taubah ayat 122_menuntut ilmu sebagai bentuk cinta tanah air

Surah at-Taubah Ayat 122: Menuntut Ilmu sebagai Bentuk Cinta Tanah Air

0
Surah at-Taubah ayat 122 mengandung informasi tentang pembagian tugas orang-orang yang beriman. Tidak semua dari mereka harus pergi berperang; ada pula sebagian dari mereka...