BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al-Furqan Ayat 43-45

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 43-45

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 43-45 berbicara mengenai tiga hal. Pertama mengenai celaan terhadap perilaku orang kafir penyembah berhala. Kedua mengenai nasehat kepada Nabi Muhammad SAW. Ketiga mengenai perintah untuk bertafakkur.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 39-42


Ayat 43

Ibnu ‘Abbs r.a. berkata, “Orang-orang pada zaman Jahiliah pernah menyembah batu yang putih selama beberapa masa. Akan tetapi, jika melihat sembahan lain yang lebih baik, maka ia meninggalkan batu putih itu dan memilih sembahan kedua yang lebih baik menurut ukuran hawa nafsunya. Sehubungan dengan itu turunlah ayat ini.”

Pada ayat ini, Allah mencela orang-orang kafir Mekah yang memper-tuhankan hawa nafsunya sehingga dijadikan landasan untuk semua urusan agamanya.

Mereka tidak mendengarkan hujah yang nyata, dan penjelasan-penjelasan yang terang. Allah menasihatkan supaya Muhammad tidak terlalu memikirkan sikap mereka, karena beliau tidak ditugaskan untuk menyadarkan mereka agar beriman selamanya, apalagi jika mereka tidak mau melepaskan diri dari belenggu hawa nafsunya dan mengikuti petunjuk kepada kebenaran.

Allah mengatakan bahwa Muhammad tidak menjadi pemelihara dan penjamin bagi mereka. Kewajiban Nabi saw hanya menyampaikan risalah saja. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

لَّسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍۙ

Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (al-Gasyiyah/88: 22);


Baca juga: Tafsir An-Nahl Ayat 12: Tanda Kekuasaan Allah dalam Pergerakan Matahari


Ayat 44

Pada ayat ini, Allah menasihati Nabi Muhammad supaya jangan menganggap bahwa kebanyakan orang-orang musyrik mendengarkan ayat dan memahami kebenaran yang terkandung dalam ayat itu sehingga mereka dapat mengamalkan petunjuknya untuk melakukan amal saleh dan memperbaiki akhlak. Allah mengingatkan yang demikian karena mereka itu seperti hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat.

Jika dibandingkan dengan hewan ternak, maka binatang tunduk kepada majikannya, yang dirasakan mencintainya, tahu siapa yang berbuat kebaikan dan yang berbuat kejahatan kepadanya, dapat mencari sendiri tempat di mana ada rumput makanannya dan air minumannya, dan jika malam hari tahu kembali ke kandangnya, berbeda sekali dengan kaum musyrikin itu sendiri.

Mereka tidak mau mengenal Pencipta dan Pemberi rezeki, mereka tidak merasakan berbagai nikmat yang dilimpahkan Tuhan kepadanya.

Orang-orang musyrik tidak merasa tertipu oleh setan, yang selalu memandang baik bujukan hawa nafsunya. Kebodohan binatang ternak terbatas hanya pada dirinya sendiri, tetapi kebodohan mereka menjalar sampai menimbulkan berbagai fitnah dan kebinasaan serta menghalangi orang lain dari jalan kebenaran, sampai menimbulkan perpecahan dan peperangan di antara sesama manusia.

Walaupun binatang itu tidak mengetahui ketauhidan dan kenabian, namun mereka tidak menentangnya, berbeda dengan orang-orang musyrik yang mengingkari ketauhidan karena kesombongan dan kefanatikan terhadap ajaran keliru yang diwarisi dari nenek moyangnya. Binatang ternak tidak menyia-nyiakan insting yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Lain halnya dengan kaum musyrikin, mereka dianugerahi akal dan naluri yang baik sejak lahir, tetapi mereka menyia-nyiakan akal yang sehat itu untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak.

Di dalam ayat disebutkan bahwa sebagian besar mereka tidak mendengar atau memahami kebenaran. Memang ada sebagian kecil di antara mereka yang mengakui kebenaran, tetapi tidak sanggup mengikutinya karena khawatir akan kehilangan kedudukan.

Ayat 45

Pada ayat ini, Allah memerintahkan rasul-Nya supaya memperhatikan ciptaan-Nya, bagaimana Dia memanjangkan dan memendekkan bayang-bayang dari tiap-tiap benda yang terkena sinar matahari, dari mulai terbit sampai terbenam. Allah sengaja menjadikan panas dari terik cahaya matahari.

Kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan bayang-bayang itu tetap, tidak berpindah-pindah. Allah menjadikan bayang-bayang itu memanjang atau memendek untuk dipergunakan manusia sebagai pengukur waktu, seperti di Mesir mempergunakan alat yang diberi nama al-Misallat untuk mengukur waktu pada siang hari dan menentukan musim-musim selama setahun.

Sejak dahulu kala, bangsa Arab pun telah mempergunakan alat yang diberi nama al-Mazawil untuk menentukan waktu salat dengan bayang-bayang. Mereka dapat memastikan tibanya waktu Zuhur bila bayangan jarumnya sudah berpindah dari arah barat ke timur, dan tiba waktu Asar bila bayangan setiap benda yang berdiri sudah menyamainya.

Hanya Imam Abu Hanifah yang berpendapat bahwa bayangan itu harus dua kali dari panjang benda itu sendiri. Jadi jelas bahwa menurut ayat ini, Allah menjadikan bayang-bayang dari sinar matahari sebagai petunjuk waktu.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 46


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian I)

0
Diksi warna pada frasa tinta warna tidak dimaksudkan untuk mencakup warna hitam. Hal tersebut karena kelaziman dari tinta yang digunakan untuk menulis-bahkan tidak hanya...