BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al Maidah Ayat 27-32

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 27-32

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 27-32 berbicara tentang perintah Allah kepada Nabi Muhammad saw agar menceritakan kisah terkait pembunuhan antar saudara, yaitu antara Qabil dan Habil, putra Nabi Adam as.

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 27-32 ini berfokus pada kisah kejahatan pertama yang terjadi di bumi. Berbeda dengan ayat sebelumnya yang bercerita tentang kisah kaum Nabi Musa as yang membangkan.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Maidah Ayat 21-26


Ayat 27

Kepada Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk membacakan kisah kedua putra Adam a.s. di waktu mereka berkurban, kemudian kurban yang seorang diterima sedang kurban yang lain tidak. Orang yang tidak diterima kurbannya bertekad untuk membunuh saudaranya, sedang yang diancam menjawab bahwa ia menyerah kepada Allah, karena Allah hanya akan menerima kurban dari orang-orang yang takwa.

Menurut riwayat Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan lain-lain, bahwa putra Adam yang bernama Qabil mempunyai ladang pertanian dan putranya yang bernama Habil mempunyai peternakan kambing. Kedua putra Adam itu mempunyai saudara kembar perempuan.

Pada waktu itu Allah mewahyukan kepada Adam agar Qabil dikawinkan dengan saudara kembarnya Habil. Dengan perkawinan itu Qabil tidak senang dan marah, saudara kembarnya lebih cantik. Keduanya sama-sama menghendaki saudara yang cantik itu.

Akhirnya Adam menyuruh Qabil dan Habil agar berkurban guna mengetahui siapa di antara mereka yang akan diterima kurbannya. Qabil berkurban dengan hasil pertaniannya dan yang diberikan bermutu rendah, sedang Habil berkurban dengan kambing pilihannya yang baik.

Allah menerima kurban Habil, yang berarti bahwa Habil-lah yang dibenarkan mengawini saudara kembar Qabil. Dengan demikian bertambah keraslah kemarahan dan kedengkian Qabil sehingga ia bertekad untuk membunuh saudaranya. Tanda-tanda kurban yang diterima itu ialah kurban itu dimakan api sampai habis.

Dari peristiwa yang terjadi ini dapat diambil pelajaran bahwa apa yang dinafkahkan seharusnya tidak sekedar untuk mengharapkan pujian dan sanjungan tetapi hendaklah dilakukan dengan ikhlas agar diterima oleh Allah.

Ayat 28

Ayat ini mewajibkan kita menghormati kehormatan jiwa manusia dan melarang pertumpahan darah. Kemudian Allah menerangkan bahwa Habil tidak akan membalas tantangan Qabil karena takutnya kepada Allah.

Habil tidak berniat menjawab tantangan Qabil, karena hal itu dianggapnya bertentangan dengan sifat-sifat orang yang takwa dan dia tidak ingin memikul dosa pembunuhan. Rasulullah bersabda:

عَنْ اَبِيْ بَكْرَةَ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفِهِمَا فَقَتَلَ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُوْلُ فِى النَّارِ، قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ! هٰذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُوْلُ؟ قَالَ: اِنَّهُ كَانَ حَرِيْصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ

(رواه أحمد والبخاري والبيهقي والحاكم)

Dari Abi Bakrah, Rasulullah saw, bersabda, “Jika dua orang Muslim berkelahi masing-masing dengan pedangnya kemudian yang seorang membunuh yang lain, maka keduanya baik yang membunuh maupun yang dibunuh masuk neraka. Kepada Rasulullah ditanyakan: “Yang membunuh ini telah jelas (hukumnya) tetapi bagaimana yang dibunuh? Dijawab oleh Nabi “(Masuk neraka pula)” Karena dia pun berusaha keras untuk membunuh temannya.” (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, al-Baihaqi dan al-Hakim).


Baca juga: Kisah Dua Anak Nabi Adam: Kedengkian Qabil Terhadap Habil Yang Membawa Petaka 


Ayat 29

Pada ayat ini Habil memberi jawaban kepada Qabil bahwa Habil berserah diri kepada Allah dan tidak mau menantangnya agar semua dosa, baik dosa Qabil maupun dosa-dosa yang lain sesudah itu, dipikul oleh Qabil sendiri.

Habil mendasarkan pernyataannya pada tiga hal yang sangat penting. Pertama, bahwa amal yang dapat diterima itu hanya dari orang yang bertakwa. Kedua, Habil tidak akan membunuh orang, karena takut kepada Allah dan ketiga, Habil tidak melawan, karena takut berdosa yang mengakibatkan akan masuk neraka.

Ayat 30

Pada mulanya Qabil takut membunuh Habil, tetapi hawa nafsu amarahnya selalu mendorong dan memperdayakannya, sehingga timbullah keberanian untuk membunuh saudaranya dan dilaksanakanlah niatnya tanpa memikirkan akibatnya.

Setelah hal itu benar-benar terjadi, maka sebagai akibatnya Qabil menjadi orang yang rugi di dunia dan di akhirat. Di dunia ia rugi karena membunuh saudaranya yang saleh dan takwa. Dan di akhirat ia akan rugi karena tidak akan memperoleh nikmat akhirat yang disediakan bagi orang-orang muttaqin.

Imam as-Suddi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Murrah bin Abdillah, dan dari beberapa sahabat Nabi Muhammad saw bahwa Qabil setelah teperdaya oleh hawa nafsunya dan bertekad membunuh saudaranya, ia mencari Habil dan menemukannya di atas gunung sedang menggembala kambing, tapi ia sedang tidur, maka Qabil mengambil batu besar lalu ditimpakan kepadanya di sebuah tempat yang terbuka bernama Arak.

Ayat 31

Pembunuhan ini adalah yang pertama terjadi di antara anak Adam, Qabil sebagai pembunuh belum mengetahui apa yang harus diperbuat terhadap saudaranya yang telah dibunuh (Habil), sedangkan ia merasa tidak senang melihat mayat saudaranya tergeletak di tanah.

Maka Allah mengutus seekor burung gagak mengorek-ngorek tanah dengan cakarnya untuk memperlihatkan kepada Qabil bagaimana caranya mengubur mayat saudaranya.

Setelah Qabil menyaksikan apa yang telah diperbuat oleh burung gagak, mengertilah dia apa yang harus dilakukan terhadap mayat saudaranya. Pada waktu itu, Qabil merasakan kebodohannya mengapa ia tidak dapat berbuat seperti burung gagak itu, lalu dapat menguburkan saudaranya.

Karena hal yang demikian itu Qabil sangat menyesali tindakannya yang salah. Dari peristiwa itu dapat diambil pelajaran, bahwa manusia kadang-kadang memperoIeh pengetahuan dan pengalaman dari apa yang pernah terjadi di sekitarnya.

Penyesalan itu dapat merupakan tobat asalkan di dorong oleh takut kepada Allah dan menyesali akibat buruk dari perbuatannya itu. Rasulullah bersabda,

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: النَّدَمُ تَوْبَةٌ

(رواه أحمد والبخاري والبيهقي والحاكم)

“Penyesalan itu adalah tobat.” (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, al-Baihaqi dan al-Hakim).

لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا اِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ اٰدَمَ الاَوَّلِ كِفْلٌ  مِنْ ذَنْبِهَا ِلاَنَّهُ اَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ

(رواه البخاري ومسلم)

Tidak dibunuh seseorang dengan zalim melainkan  anak Adam yang pertama mendapat bagian dosanya karena dia orang yang pertama melakukan pembunuhan. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Ayat 32

Pada ayat ini diterangkan suatu ketentuan bahwa membunuh seorang manusia berarti membunuh semua manusia, sebagaimana memelihara kehidupan seorang manusia berarti memelihara kehidupan semua manusia.

Ayat ini menunjukkan keharusan adanya kesatuan umat dan kewajiban mereka masing-masing terhadap yang lain, yaitu harus menjaga keselamatan hidup dan kehidupan bersama dan menjauhi hal-hal yang membahayakan orang lain.

Hal ini dapat dirasakan karena kebutuhan setiap manusia tidak dapat dipenuhinya sendiri, sehingga mereka sangat memerlukan tolong-menolong terutama hal-hal yang menyangkut kepentingan umum.

Sesungguhnya orang-orang Bani Israil telah demikian banyak kedatangan para rasul dengan membawa keterangan yang jelas, tetapi banyak di antara mereka itu yang melampaui batas ketentuan dengan berbuat kerusakan di muka bumi. Akhirnya mereka kehilangan kehormatan, kekayaan dan kekuasaan yang kesemuanya itu pernah mereka miliki di masa lampau.

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 27-32 di akhiri dengan kesimpulan bahwa tindakan pembunuhan meskipun hanya dilakukan pada satu orang namun keburukannya semisal membunuh seluruh manusia. Maka dari itu sangat penting untuk saling menjaga keharmonisan antar manusia karena anatara satu sama lain manusia saling membutuhkan.

Baca setelahnya:Tafsir Surat Al Maidah Ayat 33-37

(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...