BerandaTafsir TematikWasiat Terbaik Orang Tua untuk Anak dalam Al-Qur’an

Wasiat Terbaik Orang Tua untuk Anak dalam Al-Qur’an

Setiap orang tua selalu mengupayakan hal terbaik untuk anak-anaknya. Termasuk dalam hal bekal yang ditinggalkan untuk anak-anaknya kelak ketika telah meninggal dunia. Harta, tahta, bahkan kesenangan dunia lainnya seringkali menjadi prioritas utama yang dipersiapkan untuk keturunan.

Namun sejatinya yang perlu dipersiapkan oleh orang tua sebagai bekal anak bukan hanya perkara dunia, melainkan juga perkara akhirat dengan mengenal agamanya sendiri. Sebab hal ini akan menentukan nasib sang anak dan merupakan kewajiban dari orang tua. Ketika anak tidak dididik dan kemudian berbuat salah, maka orang tuanya lah yang turut menerima akibat sebagai konsekuensi tanggung jawab.

Maka bekal utama yang semestinya diberikan orang tua kepada anak adalah tentang aspek ukhrawi seperti ketauhidan yang memupuk keimanan anak kepada penciptanya. Allah Swt. menceritakan tentang kisah Nabi Ya’qub A.S. sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Baqarah [2]: 133 sebagai berikut.

أَمۡ كُنتُمۡ شُهَدَآءَ إِذۡ حَضَرَ يَعۡقُوبَ ٱلۡمَوۡتُ إِذۡ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعۡبُدُونَ مِنۢ بَعۡدِيۖ قَالُواْ نَعۡبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗا وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ

Terjemah: “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. Al-Baqarah [2]: 133)

Tafsir QS. Al-Baqarah [2]: 133 tentang Wasiat Nabi Ya’qub

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa melalui ayat tersebut Allah Swt. berfirman sebagai hujjah atas orang-orang musyrik Arab dari anak keturunan Ismail dan juga atas orang-orang kafir dari keturunan Israil yaitu Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim, bahwa ketika kematian menjemputnya, Ya’qub berwasiat kepada anak-anaknya supaya beribadah kepada Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya.

Baca Juga: Mengingat Allah Swt dengan Muhasabah dalam Al-Quran dan Hadis

ِِAl-Qurthubi juga menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut Nabi Ya’qub A.S. menggunakan lafadz ما untuk sesuatu yang disembah dan tidak menggunakan lafadz من karena dia ingin menguji anak-anaknya perihal ketuhanan. Sebab pada saat itu terdapat sesembahan lain selain Allah seperti berhala, api, matahari dan bebatuan. Oleh sebab itu, Nabi Ya’qub menekankan pertanyaan tersebut dan menuntut pemahaman mereka tentang itu.

Wahbah Az-Zuhaili menambahkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi ketika mereka berkata kepada baginda Nabi Saw., ‘Apakah kau tidak tahu bahwa Ya’qub, pada saat matinya, telah mewasiatkan anak-anaknya agar berpegang kepada agama Yahudi?” perkataan itu dijadikan dalih oleh orang Yahudi yang hendak mengatakan bahwa agama mereka lain, lebih tinggi daripada agama orang Arab (Islam).

Wasiat Terbaik yang Semestinya Diberikan Kepada Anak

Melalui ayat tersebut, ketauhidan telah diwasiatkan oleh Nabi Ya’qub karena pada saat itu di Mesir ada banyak akidah yang menyesatkan. Sekelompok orang ada yang menyembah api, menyembah patung, menyembah pohon, dan menyembah hewan. Ia takut anak-anaknya terperosok kepada kesyirikan dan kekafiran. Demikianlah wasiat harus dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya.

Jika kita hubungkan dengan zaman sekarang, justru godaan yang menggoyahkan akidah semakin banyak dan berat. Ada banyak pengaruh negatif yang mungkin saja didapatkan anak melalui kecepatan informasi di berbagai media. Orang-orang yang tidak senang dengan Islam dapat menghalalkan berbagai cara untuk menghancurkan akidah umat Islam. Demikian bahwa tantangan akidah di masa sekarang justru jauh lebih berat daripada zaman Nabi Ya’qub sehingga para orang tua perlu menyiapkan bekal dan mewasiatkan hal-hal yang baik untuk anak-anaknya.

Baca Juga: Pentingnya Muhasabah dan Perintah dalam Al-Quran dan Hadis

Mengapa wasiat akidah begitu penting? Sebab jika akidah seseorang benar, kehidupannya tidak hanya baik di dunia melainkan juga baik di akhirat. Akidah menjadi pintu bagi seseorang untuk memperoleh kebahagiaan yang hakiki. Ketika akidahnya benar, maka ibadah serta jalan hidupnya pun juga akan benar. Sebaliknya, ketika akidah menyimpang maka sepak terjang kehidupan juga akan suram.

Simpulan

Al-Qur’an sejatinya menyimpan pesan kepada para orang tua untuk menyiapkan bekal dan wasiat terbaik untuk anak-anaknya. Wasiat terbaik tersebut yang paling utama adalah persoalan akidah. Maka untuk itu, orang tua perlu memberikan pendidikan yang baik untuk anak dengan menerapkan pendidikan yang tidak hanya berorientasi kepada dunia tetapi juga kepada akhirat. Pada akhirnya, ketika orang tua telah tiada anak tidak sekedar ditinggalkan harta atau bahkan kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Namun bekal yang ditinggalkan orang tua adalah ketauhidan yang menjadi jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Wallahu A’lam.

Saibatul Hamdi
Saibatul Hamdi
Minat Kajian Studi Islam dan Pendidikan Islam
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tafsir al-Nahl Ayat 94: Penyalahgunaan Sumpah Sebagai Alat untuk Menipu

0
Sumpah, dalam konteks hukum maupun agama, seringkali dianggap sebagai cara untuk menegaskan suatu kebenaran. Akan tetapi, dalam beberapa kasus ditemukan kejadian dimana seseorang menyalahgunakan...