BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al Baqarah Ayat 30-32

Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 30-32

Dalam Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 30 – 32 dijelaskan soal penciptaan Nabi Adam As, pengajaran nama-nama dan protes Malaikat kepada Allah Swt. Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 30 – 32 menunjukkan Kekuasaan Allah Swt atas segala sesuatu. Dialah Dzat yang Maha Segala-galanya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 29


Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 30 – 32 juga mengajarkan kepada kita hikmah pentingnya ilmu. Nabi Adam sebagai manusia yang diciptakan dari tanah dapat diangkat derajatnya oleh Allah Swt karena ilmu. Berikut adalah penjelasan Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 30 – 32 yang diambil dari Al-Quran dan Tafsirnya Kementerian Agama RI:

Ayat 30

Ketika Allah swt memberitahukan  kepada  para  malaikat-Nya (bahwa Dia akan menjadikan Adam a.s. sebagai khalifah) di bumi, maka para malaikat itu bertanya, mengapa Adam yang akan diangkat menjadi khalifah di bumi, padahal Adam dan keturunannya kelak akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah di bumi. Para malaikat menganggap bahwa diri mereka lebih patut memangku jabatan itu, sebab mereka makhluk yang selalu bertasbih, memuji dan menyucikan Allah swt.

Allah swt tidak membenarkan anggapan mereka itu, dan Dia menjawab bahwa Dia mengetahui yang tidak diketahui oleh para malaikat. Segala yang akan dilakukan Allah swt adalah berdasarkan pengetahuan dan hikmah-Nya yang Mahatinggi walaupun tak dapat diketahui oleh mereka, termasuk pengangkatan Adam a.s. menjadi khalifah di bumi.

Yang dimaksud dengan kekhalifahan Adam a.s. di bumi adalah kedudukannya sebagai khalifah di bumi ini, untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan memakmurkan bumi serta memanfaatkan segala apa yang ada padanya. Pengertian ini dapat dikuatkan dengan firman Allah:

يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ

“….Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi …” (Sad/38: 26)

Sebagaimana kita ketahui Daud a.s. di samping menjadi nabi juga menjadi raja bagi kaumnya. Ayat ini merupakan dalil tentang wajibnya kaum Muslimin memilih dan mengangkat seorang pimpinan tertinggi sebagai tokoh pemersatu antara seluruh kaum Muslimin yang dapat memimpin umat untuk melaksanakan hukum-hukum Allah di bumi ini.

Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh tokoh pimpinan yang dimaksudkan itu, antara lain ialah: adil serta berpengetahuan yang memungkinkannya untuk bertindak sebagai hakim dan mujtahid, tidak mempunyai cacat jasmaniah, serta berpengalaman cukup, dan tidak pilih kasih dalam menjalankan hukum-hukum Allah.

Ayat 31

Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt mengajarkan kepada Adam a.s. nama-nama, tugas dan fungsinya seperti Nabi dan Rasul, tugas dan fungsinya sebagai pemimpin umat.

Manusia memang makhluk yang dapat dididik (educable), bahkan harus dididik (educandus), karena ketika baru lahir bayi manusia tidak dapat berbuat apa-apa, anggota badan dan otak serta akalnya masih lemah. Tetapi setelah melalui proses pendidikan bayi manusia yang tidak dapat berbuat apa-apa itu kemudian berkembang dan melalui pendidikan yang baik apa saja dapat dilakukan manusia.

Adam sebagai manusia pertama dan belum ada manusia lain yang mendidiknya, maka Allah secara langsung mendidik dan mengajarinya. Apalagi Adam dipersiapkan untuk menjadi khalifah yaitu pemimpin di bumi. Tetapi cara Allah mendidik dan mengajar Adam tidak seperti manusia yang mengajar sesamanya, melainkan dengan mengajar secara langsung dan memberikan potensi kepadanya yang dapat berkembang berupa daya pikirnya sehingga memungkinkan untuk mengetahui semua nama yang di hadapannya.

Setelah nama-nama itu diajarkan-Nya kepada Adam, maka Allah memperlihatkan benda-benda itu kepada para malaikat dan diperintahkan-Nya agar mereka menyebutkan nama-nama benda tersebut yang telah diajarkan kepada Adam dan ternyata mereka tidak dapat menyebutkannya.

Hal ini untuk memperlihatkan keterbatasan pengetahuan para malaikat itu dan agar mereka mengetahui keunggulan Adam sebagai manusia terhadap mereka, dan agar mereka mengetahui ketinggian hikmah Allah dalam memilih manusia sebagai khalifah. Hal ini juga menunjukkan bahwa jabatan khalifah yaitu mengatur segala sesuatu dan menegakkan kebenaran dan keadilan di muka bumi ini memerlukan pengetahuan yang banyak dan kemampuan serta daya pikir yang kuat.


Baca juga: Mengenal Mustansir Mir dan Unsur-Unsur Sastra Dalam Al-Quran


Ayat 32

Setelah para malaikat menyadari kurangnya ilmu pengetahuan mereka, karena tidak dapat menyebutkan sifat makhluk-makhluk yang ada di hadapan mereka, maka mereka mengakui terus terang kelemahan diri mereka dan berkata kepada Allah bahwa Dia Mahasuci dari segala sifat-sifat kekurangan, yang tidak layak bagi-Nya, dan mereka menyatakan tobat kepada-Nya.

Mereka pun yakin bahwa segala apa yang dilakukan Allah tentulah berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya yang Mahatinggi dan Mahasempurna, termasuk masalah pengangkatan Adam menjadi khalifah. Mereka mengetahui bahwa ilmu pengetahuan mereka hanyalah terbatas kepada apa yang diajarkan-Nya kepada mereka. Dengan demikian lenyaplah keragu-raguan mereka tentang hikmah Allah dalam pengangkatan Adam menjadi khalifah di bumi.

Dari pengakuan para malaikat ini, dapatlah dipahami bahwa pertanyaan yang mereka ajukan semula “mengapa Allah mengangkat Adam a.s. sebagai khalifah,” bukanlah merupakan suatu sanggahan dari mereka terhadap kehendak Allah, melainkan hanyalah sekadar pertanyaan meminta penjelasan. Setelah penjelasan itu diberikan, mereka mengakui kelemahan mereka, maka dengan rendah hati dan penuh ketaatan mereka mematuhi kehendak Allah, terutama dalam pengangkatan Adam a.s., menjadi khalifah.

Mereka memuji Allah swt, karena Dia telah memberikan ilmu pengetahuan kepada mereka sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka. Selanjutnya, mereka mengakui pula dengan penuh keyakinan, dan menyerah kepada ilmu Allah yang Mahaluas dan hikmah-Nya yang Mahatinggi. Lalu mereka menegaskan bahwa hanya Allah yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.

Hal ini mengandung suatu pelajaran bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu pengetahuan yang lebih banyak dari yang diberikan kepada para malaikat dan makhluk-makhluk lainnya, hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi sombong dan angkuh karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya, serta kekuatan dan daya pikirannya.

Sebab, betapapun tingginya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia pada zaman kita sekarang ini, namun masih banyak rahasia-rahasia alam ciptaan Allah yang belum dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia, misalnya ialah hakikat roh yang ada pada diri manusia sendiri. Allah telah memperingatkan bahwa ilmu pengetahuan yang dikaruniakan kepada manusia hanya sedikit sekali dibandingkan ilmu Allah dan hakikat-Nya.

وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا

 “…dan tidaklah kamu diberi pengetahuan, melainkan sedikit.” (al Isra′/17: 85)

Selama manusia tetap menyadari kekurangan ilmu pengetahuannya, tentu dia tidak akan menjadi sombong dan angkuh, dan niscaya dia tidak akan segan mengakui kekurangan pengetahuannya tentang sesuatu apabila dia benar-benar belum mengetahuinya, dan dia tidak akan merasa malu mempelajarinya kepada yang mengetahui. Sebaliknya, apabila dia mempunyai pengetahuan tentang sesuatu yang berfaedah, maka ilmunya itu tidak akan disembunyikannya, melainkan diajarkan dan dikembangkannya kepada orang lain, agar mereka pun dapat mengambil manfaatnya.


Baca Selanjutnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 33


 

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...