Pembahasan sebelumnya mengenai orang Yahudi mengikuti bisikan setan yang mengajarkan sihir pada Nabi Sulaiman. Selanjutnya Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 103-106 Allah menjelaskan bahwa orang Yahudi percaya kepada Kitab tapi hanya bertaklid semata.
Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 102
Pada Tafsir Surat Al Baqarah ayat 103-106 ini orang-orang Yahudi menyalahi isi kitab Taurat, hanya menuruti hawa nafsu dan kemauan mereka, sehingga mereka jatuh dalam kesesatan. Mereka sedikit pun tidak mau mengakui bahwa Alquran kitab yang paling banyak mengandung kebaikan dan penuh hidayah.
Ayat 103
Allah swt menerangkan bahwa jika orang-orang Yahudi percaya kepada Kitab mereka dan bertakwa, tentulah mereka akan mendapat pahala yang besar.
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa mereka itu dalam setiap perbuatan dan kepercayaan tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan yang benar, karena kalau mereka mendasarkan kepercayaan dan perbuatannya itu pada ilmu pengetahuan, tentulah mereka percaya pada Nabi Muhammad saw, dan mengikutinya, dan tentulah mereka tergolong pada orang-orang yang berbahagia.
Tetapi kenyataannya mereka itu hanya mengikuti dugaan dan bertaklid semata. Sebenarnya di antara perbuatan mereka yang keterlaluan ialah mereka menyalahi isi kitab Taurat itu, dan mereka bergerak di bawah kekuasaan hawa nafsu dan kemauan mereka, sehingga mereka jatuh dalam kesesatan.
Ayat 104
Para sahabat Nabi dilarang mengucapkan kata-kata “ra’ina” yang biasa mereka ucapkan kepada Nabi yang kemudian ditiru oleh orang Yahudi dengan mengubah bunyinya sehingga menimbulkan pengertian yang buruk, guna mengejek Nabi.
Ra’ina, seperti diterangkan di atas, artinya perhatikanlah kami. Tetapi orang Yahudi mengubah ucapannya, sehingga yang mereka maksud ialah raµnah yang artinya bodoh sekali, sebagai ejekan kepada Rasulullah.
Itulah sebabnya Allah menyuruh sahabat-sahabat menukar ra’ina dengan unzurna yang sama artinya dengan ra’ina. Allah mengajarkan kepada orang mukmin untuk mengatakan unzurna, yang mengandung maksud harapan kepada Rasulullah saw agar dapat memperhatikan keadaan para sahabat.
Allah juga memperhatikan orang-orang mukmin untuk mendengarkan sebaik-baiknya pelajaran agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw yang mengandung pula perintah untuk tunduk dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan Nabi, serta menjauhi larangannya.
Kemudian Allah dalam ayat ini mengingatkan bahwa orang kafir, yang tidak mau memperhatikan ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad saw akan mendapatkan siksaan yang pedih.
Ayat 105
Para Ahli Kitab yang terdiri atas orang-orang Yahudi, Nasrani begitu pula orang-orang musyrik, tidak mau percaya kepada Nabi Muhammad karena mereka iri hati dikarenakan dia diberi wahyu oleh Allah yang lebih baik.
Mereka sedikit pun tidak mau mengakui bahwa Alquran kitab yang paling banyak mengandung kebaikan dan penuh hidayah.
Dengan Alquran itulah Allah menghimpun dan menyatukan umat serta melenyapkan penyakit syirik yang bersarang di hati mereka, juga memberikan beberapa prinsip peraturan hidup dan penghidupan mereka.
Demikian halnya orang-orang musyrik, setelah mereka melihat kenyataan bahwa makin lama Alquran makin tampak kebenarannya, dan menjadi pendorong yang kuat bagi perjuangan Muslimin, mereka pun berusaha sekuat tenaga untuk menguasai keadaan dan menghancurkan perjuangan umat Islam hingga lenyap sama sekali.
Meskipun demikian, mereka tidak akan dapat merealisasikan angan-angan mereka karena Allah telah menentukan kehendak-Nya, memilih orang yang dikehendaki semata-mata karena rahmat-Nya.
Dia pulalah yang melimpahkan keutamaan bagi orang yang dipilih untuk diberi kenabian. Dia pula yang melimpahkan kebaikan dan keutamaan, sehingga seluruh hamba-Nya bersenang-senang dalam kebahagiaan.
Maka tidak seharusnyalah apabila ada seorang hamba Allah yang merasa dengki kepada seseorang yang telah diberi kebaikan dan keutamaan, karena saluran kebaikan dan keutamaan itu datangnya dari Allah semata.
Baca juga: Genealogi Kajian Tafsir di Kawasan Yaman: Masa Nabi dan Sahabat (1)
Ayat 106
Dijelaskan bahwa ayat mana pun yang dinasakh hukumnya, atau diganti dengan ayat yang lain, atau ayat yang ditinggalkan, akan diganti-Nya dengan ayat yang lebih baik dan lebih sesuai dengan kemaslahatan hamba-hamba-Nya, atau diganti-Nya dengan ayat yang sama nilainya dengan hukum yang lalu.
Adapun hikmah diadakannya pergantian atau perubahan ayat ialah karena nilai kemanfaatannya berbeda-beda menurut waktu dan tempat, kemudian dihapuskan, atau diganti dengan hukum yang lebih baik, atau dengan ayat yang sama nilainya, adalah karena ayat yang diubah atau diganti itu tidak sesuai lagi dengan kepentingan masyarakat, sehingga apabila diadakan perubahan atau pergantian termasuk suatu tindakan yang bijaksana.
Bagi yang berpendapat bahwa ayat ini ialah tanda kenabian (mukjizat) yang dijadikan penguat kenabian, maka ayat ini diartikan bahwa Allah tidak akan menghapuskan tanda kenabian yang digunakan untuk penguat kenabiannya, atau tidak akan mengubah tanda kenabian yang terdahulu dengan tanda kenabian yang datang kemudian, atau meninggalkan tanda-tanda kenabian itu, karena telah berselang beberapa abad lamanya.
Terkecuali Allah yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas memberikan tanda kenabian yang lebih baik, ditinjau dari segi kemantapannya maupun dari tetapnya kenabian itu. Karena kekuasaan-Nya yang tidak terbatas, maka hak untuk memberikan tanda kenabian kepada para nabi-Nya tidak dapat dihalang-halangi.
Penggantian ayat adakalanya terjadi dengan ayat yang lebih ringan hukumnya, seperti dihapusnya idah wanita yang ditinggal mati suaminya dari setahun menjadi 4 bulan 10 hari, atau dengan ayat yang sama hukumnya seperti perintah untuk menghadapkan muka ke Baitulmakdis pada waktu melaksanakan salat diubah menjadi menghadapkan muka ke Ka’bah.
Atau dengan hukum yang lebih berat, seperti perang yang tadinya tidak diwajibkan pada orang Islam, menjadi diwajibkan.
Ayat ini tidak hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad saw tetapi juga ditujukan kepada kaum Muslimin, yang merasa sakit hatinya mendengar cemoohan orang-orang Yahudi kepada Nabi Muhammad saw.
Orang-orang yang tipis imannya tentu mudah dipengaruhi, sehingga hatinya mudah menjadi ragu-ragu. Itulah sebabnya, Allah menegaskan bahwa Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, dan apabila berkehendak untuk menasakh hukum tidak dapat dicegah, karena masalah hukum itu termasuk dalam kekuasaan-Nya.
Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 107-110
(Tafsir kemenag)