Tafsir Surah Al Anfal Ayat 24

tafsir surah al anfal
tafsir surah al anfal

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 24 berbicara mengenai anjuran untuk memenuhi panggilan Rasulullah. Rasulullah merupakan penyampai hukum-hukum yang berguna untuk seluruh manusia.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 21-23


Tafsir Surah Al Anfal Ayat 24 ini juga berbicara mengenai kedekatan Allah kepada hamba-hambanya. Allah adalah Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Ayat 24

Allah menyerukan kepada orang-orang mukmin, bahwa apabila Allah dan Rasul-Nya menyampaikan hukum-hukumnya yang berguna untuk kehidupan mereka, hendaklah mereka menyambut seruan itu dan menerimanya dengan penuh perhatian serta berusaha untuk mengabulkannya.

Karena seruan itu mengandung ajaran-ajaran yang berguna bagi kehidupan mereka, seperti mengetahui hukum-hukum Allah yang diberikan kepada makhluk-Nya, suri teladan hidup yang dapat dijadikan contoh dan pelajaran yang utama untuk meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan serta mengangkat kehidupan mereka kepada martabat yang sempurna, sehingga mereka dapat menempuh jalan lurus yang mendekatkan diri kepada Tuhan.

Akhirnya mereka akan hidup di bawah keridaan Allah; di dunia mereka akan berbahagia dan di akhirat akan mendapat surga.

Di dalam ayat lain perintah mengikuti Rasul itu disertai dengan perintah memegangnya dengan teguh.

Allah berfirman:

خُذُوْا مَآ اٰتَيْنٰكُمْ بِقُوَّةٍ وَّاسْمَعُوْا ۗ

“Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah.” (al-Baqarah/2: 93)

Menaati Rasul hukumnya wajib, baik pada waktu beliau hidup maupun setelah wafatnya. Menaati Rasul ialah menaati segala macam perintahnya dan menjauhi larangannya yang termuat dalam Kitab Al-Qur’an dan yang termuat pula dalam Kitab-kitab hadis yang diketahui kesahihannya.

Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar mereka betul-betul mengetahui bahwa Allah membatasi antara manusia dan hatinya. Ungkapan ini  mengandung banyak pengertian:

  1. Bahwa Allah menguasai hati seseorang, maka Allah-lah yang menentukan kecenderungan hati itu menurut kehendak-Nya. Allah berkuasa untuk mengarahkan hati orang kafir apabila ia menghendaki orang kafir itu mendapat hidayah dan menguasai hati seseorang yang beriman untuk menyesatkannya apabila Ia berkehendak untuk menyesatkan. Pengertian serupa ini terdapat pula dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Kitab al-Mustadrak dari Ibnu ‘Abbas dan dari sebagian besar ulama salaf.

Hadis-hadis yang menguatkan pengertian ini antar lain bahwa Nabi Muhammad, seringkali mengatakan:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ. فَقِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! اٰمَنَّابِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ، فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟ قَالَ نَعَمْ، إِنَّ الْقُلُوْبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللهِ تَعَالَى يُقَلِّبُهَا

(رواه أحمد والترمذي عن أنس)

“Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agamamu. Lalu Rasulullah ditanya, “Ya Rasulullah! Kami telah beriman kepadamu dan kepada Kitab yang engkau bawa, maka apakah yang engkau khawatirkan terhadap kami? Maka Rasulullah menjawab, “Ya! Sungguh hati itu berada di antara dua jari dari jari-jari Tuhan. Dialah Yang membolak-balikkannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan at-Tirmizi dari Anas)

  1. Bahwa Allah, menyuruh hambanya untuk bersegera menaati Allah sebelum terlepasnya jiwa dari tubuh, tetapi mereka tidak memperdulikan perintah itu. Ini berarti bahwa Allah mematikan hatinya sehingga hilanglah kesempatan yang baik itu, yaitu hilangnya kesempatan seseorang untuk melakukan amal yang baik dan usaha untuk mengobati hati dengan bermacam penawar jiwa sehingga jiwanya menjadi sehat, sesuai dengan kehendak Allah.

Kata-kata membatasi adalah merupakan kata yang digunakan untuk pengertian mati, karena hati itulah biasanya yang dapat memahami sesuatu, maka apabila dikatakan hati seseorang telah mati berarti hilanglah kesempatan seseorang untuk memanfaatkan ilmu pengetahuannya.

  1. Kata membatasi (yahµlu) adalah merupakan kata-kata majaz yang menggambarkan batas terdekat kepada hamba. Karena sesuatu yang memisahkan antara dua buah barang, adalah sangat dekat kepada dua barang itu.

Pengertian serupa ini dinukilkan dari Qatadah, karena pada saat membicarakan makna ayat, ia membawakan firman Allah:

وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qaf/50: 16);

Bagaimana juga perbedaan pendapat di kalangan para mufassir mengenai penafsiran ayat ini, tetapi hal yang tidak dapat disangkal ialah bahwa Allah telah membuat bakat-bakat dalam diri seseorang.


Baca juga: Surah Adz-Dzariyat Ayat 20-21, Melejitkan Nilai Tambah dan Potensi Kita


Bakat baik dan bakat buruk kedua-duanya dapat berkembang menurut Sunnah Allah yang telah ditetapkan bagi manusia. Berkembangnya bakat-bakat itu bergantung pada situasi, kondisi dan lingkungan.

Apabila seseorang dididik dengan baik, niscaya jiwanya akan menjadi baik. Sebaliknya apabila jiwa itu dididik dengan jahat, atau berada dalam lingkungan yang jahat niscaya jiwa itu akan menjadi jahat. Hati adalah merupakan pusat perasaan, kemampuan serta kehendak seseorang yang dapat mengendalikan jasmaninya untuk mewujudkan amal perbuatan.

 Pantaslah kalau di dalam ayat ini dikatakan, bahwa Allah membatasi antara seseorang dengan hatinya, karena Allah-lah Yang lebih mengetahui hati nurani seseorang. Dia Yang menguasai hati itu, karena Dialah pula yang menciptakan bakat-bakat yang terdapat dalam hati dan Dia pula yang paling dapat menentukan ke mana hati itu mengarah.

Akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa sesungguhnya seluruh manusia itu akan dikumpulkan kepada Allah, di padang Mahsyar untuk mempertanggungjawabkan segala macam amalnya dan menerima pembalasan yang setimpal dengan amal perbuatan mereka.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 25-26


(Tafsir Kemenag)