Tafsir Surah An-Naml ayat 59-60 mengulas tentang perintah Allah kepada umat Nabi Muhammad. Dalam Tafsir Surah An-Naml ayat 59-60 ini Allah memerintahkan umat Islam untuk senantiasa mengucapkan pujian kepada-Nya, seperti ucapan Alhamdulillah. Tafsir Surah An-Naml ayat 59-60 ini juga mengajarkan kita bagaimana caranya agar senantiasa mengingat Allah dari keindahan alam yang telah Allah ciptakan.
Baca Sebelumnya: Kisah Kuam Nabi Lut dalam Tafsir Surah An-Naml ayat 54-58
Ayat 59
Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya, agar mengucapkan puji-pujian yang tertera dalam ayat ini. Puji-pujian itu ialah al-hamdulillah, segala puji diperuntukkan hanya untuk Allah yang telah mengutus para rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang dimenangkan-Nya atas semua agama yang ada, walaupun orang-orang kafir dan orang-orang musyrik tidak menyenangi kemenangan itu.
Agama yang dibawa para Nabi itu adalah agama yang benar. Keselamatan dan kesejahteraan agar dilimpahkan Allah kepada para rasul yang diutus-Nya dan atas hamba-hamba-Nya yang benar-benar beriman. Ayat ini senada dengan ayat yang lain:
سُبْحٰنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَۚ ١٨٠ وَسَلٰمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَۚ ١٨١ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ࣖ ١٨٢
Mahasuci Tuhanmu, Tuhan Yang Mahaperkasa dari sifat yang mereka katakan. Dan selamat sejahtera bagi para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam. (ash-Shaffat/37: 180-182).
Ayat ini merupakan pengajaran yang baik, dan budi pekerti yang tinggi. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan agar orang-orang yang beriman mengakhiri segala perbuatannya, seperti bicara, menulis kitab, dan sebagainya dengan memuji Allah dan bersalawat kepada rasul.
Kemudian ayat ini menyuruh manusia berpikir dan membandingkan mana yang terbaik antara Allah dengan sesuatu yang mereka persekutukan dengan-Nya. Sekalipun menurut lahirnya ayat ini menyuruh manusia agar memperbandingkan Allah dengan berhala-berhala, tetapi maksudnya ialah bahwa dengan keterangan dan bukti yang telah dikemukakan, seandainya orang-orang kafir mau menggunakan pikirannya, tentulah mereka sampai kepada kesimpulan bahwa Allah-lah yang berhak disembah, bukan berhala-berhala yang tidak mampu berbuat sesuatu itu.
Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah membaca ayat ini, maka beliau mengucapkan:
بَلِ اللهُ خَيْرٌ وَاَبْقَى وَاَجَلُّ وَاَكْرَمُ وَأَجَلُّ وَأَعْظَمُ مِمَّا يُشْرِكُوْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ. (رواه البيهقي عن على بن الحسين)
Bahkan Allah lebih baik, lebih kekal, lebih agung, dan lebih mulia daripada apa yang mereka sekutukan. Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (Riwayat al-Baihaqi dari ‘Ali bin al-Husain)
Ayat 60
Pada ayat ini, Allah melontarkan beberapa pertanyaan yang menggugah perhatian mereka terhadap keberadaan-Nya, dengan memperhatikan hal-hal penting yang ada di sekeliling mereka. Pertanyaan itu berkisar pada siapakah yang menciptakan langit, bumi, dan segala isi yang terdapat di dalamnya, dan yang menurunkan air hujan dari langit untuk manusia lalu dengan sebab air hujan tumbuhlah kebun-kebun yang indah, yang manusia sendiri sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya.
Ayat ini perlu mendapat perhatian terutama oleh mereka yang sering mengadakan perjalanan keliling sebagai wisatawan atau lainnya, ketika melihat pemandangan yang indah, seperti kebun raya, kebun binatang, aquarium, berbagai pameran hasil industri pertanian, pertekstilan, dan sebagainya.
Mereka harus memandang keindahan alam yang di depan dan di sekelilingnya sebagai cermin yang menampakkan segala keindahan, keagungan, dan kesempurnaan Allah. Dengan mengamalkan cara yang demikian itu, maka ingatan manusia akan selalu tertuju kepada Allah. Dengan demikian, ketika manusia melihat setiap makhluk, pasti ia akan mengingat Khaliknya.
Bila hal itu telah menjadi kebiasaan, maka ia akan merasakan ketauhidan yang murni, bersih dari segala unsur kemusyrikan. Maka pertanyaan tersebut patut dilanjutkan dengan pertanyaan kedua: “Apakah di samping Allah ada tuhan yang lain?” Tentu saja jawabannya adalah: “Tidak, sebab hanya Allah satu-satunya Tuhan yang berhak di sembah.”
Sebenarnya orang-orang yang menyembah berhala itu adalah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Sebab, jika mereka ditanya, “Siapakah yang menurunkan air hujan dari langit yang kemudian menghidupkan dengan air itu bumi yang tadinya mati,” mereka menjawab, “Allah” sesuai dengan firman-Nya:
وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ مَّنْ نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ مِنْۢ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُوْلُنَّ اللّٰهُ
Dan jika kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu dengan (air) itu dihidupkannya bumi yang sudah mati?” Pasti mereka akan menjawab, “Allah.” (al-’Ankabut/29: 63)
Orang-orang penyembah berhala itu sebenarnya mengakui bahwa berhala mereka tidak dapat menurunkan air hujan yang menjadi penyebab kemakmuran bumi, tetapi mengapa mereka tetap juga menyembahnya. Jawaban mereka itu hanya karena mengikuti kebiasaan nenek moyang mereka, walaupun tidak sejalan dengan logika orang yang berpikiran sehat.
(Tafsir Kemenag)
Baca Setelahnya: Tafsir Surah An-Naml ayat 61-64