Ayat 115
Seseorang yang menentang Rasulullah setelah nyata baginya kebenaran risalah yang dibawanya, serta mengikuti jalan orang yang menyimpang dari jalan kebenaran, maka Allah membiarkan mereka menempuh jalan sesat yang dipilihnya.
Kemudian Dia akan memasukkan mereka ke dalam neraka, tempat kembali yang seburuk-buruknya. Ayat ini erat hubungannya dengan tindakan Tu’mah dan pengikut-pengikutnya, dan perbuatan orang-orang yang bertindak seperti yang dilakukan Tu’mah itu.
Dari ayat ini dipahami bahwa Allah telah menganugerahkan kepada manusia kemauan dan kebebasan memilih. Pada ayat Alquran yang lain diterangkan pula bahwa Allah telah menganugerahkan akal, pikiran dan perasaan serta melengkapinya dengan petunjuk-petunjuk yang dibawa para rasul. Jika manusia menggunakan dengan baik semua anugerah Allah itu, pasti ia dapat mengikuti jalan yang benar.
Tetapi kebanyakan manusia mementingkan dirinya sendiri, mengikuti hawa nafsunya sehingga ia tidak menggunakan akal, pikiran, perasaan, dan petunjuk-petunjuk Allah dalam menetapkan dan memilih perbuatan yang patut dikerjakannya. Karena itu ada manusia yang menantang dan memusuhi para rasul, setelah nyata bagi mereka kebenaran dan ada pula manusia yang suka mengerjakan pekerjaan jahat, sekalipun hatinya mengakui kesalahan perbuatannya itu.
Allah menilai perbuatan manusia, kemudian Dia memberi balasan yang setimpal, amal baik dibalas dengan pahala yang berlipat ganda, sedang perbuatan buruk diberi balasan yang setimpal dengan perbuatan itu.
Ayat 116
Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang mengakui adanya tuhan lain selain Allah atau menyembah selain Allah, tetapi Dia mengampuni dosa lainnya. Dari ayat ini dipahami bahwa ada dua macam dosa, yaitu:
- Dosa yang tidak diampuni Allah, dosa syirik.
- Dosa yang dapat diampuni Allah, dosa selain dosa syirik.
Jika seseorang mensyarikatkan Allah, berarti di dalam hatinya tidak ada pengakuan tentang keesaan Allah. Karena itu hubungannya dengan Allah Yang Mahakuasa, Yang Maha Penolong, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang telah terputus: Ini berarti tidak ada lagi baginya penolong, pelindung, pemelihara, seakan-akan dirinya telah lepas dari Tuhan Yang Maha Esa. Ia telah sesat dan jauh menyimpang dari jalan yang lurus yang diridai Allah, maka mustahil baginya mendekatkan diri kepada Allah.
Seandainya di dalam hati dan jiwa seseorang telah tumbuh syirik berarti hati dan jiwanya telah dihinggapi penyakit yang paling parah; tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Segala macam bentuk kebenaran dan kebaikan yang ada pada orang itu tidak akan sanggup mengimbangi, apalagi menghapuskan kejahatan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh syirik itu.
Hati seorang musyrik tidak berhubungan lagi dengan Allah, tetapi terpaut kepada hawa nafsu, loba dan tamak kepada harta benda yang tidak akan dapat menolongnya sedikit pun. Itulah sebabnya Allah menegaskan bahwa dosa syirik itu amat besar dan tidak akan diampuni-Nya.
Seandainya hati dan jiwa seseorang bersih dari syirik, atau ada cahaya iman di dalamnya, maka sekalipun ia telah mengerjakan dosa, hatinya akan ditumbuhi iman dan datang kepadanya petunjuk, maka ia akan bertobat, karena cahaya iman yang ada di dalam hatinya dapat bersinar kembali. Karena itulah Allah akan mengampuni dosanya karena bukan dosa syirik.
An-Nisa’ 48 telah menerangkan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, tetapi akan mengampuni dosa selain dari dosa itu. Pengulangan pernyataan itu adalah untuk menegaskan kepada orang yang beriman agar mereka menjauhi syirik. Hendaklah mereka memupuk tauhid di dalam hati mereka, karena tauhid itu adalah dasar agama.
Ayat 117
Telah menjadi adat kebiasaan orang Arab jahiliah menyeru, menyembah dan memohon pertolongan kepada patung-patung yang mereka buat sendiri. Mereka mempercayainya sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan mereka namai dengan nama-nama perempuan (inasan), seperti al-Lata, al-‘Uzza dan Manat. Berhala atau patung-patung itu mereka beri hiasan dan pakaian seperti perempuan. Setiap kabilah atau suku mempunyai berhala sendiri yang mereka beri nama dengan nama-nama perempuan.
Sebagian ahli tafsir mengartikan inasan dengan “orang yang telah mati , karena orang yang telah mati itu lemah dan tidak berdaya. Orang-orang Arab jahiliah mengagungkan dan memuja nenek moyang mereka yang mati. Mereka mempercayai bahwa orang yang telah mati itu dapat dijadikan perantara untuk menyampaikan hajat atau keinginan kepada kekuatan gaib yang tidak mereka ketahui keadaan dan ujudnya. Kepercayaan yang seperti ini secara tidak sadar banyak dianut oleh Ahli Kitab dan sebagian kaum Muslimin pada masa kini.
Kepercayaan menyembah berhala, menyembah benda, memuja dan menyembah orang yang telah mati itu adalah kepercayaan yang timbul karena mengikuti hawa nafsu dan karena mengikuti tipu daya setan yang durhaka yang selalu berusaha untuk menyesatkan anak cucu Adam dari jalan yang lurus, sebagaimana mereka dahulu telah mengikrarkannya.
Ayat 118
Setan itu selain mempunyai sifat durhaka, ia juga telah mendapat laknat dan murka dari Allah. Mereka telah bertambah jauh dari rahmat dan karunia-Nya, karena mereka selalu berusaha mengajak manusia mengerjakan kejahatan dan mengerjakan larangan-larangannya, dengan membisik-bisikan dan menjadikan manusia memandang baik perbuatan-perbuatan terlarang itu.
Setan menyatakan kepada Allah bahwa ia akan mempengaruhi sebagian manusia, sehingga mereka mengikuti kehendaknya, serta menjadi hamba yang durhaka seperti dia. Pernyataan ini akan dilaksanakannya dengan segala macam cara dan usaha dan dengan segala kepandaian yang ada padanya.
Dipahami pula dari ayat ini bahwa manusia itu ada yang taat kepada Allah dan tidak dapat digoda setan serta ada pula yang tidak taat kepada Allah dan dapat digodanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang menyatakan bahwa manusia itu mempunyai kesediaan untuk berbuat baik dan kesediaan untuk berbuat jahat. Allah berfirman:
وَهَدَيْنٰهُ النَّجْدَيْنِ
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan). (al-Balad/90:10)
Setan berusaha memanfaatkan potensi untuk berbuat jahat yang ada pada manusia untuk melaksanakan pernyataannya kepada Allah. Pada sebagian manusia potensi untuk berbuat jahat itu tidak dapat dimanfaatkan oleh setan, karena potensi untuk itu telah dihambat pertumbuhannya oleh potensi kebaikan yang telah berkembang dan tumbuh pada dirinya.
(Tafsir Kemenag)