Tafsir Surah Quraisy Ayat 2: Ke Mana Rihlah Quraisy?

Rihlah Quraisy
Rihlah Quraisy

Profesi Kaum Quraisy adalah pedagang. Berbeda dengan kondisi kini, dulu pedagang harus menjemput bola dengan rihlah dari satu tempat ke tempat lain. Tak tanggung-tanggung, rihlah tersebut dilakukan dari musim ke musim, sebagaimana diceritakan al-Quran dalam Surah Quraisy ayat 2.

Hasyim bin Abd Manaf, Pelopor Rihlah Quraisy

Menurut riwayat Ibn al-Kalbi dalam al-Munammaq fi Akhbar Quraisy (1985) karya Muhammad bin Habib al-Baghdadi, orang pertama kali yang mentradisikan rihlah tersebut adalah Hasyim bin Abd Manaf (hlm. 41-43).

Ibn al-Kalbi berkata; mula-mula peristiwa Ilaaf adalah profesi Kaum Quraisy sebagai pedagang, dan aktivitas mereka hanya di lingkup Makkah. Lalu orang-orang Ajam (non-Arab) datang kepada mereka membawa dagangan, terjadilah transaksi jual-beli antara mereka dan orang Makkah. Semakin lama para kabilah di sekeliling Arab turut ke dalam aktivitas perdagangan mereka.

Hingga Hasyim bin Abd Manaf berdagang sampai ke Syam lalu tinggal beberapa lama di sana. Nama Hasyim waktu itu adalah Amr. Kebiasaan Hasyim setiap hari adalah menyembelih seekor domba, lalu dibikin makanan (semacam roti), dan dibagikan ke semua orang di lingkungannya. Sebab itulah ia dipanggil Hasyim.

Baca Juga: Tafsir Surah Quraisy Ayat 1: Mengenal Kabilah Quraisy

Singkat cerita, karena kebiasaannya tersebut, ia dihadapkan kepada penguasa Syam (waktu itu dikuasai Romawi). Melihat dan bercakap dengan Hasyim, sang raja takjub dan Hasyim diperlakukan dengan sangat baik dan penuh keakraban.

Kemudian, merasa keakrabannya semakin hangat, Hasyim mengajukan tawaran kepada raja, “Wahai Raja. Sesungguhnya saya punya kaum. Mereka adalah para pedagang tanah Arab. Jika engkau sudi membuat kesepakatan untuk memberi keamanan kepada mereka dan barang dagangan mereka, maka mereka akan datang kepadamu, membawa perhiasan dan kain-kain Hijaz yang indah. Lalu mereka menjualnya kepadamu dan rakyatmu dengan harga yang murah.”

Tawaran Hasyim tersebut akhirnya disepakati raja. Pulanglah Hasyim ke Makkah membawa pakta tersebut. Setiap kali Kaum Quraisy berjalan menuju Syam, para pembesar kabilah yang tinggal di sepanjang rute Makkah-Syam juga turut menyetujui kesepakatan tersebut. Kaum Quraisy bebas melewati wilayah tersebut tanpa kewajiban apapun dan dijamin keamanannya.

Perjanjian tersebut lah yang kelak dikenal dengan Ilaaf. Beberapa sarjana menetapkan peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun 520 M sebagaimana dinukil Dr. Abd al-Aziz al-Hallabi dalam Haqiqah Rihlah Quraisy fi al-Shaif ila al-Syam (1996).

Tujuan Rihlah Quraisy

Para mufasir berbeda pendapat mengenai tujuan rihlah Quraisy. Abd al-Aziz al-Hallabi dalam karya yang sama menyebut beberapa riwayat penafsiran terkait hal ini. Namun dari banyaknya riwayat yang dipaparkan al-Hallabi, dapat disimpulkan menjadi tiga riwayat pendapat.

Pertama, riwayat Ikrimah al-Barbariy dan Said bin Jubair (w. 95 H/ 713 M), keduanya murid Ibn Abbas dan meriwayatkan dari gurunya. Ada beberapa penafsiran Ibn Abbas atas Surah Quraisy, ada yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas sendiri dalam tafsirnya, dan ada yang diriwayatkan oleh dua muridnya, Ikrimah al-Barbariy dan Said bin Jubair.

Ibn Abbas, menurut riwayat Ikrimah dan Said bin Jubair, menafsirkan ayat pertama Surah Quraisy, “Allah berfirman; nikmat-Ku atas Quraisy adalah ilaaf (kebiasaan) mereka rihlah di musim dingin dan musim panas.” Ibn Abbas berkata; mereka menghabiskan musim dingin di Makkah dan menghabiskan musim panas di Thaif. Riwayat ini terbaca dalam Ma’alim al-Tanzil (1992) karya al-Baghawi (VIII/hlm. 48).

Pendapat tersebut juga dikutip Ibn Juziy dalam al-Tashil li Ulum al-Tanzil (1995) tanpa menyandarkannya kepada Ikrimah dan Said bin Jubair, dan menggunakan redaksi qila (konon) (II/hlm. 612).

Kedua, riwayat dalam yang dikutip al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Quran (1994). Abd al-Aziz al-Hallabi menyebut, riwayat yang dikutip al-Thabari dalam tafsirnya tersebut adalah riwayat Abd al-Rahman bin Zaid bin Aslam, bahwa dua tujuan rihlah Quraisy adalah Syam di musim panas dan Yaman di musim dingin.

Pendapat senada juga disebut oleh Mu`arrij bin ‘Amr al-Sadusi dalam Kitab Hadzf min Nasab Quraisy. Ia menyebut bahwa Hasyim bin Abd Manaf menyuruh Kaum Quraisy untuk rihlah dagang ke Syam ketika musim panas dan ke Yaman ketika musim dingin (hlm. 4).

Ketiga, riwayat al-Kalbiy sebagaimana disebut al-Baghawi dalam tafsirnya bahwa ia berkata, “Orang pertama yang membawa al-Samra’ dari Syam dan kembali ke Syam adalah Hasyim bin Abd Manaf…(kemudian al-Kalbiy mengutip syair).”

Baca Juga: Tanya Jawab Antara Nafi’ bin al-Azraq dan Ibn Abbas: Asal Usul Penafsiran Al-Quran dengan Syair

Selain al-Baghawi, Ibn Juziy dalam al-Tashil li Ulum al-Tanzil (1995) juga menyebut pendapat tersebut tanpa menyandarkannya kepada al-Kalbiy dan menggunakan redaksi qila (konon) yang dipahami sebagai pendapat yang lemah (II/hlm. 612).

Dengan demikian, ada tiga pendapat tujuan rihlah Quraisy; pertama, ke Thaif di musim dingin dan ke Makkah di musim panas. Kedua, ke Yaman di musim dingin dan ke Syam di musim panas, dan ketiga, ke Syam baik di musim dingin maupun panas. Wallahu a’lam.