Salah satu hal yang dilarang tatkala berpuasa adalah melakukan hubungan suami-istri atau hubungan intim. Apabila seseorang melakukan hubungan intim di siang hari, maka puasanya menjadi batal dan bahkan ia bisa dibebani membayar denda berupa sedekah kepada fakir miskin.
Apabila melakukan hubungan intim di siang hari dilarang, dimana tindakan tersebut membuat pelakunya mengalami junub atau menanggung hadas besar, apakah masuk pagi dalam keadaan junub juga merupakan larangan? Misalnya melakukan hubungan intim di malam hari, dan belum mandi besar sampai terlanjur masuk waktu subuh. Apakah puasanya orang yang mengalaminya menjadi batal? Berikut penjelasan ulama:
Batas Larangan Berhubungan Intim Saat Puasa
Allah berfirman:
فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ
Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar (QS. Al-Baqarah [2] 187).
Baca Juga: Makan dalam Keadaan Lupa Tidak Batalkan Puasa
Ayat di atas menurut para ulama adalah dasar hukum bolehnya melakukan hubungan intim di malam hari, pada saat puasa. Sekaligus menjadi dasar hukum tidak batalnya puasa orang yang masuk waktu subuh atau pagi, masih dalam keadaan junub atau menanggung hadas besar.
Imam Ibn Katsir menjelaskan, lewat ayat di atas Allah menjelaskan bahwa berhubungan intim diperbolehkan di malam hari pada bulan puasa, dan diberi batas sampai masuk subuh. Dan itu menunjukkan apabila seseorang masuk subuh dalam keadaan junub, maka puasa pelakunya dihukumi tetap sah. Sebab andai seseorang melakukan hubungan intim sampai masuk waktu subuh, tentu ia akan masuk subuh dalam keadaan junub. Ini adalah pendapat ulama 4 mazhab sekaligus mayoritas ulama (Tafsir al-Qur’anul Adhim/1/516).
Imam al-Razi menjelaskan, sahabat Abu Hurairah termasuk orang yang meyakini bahwa masuk waktu subuh dalam keadaan junub membuat puasa menjadi batal. Namun ayat di atas menunjukkan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat yang keliru. Sebab apabila berhubungan intim diperbolehkan sampai masuk waktu subuh, tentu seseorang tidak memungkinkan mandi besar kecuali setelah masuk waktu subuh (Mafatihul Ghaib/3/124).
Imam al-Qurthubi menyatakan, ada empat pendapat terkait hukum puasa orang yang memasuki subuh dalam keadaan junub. Mayoritas ulama menyatakan bahwa puasa orang tersebut tidak batal. Bahkan al-Qadhi Ibn Arabi mengklaim bahwa ulama telah sepakat soal hal ini. Pendapat kedua menyatakan tidak sah. Pendapat ketiga menyatakan, apabila ia mengetahui sedang junub dan kemudian tidur sampai waktu subuh, maka puasanya tidak sah. Pendapat keempat menyatakan, apabila dalam puasa wajib, maka ia harus mengqadha puasanya. Apabila dalam puasa sunah, maka tidak (Tafsir al-Jami li Ahkamil Qur’an/2/325).
Baca Juga: Hukum Berkumur-Kumur Saat Puasa
Imam al-Nawawi di dalam al-Majmu’ menerangkan, mayoritas ulama meyakini orang yang junub sebab berhungan intim, apabila masuk waktu subuh dalam belum mandi besar, maka puasanya tetap sah. Begitu juga perempuan yang mengalami haid atau nifas. Apabila darah mereka berdua telah berhenti di malam hari, dan belum mandi besar sampai masuk waktu subuh, apabila saat malam sudah niat, maka puasa keduanya dihukumi sah. Imam al-Mawardi menambahkan, begitu pula sah puasanya orang yang memasuki subuh dalam keadaan belum mandi besar sebab mimpi basah (Al-Majmu’/6/308 dan Al-Hawi al-Kabir/3/892).
Kesimpulan
Dari berbagai uraian di atas kita bisa mengambil kesimpulan, orang yang saat malam hari mengalami hadas besar, dan ia belum mandi besar sampai masuk waktu subuh, maka puasa orang tersebut tetap sah menurut mayoritas ulama. Entah kewajiban mandi besar tersebut sebab berhubungan intim, sebab mimpi basah, atau sebab haid serta nifas. Wallahu a’lam.