BerandaTafsir TematikMerdeka dari Penjajahan Hawa Nafsu

Merdeka dari Penjajahan Hawa Nafsu

Momentum peringatan hari kemerdekaan sebentar lagi akan dirasakan. Sejak 78 tahun yang lalu Indonesia merdeka, bangsa Indonesia patut bersyukur dengan anugerah kebebasan yang dirasakan hingga saat ini. Terbebas dari segala bentuk penjajahan dan penindasan serta berbagai diskriminasi yang menyudutkan. Namun, pernahkah kita melakukan refleksi terhadap sisi lain dari kemerdekaan? Jika secara sistem negara kita merdeka, sejatinya ada hal-hal lain yang juga perlu dipertanyakan misalnya apakah diri kita sendiri sudah merdeka dari hawa nafsu duniawi?

Pertanyaan-pertanyaan demikian sering terlewatkan karena terlalu fokus dengan kenikmatan duniawi itu sendiri. Alhasil, merdeka yang semestinya mencakup berbagai sisi, hanya dipahami pada aspek-aspek tertentu dalam ruang lingkup yang sangat kecil. Alquran menyuarakan dalam Q.S. Aljasiyah ayat 23 sebagai berikut.

اَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُ وَاَضَلَّهُ اللّٰهُ عَلٰى عِلْمٍ وَّخَتَمَ عَلٰى سَمْعِهٖ وَقَلْبِهٖ وَجَعَلَ عَلٰى بَصَرِهٖ غِشٰوَةًۗ فَمَنْ يَّهْدِيْهِ مِنْۢ بَعْدِ اللّٰهِ ۗ اَفَلَا تَذَكَّرُوْنَ

“Tahukah kamu (Nabi Muhammad), orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan dibiarkan sesat oleh Allah dengan pengetahuan-Nya. Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya, siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Apakah kamu (wahai manusia) tidak mengambil pelajaran?”

Penjajahan Hawa Nafsu

Menurut Tafsir Kementerian Agama, melalui ayat ini Allah menjelaskan keadaan orang-orang kafir di Mekkah yang tenggelam dalam perbuatan jahat. Mereka melakukan perbuatan jahat tersebut karena terdorong oleh hawa nafsu mereka sendiri. Dorongan tersebut disebabkan oleh godaan setan yang terkutuk. Hawa nafsu yang mereka miliki seakan seperti Tuhan yang selalu mereka patuhi dan ikuti.

Baca juga: Menuai Spirit Kemerdekaan Melalui Ayat-Ayat Alquran

Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah juga menjelaskan bahwa orang-orang yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang yang menyembah hawa nafsunya hingga mereka tunduk dan patuh kepadanya. Oleh sebab itu mereka sesat dari jalan kebenaran. Padahal mereka mengetahui jalan kebenaran tersebut, tetapi Allah telah menutupnya. Alhasil, mereka tidak dapat menerima nasihat karena pendengaran mereka telah ditutup. Mereka juga tidak dapat melihat suatu peringatan karena Allah menutup penglihatan mereka.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang-orang yang diperbudak oleh hawa nafsunya tersebut mengira bahwa mereka akan diperlakukan sebagaimana orang beriman dan beramal saleh, yaitu sama antara saat hidup dan setelah kematian mereka. Padahal prasangka demikian adalah tidak tepat. Allah akan membalas setiap perbuatan manusia dengan seadil-adilnya, sehingga tidak akan ada yang dirugikan.

Baca juga: Empat Spirit Kemerdekaan yang Dibawa Islam dalam Ayat-Ayat Alquran

Prof. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menambahkan bahwa berkenaan dengan ayat tersebut disebutkan satu nama yaitu al-Harits Ibnu Qais. Diceritakan, dia selalu menuruti keinginannya tanpa mempertimbangkan rida Allah. Oleh sebab itu, Allah pun menyesatkannya sehingga tidak ada lagi yang dapat membimbingnya kepada kebenaran dan hak setelah Allah menyesatkannya. Sebagai bandingan dari ayat ini, Allah juga berfirman dalam Q.S. Annaziat ayat 40-41 yang artinya berbunyi:

Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat tinggal (nya).

Melawan Penjajahan Hawa Nafsu

Akhir dari ayat 23 pada surah Aljasiyah berbentuk kalimat pertanyaan yang bertujuan agar menjadi muhasabah atau perenungan atas apa yang dinyatakan Allah dalam ayat tersebut. Ayat tersebut juga merupakan peringatan sekaligus ancaman untuk orang-orang yang terbuai dengan hawa nafsunya sendiri, sebab Allah bisa saja menyesatkan orang-orang yang terlalu mengagungkan hawa nafsu hingga mengalahkan kedudukan Allah bagi diri mereka.

Nabi Adam dan Siti Hawa terusir dari surga “hanya” karena memakan buah Khuldi yang dilarang Allah. Tujuan pelarangan Allah adalah sebuah keharusan untuk mendidik kemauan, memperkuat kepribadian, mendidik diri untuk tidak terbelenggu oleh keinginan, syahwat dan hasrat hawa nafsu. Oleh sebab itu, setiap orang perlu melatih dirinya sendiri agar tidak terbujuk oleh hawa nafsu dan belenggu setan melalui riyadhah (latihan) yang terus menerus dilakukan (Ali Muhammad Ash-Shallabi, Adam: Penciptaan Manusia Pertama).

Penutup

Hakikat kemerdekaan sejatinya bukan hanya terbebas dari penjajahan yang dilakukan oleh sesama manusia atau pihak tertentu yang mengancam kesejahteraan. Namun, merdeka yang sesungguhnya kini terletak pada diri sendiri yang harus kuat dalam melawan penjajahan hawa nafsu. Sebab, ketika hawa nafsu telah merenggut kepatuhan seseorang, Allah justru akan terus menyesatkannya hingga tidak akan ada yang dapat membimbingnya kepada jalan kebenaran. Naudzubillah wallahu a’lam.

Saibatul Hamdi
Saibatul Hamdi
Minat Kajian Studi Islam dan Pendidikan Islam
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...